Dea bangun dari tidurnya dengan napas yang memburu. Dadanya naik turun dan rambutnya ia acak-acak. Ia capek, ini sudah ke dua dia bermimpi tentang cinta pertamanya itu.
"Ini dimana lagi sih?! Gue capek!" Dea berhenti, karena daritadi dia sudah berlari cukup lama.
"Ga ketemu-ketemu juga pintunya!"
Saat Dea tengah terengah-engah sambil memegang lututnya, tiba-tiba ada seseorang memanggil dibelakangnya. Dan suara itu sangat familiar baginya.
"De?" pria itu berjalan mendekat, menunjukkan wajah yang tidak dapat diartikan.
"Doni? Ngapain kamu disini?" Dea juga ikutan mendekat. Dia tidak tega dengan wajah yang ditunjukkan Doni saat ini. Seakan dia lupa dengan apa yang telah Doni lakukan padanya dulu.
"Aku juga ga tau."
"Kamu sendiri? Kenapa kamu disini?" lanjutnya.
"Aku juga ga tau, tiba-tiba alu disini sendiri." Dea celingak-celinguk, berniat mencari pintu keluar dari sana.
Dea memicingkan matanya ketika dia menoleh kearah belakang. Ada sepercik cahaya disana, seperti pintu keluar.
"Doni! Itu disana ada pintu keluar. Ayo ikut aku!" dengan antusiasnya Dea menarik-narik tangan Doni. Dan Doni hanya diam.
"Kenapa? Ayo! Keburu hilang lagi pintunya." ucap Dea masih memegang tangannya Doni.
"Doni? Ayo ikut aku!" seorang gadis tengah berada dipintu keluar yang lainnya. Merentangkan tangannya, seperti ingin mengajaknya pergi darisana.
Doni sempat menoleh kearah gadis itu, lalu menoleh kearah Dea.
"Kenapa? Ayo ikut aku!"
"Aku harus ikut dia." Doni menunjuk gadis disana yang tengah tersenyum padanya.
"Kenapa?"
"Karena... Aku mencintaninya."
"Arrgghh!!" Dea rasanya frustasi.
"Kenapa gue mimpi itu lagi sih?! Ada apa ini ya Tuhan? Dulu gue dapat ngelupain dia. Tapi sekarang? Elo berusaha ingetin dia lagi lewat mimpi? Jahat lo!"
Tapi sedetik kemudian air mata jatuh dipelupuk matanya.
***
"De? Elo kok kayak ga ada tenaga gitu? Lemes banget. Elo belum makan?" tanya Dean pada Dea yang hanya menatap kedepan. Ketika Dean akan menyentuh keningnya, untuk memastikan keadaan Dea, dengan cepat Dea menangkis tangannya Dean.
"Jangan urusin gue! Urusin diri elo sendiri!" Dea pergi dengan sedikit menggeser kursinya, agar dia mempunyai ruang untuk keluar.
Emang kenapa gue? Perasaan gue baik-baik aja.
***
Dea sangat lapar kali ini. Kenapa tidak? Karena pagi ini dia tidak sarapan. Keburu telat katanya. Jadi dia langsung kesekolah, dan ketika dia berniat pergi kekantin membeli makanan, dengan sialnya uang jajannya ketinggalan dirumah. Dan alhasil disinilah dia, ditaman belakang sekolah. Ditemani dengan angin yang bertiup tenang.
Karena perutnya yang kosong, dan angin yang bersemilir nyaman. Dia tertidur dengan kepala bersandar pada pohon besar disampingnya.
***
"Kenapa gue kesini lagi, sih?! Capek gue! Udah perut kosong lagi." Dea mengomel-ngomel ga jelas. Tidak ada siapa-siapa disana. Dia juga sempat mencari makanan disana, tapi nihil.
"De?" Dea terkejut dengan panggilan seseorang yang familiar dengannya. Dia berusaha untuk tidak berpikiran kalo suara itu memang suara pria yang pernah dekat dengannya.
Dengan ragu Dea menoleh kebelakang, dan benar. Ternyata itu cinta pertamanya.
"Ngapain lo kesini lagi?" Dea sepertinya sudah tidak merasa kasihan lagi kepada Doni.
"Kenapa kamu sangat kasar kepadaku sih?" masih dengan wajah memelasnya. Dia memegang tangannya Dea.
"Pergi bareng aku yuk! Dipintu sebelah sana." Doni menunjuk dengan ekor matanya.
Tanpa disangka Dea menghentakkan tangannya.
"Gue ga mau pergi bareng elo."
"Kamu kasar banget sih sama aku? Kenapa?"
"Gue kasar kayak ini juga gara-gara elo. Gue kasar ga sama elo aja, tapi sama semua orang. Dan itu karena elo!" Dea mulai bergetar. Sepertinya air matanya akan tumpah.
"Aku minta maaf ya atas kesalahanku dulu. Sekarang kamu ikut aku ya!" Doni kembali memegang tangan Dea. Dea berusaha untuk melepasnya, tapi tidak bisa.
"Please, lepasin gue." dan benar, Dea mulai menangis.
"Enggak De. Aku sayang sama kamu."
"Tapi gue udah benci sama elo!"
"Aku mau kamu ikut aku, ya!" Doni sedikit menarik tangan Dea.
"Ga! Gue ga mau! Lepas!" masih juga ga dilepas.
"Please lepasin gue..." Dea mulai menangis.
--------------***------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DE
Teen Fiction"Cinta? Huh! Rasanya mustahil sekali bagiku. Sesuatu yang ga berguna, yang membunuhku perlahan. Memikirkannya saja aku tidak pernah, bahkan aku tidak ingin memikirkannya." Dea, siswi cantik yang duduk di bangku SMA itu sudah merasakan pukulan dunia...