Part 43. Ungkap

341 13 0
                                    

"Tante Sinta mana ya? Aduh, tambah gugup nih gue." Dea menggosok-gosokkan kedua tangannya. Berharap rasa gugup itu hilang. Kenapa? Ya, karena Dea akan mengatakan semuanya hari ini, tentang rencananya yang akan kuliah ke luar negeri.

Memang, UN sudah berlalu kemarin. Dan Dea mengerjakannya tanpa kesulitan. Dia pikir, nilainya akan cukup untuk mengikuti beasiswa itu.

Sebentar Dea mengecek hp nya. Siapa tau Tante Sinta ga jadi kesini.

Kring!

Dengan cepat Dea menoleh ke pintu cafe. Dan benar saja, disana terdapat Tante Sinta yang tengah melambaikan tangannya kepadanya. Dea meneguk salivanya. Dia tambah gugup.

"Ada apa ya, La? Kok tiba-tiba ngajak ketemuan Tante? Biasanya kan kamu langsung main kerumah.

Dea terkekeh sebentar. Sekedar meredakan rasa gugupnya. Sesekali ia menelan salivanya.

"Hahaha... Makanya ga pernah ini Tante, Fila ingin ngomongnya di cafe." kembali ia terkekeh.

"Oh iya, gara-gara Fila kebanyakan tertawa sampai lupa kalo Tante Sinta belum pesen apa-apa. Silakan Tante!" kembali dia terkekeh.

Tante Sinta memandang curiga kearah Dea. Dan Dea malah cengir ga jelas.

"Fila?"

"Iya Tante?" Dea kembali tersenyum lebar.

"Kamu ada masalah apa, sampai mau ketemuan sama Tante diluar segala?" dan pertanyaan dari Tante Sinta itu seketika meluruhkan senyum lebar itu. Ternyata Tante Sinta bisa membaca pikirannya saat ini.

Tapi sedetik kemudian Dea kembali tersenyum lebar.

"Ah Tante, ga ada apa-apa kok! Kan Fila sudah bilang, cuma ingin makan bareng Tante di luar." Dea menyengir.

Lo bicara apa sih, De?! Kan tujuan elo ngajak Tante Sinta makan diluar kan cuma gara-gara beasiswa itu.

Dea kembali risau sendiri.

Sejenak ia merasakan sentuhan di tangannya yang tergeletak diatas meja. Dengan cepat Dea menatap Tante Sinta.

"Tante tau, tujuan kamu ngajak Tante makan diluar ga cuma gara-gara pengen aja. Pasti ada masalah yang ingin Fila katakan. Katakanlah Fila!" Tante Sinta menatap Dea dengan senyumnya. Ini dia, yang membuat Dea ga tega mengatakan tujuannya. Dea berniat mengurungkannya.

"Katakan saja, Fila. Tante ga papa kok." kali ini Tante Sinta meremas tangan mungil itu.

Sebentar Dea menarik napas panjang.

Yah, mungkin ini memang saatnya gue harus jujur.

Lalu dia menghembuskannya.

"Fila dapat beasiswa kuliah di luar negeri." ucapnya tenang dan jelas.

              ***

Tante Sinta memasuki rumahnya dengan langkah gontai. Untung saja hari ini tidak ada siapapun dirumahnya ini. Jadi dia bisa bebas menumpahkan kesedihannya yang tertahan selama dicafe tadi. Karena Tante Sinta tidak mau membuat Dea tambah tidak tega padanya. Tante Sinta tau, Dea orang yang seperti itu.

"Fila dapat beasiswa kuliah diluar negeri."

Seketika Tante Sinta menatap Fila tidak percaya. Bukan karena tidak percaya akan kemampuannya Fila, bukan. Tapi karena Fila akan meninggalkannya. Padahal dia bertemu gadis itu baru beberapa minggu ini.

Tapi sedetik kemudian Tante Sinta merubah ekspresinya menjadi tenang kembali.

"Kapan Fila akan pergi kesana?"

"Belum tau, Tante."

"Tapi nanti kalo udah ada info lebih lanjut, Fila akan segera kasih tau Tante." lanjutnya.

Lalu keadaan hening. Tidak ada yang ingin memulai percakapan. Karena mereka tengah berkutat dengan pikirannya masing-masing.

"Maafin Fila ya, Tante. Fila cuma mau nepatin janji sama Bunda. Fila pernah janji sama Bunda waktu koma." ucapnya pelan. Sedetik kemudian dia merasakan bahunya tengah dipegang. Dan Dea menatap kedepan. Ke arah orang yang tengah memegang bahunya itu.

"Fi-Fila pernah didatangi Bundanya Fila waktu koma?" Tante Sinta tidak percaya akan apa yang didengarnya itu.

Dan Dea hanya mengangguk.

"Waktu itu, Fila keukeh ingin ikut sama Bunda. Fila ga tau kalo Fila sampai ikut Bunda, berarti hidup Fila juga akan berakhir. Yang Fila tau, Fila cuma mau hidup bareng Bunda. Tapi Bunda melarang Fila ikut. Katanya 'kamu masih muda, sayang. Kejarlah cita-cita putri Bunda ini ya! Banyak yang sayang sama putri Bunda ini didunia. Buktikan sama Bunda! Buat Bunda bangga!'"

Tak disangka air mata Tante Sinta tumpah seketika. Dan sedetik kemudian Dea sudah merasakan pelukan yang bergetar.

"Bunda kamu bener sayang. Banyak yang sayang sama Fila didunia ini. Tante sangat sayang sama kamu, Fila. Syukurlah kamu ga ninggalin kami semua waktu itu." Tante Sinta masih menangis disana.

Dirasakannya sebuah tangan mungil juga ikut memeluk disana.

"Iya, Fila ga bakal ninggalin kalian semua. Meskipun nanti Fila jauh dari kalian di luar sana, Fila akan tetap inget sama Tante, dan semuanya."

"Dan Tante, jangan bilang hal ini ke lainnya ya! Cukup Tante, Fila, sama Tuhan aja yang tau."

Dengan cepat Tante Sinta melepas pelukan itu.

"Tapi kenapa? Mereka harus itu."

"Fila cuma ga mau bikin mereka sedih. Udah itu aja. Cukup Tante aja yang tau. Kalau mereka tau lalu mereka sedih, Fila malah takut kalo Fila ga tega ninggalin kalian semua disini. Fila ga mau itu."

Tante Sinta masih terdiam. Sejenak ia merasakan sentuhan dikedua tengannya. Tangannya digenggam.

"Tante Sinta harus janji ya, jangan sampai mereka tau." Dea menatap Tante Sinra dengan harap.

Sejenak Tante Sinta menghembuskan napas lelah. Bagaimana bisa, Dea yang saat ini tengah sedih, tengah bingung, masih bisa memikirkan perasaan orang lain?

"Baiklah. Tante akan jaga rahasia Fila."

--------------***------------

DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang