Part 51. Hari Keenam, Bersamanya (2)

340 14 0
                                    

"Lo mau ngapain kesini? Ngajakin gue belanja gitu? Sorry ya, gue ga terlalu suka belanja." ucap Dea mencibir.

Dean yang baru saja melepaskan helm nya dan sedikit menyisir rambutnya menggunakan tangannya, menoleh ke Dea dan terkekeh.

"Ck! Siapa juga yang mau ngajak lo belanja."

"Lha terus?"

"Udah ayo masuk aja!" tiba-tiba Dean menggenggam tangannya Dea dan menariknya untuk masuk kedalam sana. Dan Dea juga tidak berniat melepaskan genggaman itu.

"Jadi?"

"Ha?" Dea kaget sendiri. Tanpa disangka, tiba-tiba Dean berhenti menariknya.

"Ck! Jadi lo mau main yang mana dulu?"

Sejenak Dea melihat keadaan sekitar. Oh, dia tengah berada di tempat time zon. Lumayan, menurutnya. Tapi jujur, Dea tidak pernah main ke tempat seperti ini.

"Terserah lo aja deh. Gue ngikut." ucap Dea akhirnya.

"Yaudah, kita main itu dulu." Dean kembali menggenggam tangannya Dea.

"Nih, coba lo masukin bola ini ke dalam sana!" Dea menunjuk ring kecil didepan sana dengan dagunya.

Dea menerima bola itu dan sejenak melihat ring itu.

"Kalo kayak gini sih gue bisa, cuma masukin bola, kan?" Dea mengangkat sebelah alisnya. Dean yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala dan berkacak pinggang.

"Wahhh sombong banget lo."

"Lah? Gue ini ga sombong. Tapi gue cuma bicara fakta." Dea masih tersenyum meremehkan.

"Oke, gue tantang lo. Coba lo masukin bola ini sebanyak lima kali. Dan yang masuk disana berapa banyak. Begitupun gue."

"Kalo bisa, gue dapat apa?" Dea masih tersenyum meremehkan.

"Siapapun yang kalah, bakal nurutin satu permintaan dari yang menang. Apapun itu." ucap Dean penuh arti.

"Oke, lumayan juga hadiahnya. Gue terima." ucap Dea spontan. Tanpa memikirkan akibatnya.

"Sekarang, lo duluan. Setelah itu gue."

"Oke, gue mulai ya!" Dea memicingkan matanya, lalu melempar bola pertamanya itu. Dan...

"Yes! Apa gue bilang! Masuk kan?" ucap Dea sombong.

"Yeee... Itu masih yang pertama kali. Coba yang kedua." Dean kembali menyerahkan bola yang lainnya.

Dea menerimanya dengan angkuh dan kembali melakukan seperti sebelumnya.

Tring!

"Masuk lagi kan? Emang hebat gue." Dea tertawa menyombongkan diri.

"Ck! Coba bola yang selanjutnya." Dean kembali memberikan bola yang lainnya kepada Dea.

Masih seperti sebelumnya. Bola ke tiga masuk, begitupun bola keempat. Dean menghembuskan napas khawatirnya.

"Hahaha! Hebat lo De." ucap Dea pada dirinya sendiri.

"Ck! Ini bola yang terakhir. Dan pasti yang ini ga bakalan masuk." Dean menyerahkannya cepat.

"Pasti bakalan masuk lah!" karena Dea terlalu sombong, Dea memasukkan bola itu asal dan akibatnya bola itu tidal masuk kedalam ring.

"Yes!" ucap Dean senang.

"Bener kan kata gue, yang ini ga bakalan masuk." lanjutnya.

"Yaelah, gue tadi sengaja ga masukin. Gue kasihan sama lo kalo gue bisa masukin semuanya."

Dean mencibir Dea.

"Ck! Alesan aja lo."

"Udah! Jangan banyak omong lo. Nih, coba masukin. Dan gue yakin, lo ga bakalan bisa." Dea menyerahkan bola itu dengan emosi yang meluap.

"Yee.. Katanya lo tadi sengaja ga masukin. Tapi ini kok gue liat lo kayak marah gini sih?" Dean terkekeh. Dia memang suka memancing amarahnya Dea seperti saat ini.

"Ga! Gue ga marah kok. Udah sana masukin! Jangan bacot mulu."

Seperti yang Dea lakukan sebelumnya. Dean memperkirakan masuknya bola dan melemparnya. Dan masuk.

Dea kembali memberikan bola selanjutnya dan seperti sebelumnya. Bola itu masuk kedalam sana sampai bola ke empat. Dan terlihat, wajah Dea mulai memucat.

"Lihat! Hebat kan gue!" ucap Dean menyombongkan diri.

"Ck! Baru empat aja udah sombong. Nih yang terakhir ga bakalan masuk. Gue jamin!" Dea kembali menyerahkan bola itu.

Dean melempar asal bola itu kedalam sana. Tapi bedanya, bola itu masuk.

"See? Gue menang kan?" Dean mengangkat sebelah alisnya.

"K-kok lo bisa?" ucap Dea kaget. Tepatnya kaget kalo Dean sehebat itu.

"Ya bisalah. Dean gitu loh. Apa yang ga bisa buat Dean." Dean terkekeh sendiri setelah mengingat ucapannya itu.

"Ck! Oke lah gue akuin lo menang. Terus, lo minta apa dari gue." Dea mendongak keatas. Menatap Dean dengan tatapan angkuhnya.

"Emm gue..." Dean menimang-nimang permintaannya.

"Jangan yang aneh-aneh." ucap Dea memperingatkan.

"Ga. Ga bakalan aneh-aneh kok. Tenang aja..." Dean masih menimang-nimang.

"Kapan-kapan aja deh!" ucap Dean akhirnya.

"Loh? Ga boleh kapan-kapan. Harus sekarang!" Dea tiba-tiba ingat, kan besok dia harus sudah berangkat ke luar negeri. Jadi permintaannya Dean harus ia penuhi sekarang juga.

"Tapi gue maunya kapan-kapan." ucap Dean santai.

"Ga boleh. Pokoknya harus sekarang. Hari ini juga."

"Kok lo ngotot sih?" Dean mulai merasa aneh sendiri pada Dea.

"Oke, kalo lo ga mau sekarang. Gue ga bakal mau memenuhi permintaan lo itu."

Sontak Dean menutup telinganya menggunakan kedua tangannya, memejamkan matanya rapat, dan berteriak.

"Haaa! Gue ga denger. Pokoknya ga denger. Gue mintanya kapan-kapan! Gue tetep ga denger." Dean terus berteriak sambil sesekali melirik jam tangannya.

"Ayo kita makan siang!" tanpa memerlukan persetujuannya Dea, Dean terlebih dahulu menarik tangannya Dea keluar dari sana. Dea hendak memberontak, tapi ia tahan. Ia ingat, dia tidak akan bisa seperti ini lagi dengan sahabatnya yang satu ini lagi. Jadi Dea lebih memilih diam.

--------------***------------


DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang