Part 14. Rumah Kedua

569 23 2
                                    

Dea tengah berjalan dengan santainya pagi ini. Menggunakan jeans dengan jaket tebalnya, padahal hari ini cuaca cerah berawan. Memang, dia suka sekali dengan jaket tebal. Dari pada jaket kulit.

Dihari minggu ini, tadi dia ditelepon oleh ibu dari 'anak didiknya' untuk datang kerumah. Katanya suruh mengajarinya pelajaran kali inj, sekalian nitipin anaknya padanya.

Dea sudah sampai didepan rumah yang lumayan besar itu, tidak seperti rumahnya yang kecil. Dea sempat iri hati melihat rumah didepannya itu, tapi secepat mungkin pikirannya beralih.

"Kalo gue kerja keras, gue juga bakal punya rumah kayak gini."

Dia menekan bel disana, dan beberapa detik kemudian seorang wanita paruh baya membuka pintunya.

"Nak Fila udah datang? Ayo masuk!"

Selalu seperti itu, Tante Sinta selalu baik padanya. Setiap perlakuannya mengingatkannya pada sosok Bundanya.

Dea hanya mengangguk singkat tidak lupa dengan senyum manisnya, dia mengikuti Tante Sinta masuk rumahnya.

"Kak Filaa!!" Nino berlari dengan kencangnya dan memeluk erat Dea. Dea menanggapinya dengan senyuman dan mengelus-elus rambutnya.

"Nino kangen banget sama Kakak!" masih dengan keadaan berpelukan.

"Masa masih kemarin udah kangen?"

"Iya Kak, soalnya Kakak baik. Juga cantik." ucapnya sedikit dilirihkan. Dan itu membuat Tante Sinta dan Dea tertawa.

"Yaudah ya, Nino kan udah bareng Kak Fila. Mama tinggal dulu ya!"

"Lho Tante Sinta mau kemana?" tanya Dea setelah Nino melepaskan pelukannya dan berlari kekamarnya.

"Tante ada urusan bentar. Kamu jaga Nino ya!"

Dea berpikir sejenak. Ada yang ganjal.

"Maaf sebelumnya Tante, saya perhatikan, dirumah ini kok sepi banget ya? Kayak yang tinggal cuma Tante sama Nino doang." Tante Sinta yang masih berdiri disana sedikit tersenyum getir.

"Oh iya, sejak pertama kamu kerja disini, kamu ga tau semua orang yang tinggal dirumah ini, ya?"

Dea hanya mengangguk mengiyakan.

"Ada suami Tante, tepatnya suami baru, dia sering keluar kota jarang dirumah. Lalu Kakaknya Nino, dia juga jarang dirumah." seketika raut wajahnya berubah. Kenapa?

"Kakak tiri?"

Tante Sinta hanya mengangguk pelan.

"Emangnya dia kemana? Kerja juga?" Dea tidak bisa membendung rasa ingin tahunya.

"Dia... Ga suka kalo ada Tante dan Nino dirumah ini." wajahnya kelihatan murung. Dan iti menimbulkan rasa tidak enak dihati Dea.

"Aduh, maaf ya Tante. Saya ga bermaksud."

"Iya ga papa kok." Tante Sinta berusaha untuk tersenyum.

"Kalo ada apa-apa, Tante bisa cerita sama saya kok." Tante Sinta kembali tersenyum lagi, begitupun dengan Dea. Dia senang jika Tante Sinta juga senang, karena rasanya seperti sedang berhadapan dengan Bundanya.

"Terimakasih Dea, kamu baik sekali. Orang tua kamu pasti bangga punya anak seperti kamu." Dea tersenyum getir.

"Mungkin iya Tante, sayangnya mereka sudah ga ada." terlihat kalo Dea sedang memikirkan almarhumah Bundanya.

"Aduh maaf ya, Dea. Tante ga bermaksud." Tante Sinta cepat-cepat mendekat kearah Dea dan mengusap pelan bahunya.

"Ga papa kok Tante."

"Kalo ada apa-apa, kamu bisa cerita ke Tante. Anggap aja Tante itu ialah Bunda kamu." Tante Sinta tersenyum tulus.

"Beneran Tan?" nampak dari wajahnya kalo Dea sangat senang.

Dan dibalas anggukan serta senyum lebar dari Tante Sinta.

"Makasih ya Tante. Tante baik banget. Pasti anak-anak Tante bangga punya Ibu kayak Tante." tanpa disadari Dea memeluk Tante Sinta layaknya pelukannya dulu ke Bundanya.

"Sayangnya anak tertua Tante ga kayak gitu. Dia benci sama Tante. Dia ga suka kehadiran Tante dirumah ini. Dia bilang kalo Tante merebut posisi almarhumah Ibunya." masih dalam keadaan berpelukan. Dea sedikit mendongak keatas. Dan terlihat disana kalo Tante Sinta sedang bersedih.

"Tante ga papa kan? Kalo masalah Tante ga usah cerita."

"Tante ga papa kok, De. Tante cuma mau cerita. Tante ga punya temen cerita soalnya. Tante ceritanya cuma sama putri cantik Tante ini." dengan gemas Tante Sinta mencubit pelan pipinya Dea.

"Dia tampan, masih SMA juga, seumuran kamu ini."

Dea berpikir sejenak.

"Dia juga sekolah sama kayak Dea?"

"Oh iya! Dia juga satu sekolah sama kamu." ucapnya antusias.

"Maaf sebelumnya Tante, kalo boleh tau, siapa ya namanya?" agak ragu juga Dea bertanya seperti itu.

"Namanya, Dian. Dian Cakradika."

Seketika ucapan Tante Sinta itu menohok hatinya Dea. Ternyata dari siswa yang bernama Dean itu, yang setiap hari mengganggu dirinya, sebangku dengan dirinya, punya kehidupan seperti ini?

--------------***------------


DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang