Dea tengah duduk gelisah di salah satu bangku yang tersedia di parkiran itu. Ya, saat ini dia tengah berada di parkiran sekolah. Dia sangat gelisah saat ini. Sesekali dia berdiri, hanya untuk berjalan bolak-balik lalu kembali duduk dan menggigit kuku jarinya.
Beberapa pasang mata menatapnya bingung. Tapi masa bodoh buat Dea. Dea malah membalasnya dengan tatapan datarnya.
Buk!
Dea merasakan pukulan yang cukup keras dibahunya itu. Siapa yang berani-beraninya mukul dia kayak gitu? Akan dia beri pelajaran.
Saat dia berbalik dan dia sudah membuka mulut, hendak bicara. Seketika lidahnya merasa kelu. Karena dia bertatapan dengan cowok yang tengah tersenyum lebar padanya. Dan jaraknya tidak terlalu jauh.
"Ekhem! Jauhan dikit bisa?" Dea sekedar menghilangkan rasa gugupnya. Apa yang baru dia bilang? Dia gugup? Kenapa? Dia juga tidak tau.
"Oh, sorry..." Dean mundur sedikit.
"Kenapa lo tadi?" tanyanya.
Dea yang tengah sibuk dengan pikirannya seketika kaget.
"Ha? Apa?" ucapnya spontan.
Sebentar Dean berdecak pelan.
"Lo tadi kenapa? Kenapa lo liatin adek kelas kayak gitu?"
"Lo tau ga? Kalo kayak gitu lo nyeremin tau." lanjutnya.
"Biarin. Emang wajah gue dari dulunya kayak gitu." Dean berdecak pelan lalu dia berjalan ke arah motornya terpakir dan mencari-cari sesuatu di jok motornya.
Seketika Dea kembali dilanda rasa bingungnya. Dia bingung harus bilang dari mana. Dea kembali menggigit kuku jarinya sambil menatap ke arah ujung sepatunya.
Gue harus ngomong apa nih? Gue harus ngomong apa nih? Gue harus--
"Dea?"
"Ah iya?!" teriaknya kaget.
"Ck! Elo dari tadi mikirin apa sih?! Ga kayak biasanya deh!" Dean yang melihat Dea seperti itu, sebal sendiri.
Gue harus berani. Ya! Harus!
"Emm De?" Dea memberanikan mendongak. Menatap Dean yang sedikit lebih tinggi darinya itu.
"Hm?"
"Lo ga ada niatan ga hari ini?" tanyanya hati-hati dan pelan. Dea harap kali ini akan lancar seperti sebelum-sebelumnya.
"Ha? Niatan? Maksudnya?" Dean menggaruk sebentar tengkuknya. Dia bingung, kemana arah pembicaraan gadis didepannya itu.
"Y-ya... Niatan lo hari ini? Lo mau ngapain aja?" ucap Dea gugup.
Sekarang Dean mengerti. Dean tersenyum penuh arti.
"Emm... Hari ini gue mau belajar karena gue akan ulangan. Lalu makan di kantin kayak biasanya. Sorenya--."
"Bukan itu maksud gue." Dea sedikit berteriak.
"Lha? Jadi maksud lo apa?" Dean sedikit memicingkan matanya.
"L-lo ga ada niatan pergi main ga hari ini?"
Dean tambah bingung.
"Ha?"
Sejenak Dea menarik napas dalam-dalam. Sekedar meredakan rasa gugupnya saat ini. Benar, Dea sangat gugup. Karena ini yang pertama baginya.
Dea menghembuskannya kasar dan menatap mata hitam itu dalam-dalam.
"Ayo bolos bareng gue."
***
"Tumben lo ngajak gue bolos? Setau gue, lo murid teladan di kelas."
"Ck! Bisa aja lo. Gue ga seteladan itu kali."
"Tapi emang iya sih, gue bolos pertama kali, ya ini." lanjutnya.
Dean tertawa keras. Tidak menyangka bahwa gadis yang tengah ia bonceng saat ini tidak pernah membolos sekalipun selama hidupnya. Sebentar Dean geleng-geleng pelan.
"Kenapa tertawa? Emang lucu ya?"
"Ga! Gue cuma heran aja." Dean masih tertawa.
"Heran kenapa emang?" Dea sedikit memiringkan wajahnya.
"Ya heran aja. Masa ada orang yang ga pernah bolos sekalipun? Kan itu langka."
"Yeee...itu mah lo. Sukanya bolos aja." Dean yang mendengar gerutuannya Dea malah terkekeh pelan.
"Oh iya, ngapain lo mau bolos?" tanya Dean setelah tertawanya reda.
"Ya gue cuma mau rasain gimana rasanya orang bolos itu. Ternyata biasa aja. Rugi gue bolos." ucap Dea asal.
Dean berdecak pelan. Masih menatap jalanan didepannya.
"Lo belum tau aja, bolos itu menyenangkan. Ga harus dengerin pelajaran yang membosankan. Ga perlu ngerjain tugas. Dan ga perlu denger omelannya guru. Itu nilai plusnya."
"Tapi gue masih biasa aja. Ga ngerasain apa-apa." ucap Dea datar.
Dean berdecak pelan.
"Oke, gue bakal buktiin sama lo, kalo bolos tuh nyenengin."
"Ha? Maksudnya?"
"Makanya pegangan!"
Brumm!!
Belum sempat Dea berpegangan, Dean terlebih dahulu mempercepat kecepatan motornya. Dan alhasil Dea hampir terjungkal kebelakang sebelum dia memeluk erat Dean.
"Enak ya ternyata." ucap Dean riang.
"Ha?" Dea tidak paham ucapannya Dean.
"Dipeluk elo, enak juga."
Sontak Dea melepaskan pelukan itu dan memukul keras bahunya Dean.
"Aw! Kenapa di lepasin sih? Kan enak." Dean terkekeh.
"Nih! Makan tuh enak!" Dea terus memukul bahunya Dean dengan keras.
--------------***------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DE
Teen Fiction"Cinta? Huh! Rasanya mustahil sekali bagiku. Sesuatu yang ga berguna, yang membunuhku perlahan. Memikirkannya saja aku tidak pernah, bahkan aku tidak ingin memikirkannya." Dea, siswi cantik yang duduk di bangku SMA itu sudah merasakan pukulan dunia...