Dea sangat senang hari ini. Dia berasa kembali ke masa-masa SMP nya. Seperti flsahback memang. Tapi ga papa. Selagi hal itu membuat Dea senang. Karena saat ini, Dea tengah berjalan bersama Syila dan Dean disampingnya menuju parkiran. Dia tidak menyangka, orang yang dulunya berusaha mati-matian ia cegah, ternyata yang membuat dia tersenyum. Seperti saat ini. Apalagi Syila. Dea terkekeh akan hal itu.
Tiba-tiba Dea teringat. Kemana perginya 'masa lalunya' itu?
"Emm Syil?" Syila menoleh.
"Iya, De? Ada apa?"
"Btw, gue kok ga liat Doni ya kemarin-kemarin? Kayak ngilang gitu. Kemana dia?"
"Ck! Dea. Kamu ga tau apa. Doni tuh pindah sekolah lagi. Gara-gara Dean tuh. Kemarin Doni--hmmpphh!"
Syila yang hendak keceplosan dengan segera dibekap mulutnya oleh Dean.
Emang dasar ember.
"Dean ngapain Doni?"
"De, lo ngapain Doni kemarin?" lanjutnya.
"Ck! Lepas!!" dengan sekali hentakan bekapan itu terlepas juga.
"Ga bisa napas nih aku!" lanjutnya.
"Dean kemarin mukul Doni, De." ucapnya tenang. Dan seketika Dean membulatkan matanya.
Emang mulutnya ga bisa direm apa?
"Kenapa Dean ngelakuin itu?"
"Ck! Dean ngelakuin semua itu karena--hmmpphhh!!" Dean kembali membekap mulutnya Syila. Sebentar Syila menatap Dean yang lebij tinggi darinya itu juga menatapnya dengan tatapan. 'jika lo ngomonh sekali lagi, habis lo!'. Dan Syila hanya nyengir ga jelas.
"Karena Dean kenapa?" Dea masih keukeh bertanya.
"Ga! Ga ada apa-apa kok. Kita pulang yuk! Pasti Mama udah nunggu didepan." Syila berlari terlebih dahulu meninggalkan Dean yang merasa lega karena rahasianya tidak terbongkar dan Dea yang menatapnya bingung.
Untung aja Syila ga keterusan tadi. Kan ga lucu kalo Dea sampai tau.
***
Tok tok tok
"De?"
"Masuk aja, De. Ga dikunci lagi pintunya."
Cklek
Dean masuk ruangan itu. Ruangan yang ga pernah dimasuki oleh dirinya, ataupun Tante Sinta.
Dean melihat Dea tengah sibuk memasukkan pakaiannya kedalam tas. Terkadang Dea juga bolak-balik mengambil beberapa benda yang lupa ia masukkan juga.
"Lo lagi ngapain, De?" tanya Dean sekedar basa-basi. Padahal ia tau tujuan Dea melakukan semua itu.
Dea menoleh sebentar.
"Ini, gue lagi masukin barang-barang gue kedalam tas. Jadi besok ga perlu lagi deh terburu-buru kayak gini."
Dean terkekeh pelan.
"Elo jadi mau pulang kerumah lo itu, De? Lo baru tiga hari kali disini. Ga kasian apa sama Mama? Kan dia sendirian kalo lo ga ada."
Dean berbohong akan hal itu. Bukan itu maksudnya. Padahal semua itu tertuju padanya. Dean ga mau Dea pergi. Dia, merasa sepi.
"Kan ada lo, De. Lo bisa nemenin Tante Sinta. Lo juga anaknya."
"Tapi bukan putrinya." jawab Dean cepat.
Dea terkekeh pelan melihat kelakuan Dean yang seperti anak kecil itu. Dea duduk dipinggiran kasur, disamping Dean.
"Terus yang jadi 'rival' gue siapa?"
Dea kembali terkekeh.
"Gue kan bisa kapan-kapan main kesini dan jadi 'rival' lo lagi."
"Lagi pula gue pergi ga selamanya kok." ucap Dea sambil terkekeh dan menerawang keatas. Entah kenapa dia tiba-tiba kepikiran soal penyakitnya.
Dean menoleh kearah Dea cepat.
"Ck! Kenapa lo ngomong gitu sih? Ga lucu kali."
Dea kembali terkekeh. Entah kenapa, akhir-akhir ini dia sering terkekeh.
"Mending sekarang elo keluar dari kamar gue. Daripada gue denger ocehan lo yang bikin kuping gue sakit." Dea mendorong tubuh Dean keluar.
"Apa lo bilang? Jadi omongan gue tadi toa maksud lo?"
"Hahah! Ya ga lah. Becanda kali. Gue ngantuk kali, De. Udah malam juga." Dean sudah mencapai ambang pintu.
"Yaudah, sekarang lo keluar gih!" usir Dea.
Dean mendengus sebentar dan berjalan menuju kamarnya diseberang sana.
"De."
Dean menoleh tanpa minat kearah Dea yang masih berdiri diambang pintu.
"Good night." ucapnya dan pelan-pelan menutup pintu kamarnya.
Perlahan Dean tersenyum.
Good night too...
--------------***------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DE
Teen Fiction"Cinta? Huh! Rasanya mustahil sekali bagiku. Sesuatu yang ga berguna, yang membunuhku perlahan. Memikirkannya saja aku tidak pernah, bahkan aku tidak ingin memikirkannya." Dea, siswi cantik yang duduk di bangku SMA itu sudah merasakan pukulan dunia...