"Anak-anak, UN tinggal beberapa minggu lagi. Jangan lupa, siapkan diri kalian. Fisik maupun mentalnya. Raih nilai yang tinggi. Oke?"
"Oke Pak!!"
Kalimat itu masih terasa terngiang-ngiang dikepala Dea. Sejenak Dea memegang pelipisnya. Berharap rasa pusingnya dapat berkurang, tetapi tidak. Malah rasa sakit itu kian menjadi. Dan akhirnya disanalah Dea, tengah duduk disalah satu bangku disana.
Tok tok tok
"Masuk!"
Krek...
"Maaf, Bapak tadi manggil saya? Kalau boleh saya tau, ada keperluan apa ya Bapak manggil saya?"
"Uang bulanan juga sudah saya lunasi bulan ini." lanjutnya.
Bapak guru itu tersenyum sejenak.
"Bukan! Bukan soal itu kok."
"Lha terus?"
"Gini, Bapak tau, kalo nilai kamu itu lebih tinggi daripada nilai anak-anak yang lainnya. Jadi..."
"Jadi kenapa, Pak?" Dea mulai curiga.
"Jadi, Bapak berpikir untuk mendaftarkan kamu ikut jalur beasiswa di Inggris. Kemampuan kamu sudah cukup memadai."
Seketika Dea diam.
"Jadi? Gimana?"
Apa ini? Seharusnya Dea langsung bilang 'iya' pada guru itu. Ini kesempatan yang bagus. Tapi entah kenapa, Dea malah diam berpikir. Rasanya seperti ada yang membebaninya.
"Kamu ga harus kasih keputusan sekarang. Datang besok sore, sepulang sekolah, di kantor ya! Bapak tunggu."
Dea kembali memijit pelipisnya. Berharap rasa pusing itu hilang. Semakin ia memikirkan ucapan Guru tadi, dia semakin pusing.
Seharusnya Dea langsung bilang iya waktu itu, tanpa harus berpikir lagi. Tapi ini, Dea malah bingung harus jawab apa.
Sebentar Dea melihat jam tangan yang melingkar ditangan kanannya itu.
15.00
Lima belas menit lagi sudah waktunya pulang. Dan itu berarti Dea harus bisa kasih keputusan secepatnya.
Kemana Syila dan Dean? Dea juga tidak tau. Mungkin mereka sedang berada dikantin saat ini. Karena tadi dikelas tidak ada guru yang mengajar. Dan Dea langsung pergi kesini, ke taman belakang sekolah. Sekedar meredakan rasa pusingnya itu.
Ting! Tong! Ting!!
Bel pulang sekolah berbunyi. Dea panik sendiri. Dia bingung harus kasih keputusan apa. Sejenak dia teringat ucapannya didalam mimpinya waktu itu.
Pasti Bunda! Dea bakal buat Bunda bangga.
Dea menitikkan air matanya. Kenapa dia sangat sulit buat ambil keputusan.
Sejenak Dea menghirup napas panjang. Berusaha mengisi paru-parunya dengan udara sebanyak mungkin.
Tante Sinta, Syila, dan juga Dean. Maafin Dea.
Lalu menghembuskannya cepat.
"Baiklah, gue terima beasiswa itu!"
Ini semua demi Bunda. Ya, hanya demi Bunda.
--------------***------------
KAMU SEDANG MEMBACA
DE
Ficção Adolescente"Cinta? Huh! Rasanya mustahil sekali bagiku. Sesuatu yang ga berguna, yang membunuhku perlahan. Memikirkannya saja aku tidak pernah, bahkan aku tidak ingin memikirkannya." Dea, siswi cantik yang duduk di bangku SMA itu sudah merasakan pukulan dunia...