Part 38. Weekend (3)

349 15 0
                                    

"Rumah hantu?"

"Iya!" ucap Dean bersemangat.

Saat ini, Dean dan Dea tengah berdiri didepan pintu masuk salah satu wahana di sana. Ya, Rumah Hantu. Tadi Dean menarik Dea ketempat itu.

Sebentar Dean menoleh melihat ekspresinya Dea saat ini. Dean menyeringai.

Gue yakin, De. Saat masuk kedalam sana, elo bakal takut teriak-teriak gitu, dan akhirnya meluk gue. Uhhh... Pasti asik.

"Gimana, De? Mau main?" tawar Dean.

Dea diam. Berpikir.

"Duh, De. Kelamaan mikirnya. Udah ayo! Ga usah khawatir, gue temenin kok." Dean kembali meraih tangannya Dea dan menariknya masuk kedalam sana.

Didalam sana, mereka berdua disambut oleh suasana seram. Lampu redup temaram, bau-bau an aneh bau kemenyan, dan sedikit suara disana.

Glek

Kok gue jadi takut sendiri ya?

Dean menatap Dea yang juga tengah terdiam. Tanpa ekspreksi.

Mungkin Dea juga lagi takut saat ini. Kesempatan nih! Gue harus berani! Ga boleh takut!

"Emm...De. Ayo jalan!" ajak Dean kembali menarik tangannya Dea.

"Kalau lo takut, ga usah sungkan-sungkan ya!"

Meluk gue. Hihihi...

"Hihihihi...."

"Woi apa tuh?!" teriak Dean spontan.

Duh! Lo kenapa sih, De? Malu-maluin lagi! Ck!

"Lo kenapa, De? Lo takut? Kalo takut kita bisa kembali kok. Ga usah dilanjutin." ucap Dea tenang.

"G-gak! Gue ga papa. Gue ga takut! Gue berani! Ayo!" ucap Dean berapi-api. Berjalan lebih dulu meninggalkan Dea yang menatapnya bingung.

Dan ternyata didepan sana ada sebuah boneka tiba-tiba muncul dari sudut ruangan. Melompat kearah Dean.

"Waahhh!!!!!" Dean berlari. Berbalik menuju Dea. Dan tanpa disangka, Dean memeluk Dea erat.

"Lo--."

"De, gue mau keluar! Gue mau keluar! Tolong keluarin gue darisini!"

Sejenak Dea tersenyum jahil.

"Lah? Tadi yang minta masuk kedalam sini, siapa?" masih dalam keadaan berpelukan. Dan Dea tidak menyadari itu.

"Y-ya gue..."

"Terus?" Dea masih menggoda Dean.

"Ck! Iya-iya gue ngaku. Gue tadi berpikir kalo lo bakalan takut dan meluk gue. Tapi sekarang keadaannya berbalik. Gue yang takut dan meluk elo."

Masa bodoh kalau Dean terlihat konyol saat ini. Tapi mau gimana lagi? Dia udah ga kuat.

"Hahaha!! Jadi tadi lo berniat agar gue takut dan meluk elo? Tapi malah saat ini lo yang takut dan malah meluk gue??" seketika Dea tersadar. Dan dengan cepat mendorong tubuh Dean.

"De! Gue takut!!" Dean berlari berniat memeluk kembali Dea. Tetapi terhenti saat Dea mengangkat tangannya kode 'berhenti'.

"Oke. Lo takut. Tapi jangan meluk-meluk gue lagi."

"Ck! Kenapa? Lo ga kasian sama gue?" Dean memasang wajah kecewa.

"Iya sih...gue kasian sama lo." Dea nampak berpikir.

"Nah! Kan--."

"Tapi gue ga mau lo peluk. Karena lo bau!!" Dea berlari kencang menuju depan sana. Meninggalkan Dean sendirian. Dengan cepat Dean menyadari itu.

"W-woi!! De! TUNGGUIN GUE!!!"

              ***

"Hosh hosh hoshh..." Dean ngos-ngosan. Berusaha mengatur napasnya.

Dean menepuk bahunya Dea keras.

"Elo tuh! Ma-main tinggal-tinggal ajahh!" Dean masih ngos-ngosan.

"Yah... Salah siapa lambat?"

"Tapi gue tadi takut setengah mati kali!!" Dean sebal sendiri. Bagaimana mungkin rencana yang ia susun tadi gagal. Malah dia yang mempermalukan dirinya sendiri.

"Btw, lo ga takut apa tadi?"

Dea terkekeh.

"Lo ga tau apa? Gue ga takut kali liat kayak gituan. Kan itu semua tadi cuma tipuan."

Dean berdecih.

"Tapi kan tetep aja, masa lo ga takut sedikitpun apa?"

Dea menggeleng.

"Menurut gue itu tadi biasa aja. Lo nya aja yang penakut." lanjutnya.

"Apa? Lo--."

"Emang bener kan? Gue ga boong kan?" Dea mengangkat sebelah alisnya.

"Ck! Tapi kan ga usah diomongin lagi kayak gini kali."

"Lah? Tapi kan--."

"WOI! KALIAN!!" seorang gadis berkacama mata disana tengah jalan cepat menuju Dea dan juga Dean.

Tidak ada tanggapan dari mereka berdua.

"Kalian kemana aja sih? Aku cariin sampai muter-muter ga ketemu!"

"Es krimnya aja udah mencair. Jadi aku buang semuanya." lanjutnya.

Tring! Dea mempunyai ide bagus.

"Syil?"

Syila yang masih sedikit marah hanya menoleh tanpa berniat menjawab.

"Gue punya info terbaru nih! Mau denger?" Dean yang mulai curiga dengan sikap Dea mulai waspada. Berjaga-jaga.

Dengan cepat Syila berubah ekspresi menjadi kepo.

"Emang info apa sih?! Penasaran aku. Beritau dong!"

Dea kembali menatap Dean sambil menyeringai.

"Jadi, Dean itu--hmmpphh!!" Dea dibungkam oleh Dean.

Gawat nih! Dia mau bocorin rahasia gue.

"Ck! Dean!! Kenapa bungkam Dea segala sih?! Aku mau denger lanjutannya nih!" Syila sebal sendiri.

Duak!

"Aww! Lo injek kaki gue?!" Dean berteriak sambil memegangi kaki yang baru Dea injak.

"Rasain tuh!" Dea nampak tidak peduli.

"Jadi, De? Gimana lanjutannya?" asal kalian tau, tingkat kekepoan Syila sangat tinggi.

"Oh iya, gini. Jadi--."

"DE!!" Dean berteriak histeris.

Syila menatap sebal pada Dean.

"Ck! Apasih?! Ganggu banget."

Dean mendekat kearah Dea. Dan berbisik.

"Awas kalo lo sampai cerita soal kejadian tadi!"

"Jaminannya?" Dea juga ikutan berbisik.

"Ja-jaminan?"

"Iya lah..."

"Oke, entar lo boleh minta apapun dari gue." jawab Dean pasrah.

"Beneran nih?" tanya Dea bersemangat.

"Ck! Iya. Tapi awas aja lo, kalo sampai cerita soal kejadian tadi." ancam Dean. Dan hanya dibalas dengan kode tangan, 'oke'.

"Jadi De?" Syila masih keukeh bertanya.

"Kita pulang." ucap Dea final dan berjalan terlebih dahulu meninggalkan mereka berdua.

"Lah? De? Kok ga jadi sih? Tungguin aku kali!"

--------------***------------



















DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang