Hari ini ialah hari minggu. Kebanyakan para murid yang lain menghabiskan waktu buat bermain dan quality time bersama keluarga. Tapi hal itu tidak berlaku bagi seorang gadis yang saat ini tengah sibuk melayani pelanggannya. Padahal saat ini masih pagi, masih pukul 6 pagi. Tetapi cafe itu sudah ramai dikunjungi oleh banyak orang. Rata-rata semuanya remaja.
"De! Tolong layani meja nomor 4 ya! Gue mau ke toilet bentar!"
Hanya dapat anggukan dari lawan bicaranya. Kemudian dia bergegas ke meja yang diberitahukan tadi.
"Maaf buat meja nomor 4. Saya--." Dea shock melihat Syila yang juga sedang melihatnya shock. Tanpa kedip. Tapi secepat mungkin Dea mengatur raut wajahnya menjadi datar kembali.
"De-Dea? Kenapa kamu ada disini? Ka-kamu kerja?" Syila beranjak dari tempat duduknya dan memegang kedua lengannya Dea. Sesegara mungkin disingkirkan oleh Dea.
"Kamu kerja? Iya?" tanyanya lagi.
"Kenapa lo nanya-nanya? Apa urusan elo?" jawab Dea dingin.
"A-aku temen kamu, De. Dari kelas 10." Syila kembali memegang kedua tangan Dea, tetapi kembali disingkirkan.
"Lo denger ya, gue ga punya temen. Dan ga ada yang namanya temen dalam hidup gue." seketika Dea pergi meninggalkan Syila yang tengah menangis disana. Bukan karena perkataan Dea yang menyakiti hatinya, tapi karena Dea tidak menganggapnya teman.
"A-aku harus gimana lagi, De, buat kamu ngerti kalo aku peduli sama kamu?"
***
Seorang gadis tengah duduk disalah satu bangku taman, yang hari ini sangat ramai. Pasti karena hari libur. Sejenak dia mengotak-atik handphonenya, lalu menempelkannya pada telinganya.
"De, kamu kesini sekarang juga!"
***
"Aku percaya sama kamu."
"Soal?"
"Dea." ucapnya lemas.
Saat ini Syila ditemani oleh Dean ditaman. Dean masih menatap Syila penuh selidik.
Apa yang terjadi padanya?
"Kenapa elo tiba-tiba percaya sama gue? Elo liat sendiri?" tanya Dean.
"Aku ga liat kalo Dea ada disupermarket. Aku liatnya Dea ada dicafe."
"Dia kerja." lanjutnya.
"Ke-kerja?" tanyanya Dean shock.
"Iya, tadi aku dicafe. Kan weekend. Aku berniat minum kopi bentar. Tiba-tiba waitersnya adalah Dea. Aku tanya, dia...dia..." Syila mulai kembali menangis. Secepat mungkin Dean menenangkan Syila dengan cara menepuk-nepuk pelan bahunya.
"Dia kenapa?" tanya Dean pelan.
"Dia ga nganggap aku sebagai temennya. Dia... Dia terlalu dingin untuk disentuh."
Dean berpikir sejenak.
"Ayo kita kesana!"
***
"Dea mana?" ucap Dean to the point. Dengan Syila yang tengah berdiri dibelakangnya.
"Maaf, Dea siapa ya?"
Dean dan Syila saling pandang.
"Bener kan ini cafenya?" bisik Dean.
"Iya bener kok."
"Dea waiters disini mbak. Ada orangnya? Kita mau ketemu sama dia." ucap Syila.
"Oh! Waiters yang namanya Dea itu ya? Baru saja dia keluar dari sini."
"M-maksudnya Mbak?"
"Dia mengundurkan diri dari pekerjaan ini."
***
"Kita kelamaan." ucapnya Syila lemas.
"Secepat itu dia lari? Dasar pengecut. Emang apa sih tujuannya? Hah?!" Dean mulai frustasi. Sampai-sampai dia sekarang tengah berdiri sambil nafasnya tidak teratur.
"Kenapa dia ngelakuin semua ini? Kenapa dia lari dari kita? Apa yang diinginkan Dea sebenarnya?" sekarang Dean terdengar lebih terkontrol.
"Gue capek, Syil. Dea terlalu sulit disentuh." Dean kembali duduk dan dielus-elus pundaknya pelan oleh Syila.
"Aku juga capek, De. Tapi aku tau, sebenarnya Dea tuh butuh kita."
"Apa yang membuat elo percaya kalo Dea sebenernya butuh kita? Dari awal lo udah bilang kayak gitu. Tapi nyatanya mana? Dia ga butuh kita kan?" Dean kembali beranjak dari tempat duduknya.
"Itu hanya alibinya saja, De."
"Darimana elo tau?"
"Dari teman masa kecilku dulu."
--------------***------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DE
Teen Fiction"Cinta? Huh! Rasanya mustahil sekali bagiku. Sesuatu yang ga berguna, yang membunuhku perlahan. Memikirkannya saja aku tidak pernah, bahkan aku tidak ingin memikirkannya." Dea, siswi cantik yang duduk di bangku SMA itu sudah merasakan pukulan dunia...