Part 25. Kecewa Lagi

476 15 0
                                    

La, main kerumah Tante yuk! Kita makan bareng. Lagian ini weekend. Kamu ga usah belajar sama Nino. Cukup temenin Tante sama Nino aja dirumah. Ya? Tante tunggu lho.

Sudah kesekian kalinya Dea melihat isi chat itu. Ya, chat dari Tante Sinta. Sejenak Dea mengingat Dean. Kenapa cowok itu benci kepada Tante Sinta? Padahal kan Tante Sinta orangnya baik. Sejarusnya dia harus bersyukur masih mempunyai Ibu dan hidup dalam perlindungan mereka.

Dea kembali menimang-nimang ajakan Tante Sinta padanya. Seharusnya Dea senang dengan tawaran itu dan langsung menerimanya. Tapi bagian sedihnya, jika dia melihat Tante Sinta, dia seperti melihat Bundanya sendiri sekaligus penderitaan yang ia alamai.

Sejenak Dea menarik napas dalan-dalam dan memejamkan matanya. Berusaha menghilangkan rasa sakit yang hinggap dihatinya saat ini. Dan tangannya terulur untuk membalas chat 10 menit yang lalu itu.

Maaf Tante. Dea ga bisa main kerumah. Dea ada tugas kelompok sekarang.

Ya, Dea terpaksa berbohong. Disatu sisi, dia tidak ingin menemui Tante Sinta. Di sisi yang lain, Dea tidak mau menyakiti Tante Sinta. Maka dari itu, dia terpaksa berbohong kalo hari ini dia kerja kelompok. Padahal ga. Bagaimana dia bisa belajar kelompok, kalo dia saja sama sekali ga mempunyai teman?

Dea terkekeh pelan. Menertawakan dirinya yang begitu menyedihkan. Betapa bodohnya dia dibodohi oleh semua orang?

"Apa gue ke cafe aja, ya? Sekalian, flashback waktu gue kerja disana dulu." dan akhirnya kaki mungil itu berjalan menuju cafe.

              ***

Kring!

"Selamat datang! Eh, De? Elo kesini? Mau ngapain? Kerja lagi?"

Dea tidak menghiraukannya dan lebih memilih duduk di dekat jendela. Tempat favoritnya. Lalu pelayan tadi cepat-cepat menghampirinya.

"Mau kerja lagi? Iya?" yang ditanya malah sibuk memilah minuman di buku menu.

"Espressonya satu." sejenak pelayan itu tersenyum getir. Dia hafal betul kalau Dea itu adalah gadis terdingin yang pernah ia kenal.

"Oke! Tunggu bentar ya!"

Dea mengabaikannya dan lebih memilih mengedarkan pandangan kepenjuru cafe ini. Seperti ucapannya tadi, karena dia ingin mengingat kembali masa-masa dia bekerja dulu.

Dea terus mengamatinya, dan terbitlah seulas senyum dibibirnya. Sedikit. Yang mana hanya orang yang mengamatinya saja yang tau kalo saat ini Dea tengah tersenyum. Tempat kerjanya itu udah seperti rumah baginya.

Sementara Dea tetap tersenyum, pandangannya teralihkan oleh suara tertawa 2 orang. Dea sudah lama tidak tertawa seperti itu. Dia rindu, tepatnya rindu kebersamaannya dengan Ibunya.

Suara tertawa itu semakin keras, sehingga membuyarkan ingatannya Dea. Dea sedikit sebal dengan hal itu. Otomatis dia menoleh keasal suara.

Betapa terkejutnya ia, karena yang tengah tertawa ialah cowok yang selama ini ia pikirkan? Mungkinkah ia memikirkan cowok itu akhir-akhir ini? Tapi kenapa? Dia begitu bodoh kalau memang itu terjadi.

Sejenak Dea mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia masih tidak percaya kalo disana Doni dengan seorang perempuan tengah tertawa bersama? Dan apa ini? Rasa sakit di hatinya? Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Prinsipnya dari awal, Dea benci sama Doni.

Tapi apa ini? Kenapa rasa sakit ini terus berlanjut tanpa henti? Sehingga diikuti tetesan airmata. Dea tidak percaya akan hal ini, kenapa Doni cepat berpaling padanya?

Karena Dea tidak dapat meredam emosinya, alhasil saat ini Dea tengah berjalan menuju tempat mereka berdua tengah bercengkrama bersama.

Brak!

Sontak suara gebrakan dari Dea itu membuat perhatian semua orang teralihkan. Termasuk dua orang didepannya saat ini. Dan anehnya, Doni hanya menatapnya datar. Tidak terkejut sama sekali. Tapi kenapa? Rasa sakit ini bertambah seiiring waktu.

"Don! Elo--."

"Apa? Mau apa lo kesini? Hah?"

Apa ini? Benarkah ini Doni? Cowok yang selalu berusaha mengganggunya kemarin-kemarin?

Seketika Dea terdiam seribu bahasa. Apa yang harus ia katakan? Apa sebenarnya tujuan ia datang pada mereka?

"Asal lo tau ya, saat ini lo udah ganggu gue sama pacar gue." dan cewek disampingnya itu tersenyum senang dan menggamit lengannya Doni.

"Gu-gue..."

Apa ini? Dea gugup?

"Apa?" masih dengan suara datarnya.

"LO BRENGSEK! GA SALAH ELO GUE SEBUT BRENGSEK!!"

Seketika Dea berlari meninggalkan cafe itu. Dia tidak mau disana. Karena jika ia tetap disana. Maka air mata ini akan jatuh disana juga dan semua orang bakal tau kalo Dea orang yang lemah. Ia tidak mau semua itu terjadi.

--------------***------------

DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang