Part 29. Sebuah Harapan

422 13 0
                                    

"Maaf Adek-adek dan juga Ibu, pada hari ke 15 nanti, jika saudari Dea Syafila masih tidak bangun juga, terpaksa kami harus melepas berbagai alat itu."

Ucapan Dokter itu masih terngiang di pikirannya Dean. Dan saat ini, dia tengah duduk ditempat tunggu bersama Syila dan juga Mamanya.

Dean gelisah. Karena hari ini adalah hari ke-15 Dea koma. Dan seperti ucapan Dokter, berbagai peralatan akan dilepas hari ini.

"Ma, Dean akan masuk dulu!" Dean sempat berdiri dari duduknya namun tangannya dicekal oleh Mamanya.

"Kamu mau ngapain?"

"Dean mau ngobrol sama Dea."

Tante Sinta hanya bisa menghembuskan napas lelah. Dia kasihan kepada Dea yang dihadapi berbagai cobaan seperti ini. Dia juga kasihan kepada Dean yang seperti tersiksa.

Cklek

Dean duduk dikursi disamping tempat tidur. Dilihatnya kembali wajah lelah itu.

Hhh

Dean memegang tangan kecil itu.

"De, bangun ya! Lo ga kasihan apa liat Mama sedih kayak gitu? Oh iya, sekarang gue udah manggil dia mama gara-gara ucapan elo tempo hari. Makasih ya De, masih ingetin gue. Berarti elo juga peduli sama gue."

"..."

"Lo tau ga, jika lo ga segera bangun, Dokter akan ngelepasin elo dari kami. Semua orang sayang elo, De. Kamu bangun ya!"

Masih tidak ada tanggapan dari Dea. Dean mulai menitikkan air matanya yang terasa kering. Kenapa? Karena setiap malam, sebelum tidur, dia selalu berdoa pada Tuhan agar gadis didepannya ini diberi kehidupan.

Cklek

"Baik, Adek boleh keluar." Dokter itu masuk kedalam ruangannya Dea bersamaan dibelakangnya disusul Mamanya dan Syila yang tengah menangis hebat.

"Dokter! Saya mohon jangan lepas alat-alat itu!" Dean memegang tangan kanannya Dokter itu sangat erat. Dia tidak rela jika gadis yang ia sukai itu sampai meninggalkannya secepat ini.

"Tapi kami harus melepasnya."

Dean masih keukeh memegang tangannya Dokter itu. Para suster bingung harus bagaimana.

"Nak, biarlah Fila pergi ya! Kasihan dia setiap hari tersiksa. Harus pakai alat-alat itu. Biarkan dia tenang, ya!" Tante Sinta berjalan menuju Dean. Berusaha menenangkannya. Padahal dia sendiri saat ini juga ikutan menangis.

Tapi tangan itu ditepis oleh Dean.

"Saya mohon Dok! Saya mohon sekali ini saja. Tunggu lima hari lagi, ya! Kalo pasien masih ga bangun, Dokter bisa melepasnya." Dean nyerah. Hanya itu yang bisa ia ucapkan.

Ucapan Dean barusan malah membuat Syila tambah menangis dan ikutan mendekati Dokter itu.

"Bener kata temen saya, Dok. Beri pasien kesempatan lima hari lagi, ya! Kami mohon!"

Sejenak Dokter itu bercakap-cakap dengan susternya.

"Baiklah, kami beri pasien lima hari lagi. Tapi jika pasien masih tidak bangun juga, terpaksa kami harus melepas alat-alat yang melekat pada tubuhnya itu."

Lalu Dokted itu pergi bersama dengan para susternya meninggalkan Syila yang terduduk lemas dilantai. Tante Sinta yang masih menangis. Dan Dean yang menatap harap ke arah Dea.

Lo harus bangun De! Jangan sampai semuanya terlambat. Inget! Semua orang disini sayang sama lo. Termasuk gue.

--------------***------------

DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang