Part 4. Dia Menghilang

1K 37 0
                                    

Dea kemana? Tumben jam segini belum berangkat. Tasnya juga ga ada disini.

"Nah itu Syila, pasti Dea dibelakangnya." Dean berlari kearah Syila, berharap kalo Dea berada dibelakangnya. Tetapi hasilnya, nihil.

"Elo ga bareng Dea?" ucapnya ketika berhenti tepat didepan Syila.

"Lho, aku pikir Dea udah bareng kamu."

"Ga! Dia ga bareng sama gue. Malah gue pikir, dia barengnya sama elo."

"Terus, Dea kemana coba?" lanjutnya.

Diam sejenak.

"Pasti Dea agak terlambat sedikit. Mungkin dia masih dijalan."

Dean hanya angguk-angguk.

"Duduk lagi sana gih!"

Dean mengikuti apa yang diucapkan Syila tadi. Dia kembali duduk dibangkunya sambil menatap kursi kosong disampingnya.

Kemana sih elo, De?

              ***

"Dea Syafila?" panggil guru didepan.

"Dea Syafila?" ulangnya. Dan Dean resah dibelakang sana.

"Mungkin dia terlambat, Pak!" ucapnya.

"Terlambat? Ga mungin terlambat sampai jam segini. Pasti dia memang ga masuk. Kenapa dia ga masuk? Ada alasannya?"

Tidak ada yang menyahut. Ketua kelas pun hanya diam.

"Tidak ada alasan, Pak. Kami tidak menerima surat dari Dea sama sekali." ucap ketua kelas.

"Oh." lalu guru itu menulis sesuatu di daftar absennya.

Kemana sih elo, De?

Dean mulai geregetan sendiri.

              ***

"Terus gimana nih?" ucap Dean cemas.

"Gimana kalo kita kerumahnya Dea?"

"Emang elo tau rumahnya?"

Dan pertanyaan Dean itu mendapat gelengan dan cengenges dari Dea.

"Gitu sok sok an tau." sungut Dean.

"Yah maaf De."

"Ck! Tapi masa lo ga tau rumahnya sih? Kan elo udah tiga tahun temenan sama dia." Dean marah sendiri.

"Iya sih, aku anggapnya temen. Tapi entah Dea anggapnya apa."

"Dia aja ga pernah beritahu aku soal rumah ataupun keluarganya." lanjutnya.

"Terus ini gimana?"

"Ck! Kamu daritadi nanya mulu. Yah mikir juga lah! Masa aku aja yang mikir!"

"Ck iya iya." lalu mereka berdua kembali berpikir lagi. Sampai terdengar dering handphone. Dan ternyata itu dari handphonenya Syila.

"Iya Ma?"

"..."

"Oh iya iya, ini Syila udah waktunya pulang kok."

"..."

"Apa? Ga bisa jemput? Oh yaudah ga papa, Syila bisa naik taksi."

"..."

"Iya, Syila sendiri."

"..."

"Lho? Kalo ga naik taksi terus Syila pulangnya gimana?"

"..."

"Tapi siapa, Ma?"

"..."

"Hmm iya iya. Iya Syila pulang."

"..."

"Iya." lalu telepon ditutup.

"Terus gimana?" Dean masih keukeh bertanya.

"Emmm De?"

"Kenapa lo tiba-tiba melas kayak gitu?" Dean mulai curiga dengan sikapnya Syila yang tiba-tiba berubah menjadi lembut plus melas gitu.

"Boleh anterin aku, ga?"

"Tenang, entar sebagai balasannya aku traktir dikantin deh besok. Sama Dea juga." lanjutnya cepat.

"Hm. Yaudah ayo!"

              ***

"Ga mampir dulu, De?" ucap Syila setelah melepas helmnya.

"Ga papa, gue langsung cabut dulu, ya!" lalu Dean mulai menstarter sepedanya.

"Kenapa De?"

"Apanya?"

"Wajah kamu."

"Emang wajah gue kenapa? Ganteng? Jelas lah." diiring kekehan dari Dean dan gelak tawa dari Syila.

"PD banget kamu."

"Lah terus?"

"Itu, muka kamu kayak cemas gitu. Mikirin Dea ya?" tebak Syila seketika.

"Ah ga! Ga mungkin kan gue mikirin dia. Lagipula buat apa gue mikirin dia? Temen aja ga, kan?"

Lalu Dean meninggalkan pelataran rumahnya Syila.

Aku tau kok, kalo kamu tadi mikirin Dea. Cemas sama Dea.

--------------***------------

DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang