Part 21. Petunjuk Baru

498 17 0
                                    

Dea memasuki kelasnya dengan wajah datarnya. Dia pandai sekali menyembunyikan perasaannya kali ini. Yang sebenarnya dia masih tidak mengerti, kenapa Doni kembali kepadanya lagi? Karena mencintainya? Tidak tidak, pasti karena gadisnya itu sudah meninggal. Ck!

Syila yang sedang menatap handphonenya sedikit-sedikit menoleh ke arah Dea yang seperti biasanya. Terpejam matanya dengan headseatnya. Dan Syila hanya bisa menghembuskan napas lelah.

Dea merasakan sentuhan satu jari di lengan kanannya. Kenapa lagi dengan Dean? Dia tidak peduli.

Kembali Dea merasakan satu sentuhan di lengan kirinya. Dia sudah tidak bisa membiarkannya. Dia membuka matanya, berniat untuk melihat Dean yang sedang asik dengan handphonenya? Terus yang menyentuhnya tadi siapa?

"Apa?" tanya Dean melihat gadis disampingnya menatapnya sedari tadi.

Dea malah kembali menoleh kedepan dan mendapati cowok yang sedari tadi mengganggunya.

"Hay!" Dea memelototkan matanya.

"Elo? Ngapain elo disini?"

Ya, dia Doni.

"Duduklah." jawabnya santai.

Dasar bodoh.

"Kenapa lo duduk disitu?" Dea baru ingat, memang kursi didepannya itu sudah lama tidak ada yang menempati.

"Aku sekolah disini kali." jawabnya santai.

"Elo kenal sama Doni, De?" sekarang Dean mulai ikut bergabung. Meninggalkan handphonenya.

"Dea pacar aku lagi."

Dean terkejut seketika.

"A-apa? Dea pacar elo?"

"Elo percaya sama omongannya?" Dea menoleh kearah cowok disampingnya.

"Bodoh lo!"

Dean yang dikatai seperti itu tidak terima. Tetapi apa boleh buat, dia harus meredamnya karena ada guru mapel sekarang sudah memasuki kelas.

15 menit kemudian...

"Siapa yang bisa soal ini?" guru itu menunjuk pada soal yang baru ia tulis dipapan tulis.

"De! Maju kedepan!" secara serentak mereka berdua, Dea dan Deni berdiri dari kursinya. Dan itu membuat perhatian para murid yang lain teralihkan.

"Wahhh serasi tuh!"
"Kok bisa barengan gitu ya?"
"Jelas lah! Namanya kan mirip."

Dea kembali duduk seketika, berusaha cuek dengan sekitarnya. Berbeda dengan Dean yang malah cengir-cengir ga jelas. Doni yang melihat itu sepertinya cemburu.

              ***

"Ngapain elo ngajak gue kesini?" Dean berkacak pinggang dan mengomeli gadis berkacamata didepannya itu.

"Sssttt! Jangan kenceng-kenceng omongnya. Aku punya satu info baru." Syila menaikkan alis kirinya.

"Ck! Sok gaya lo. Cepet bilang, apa infonya?"

"Ternyata, Dea sama Doni saling kenal."

Dean terdiam sejenak. Kemudian tawanya pecah. Refleks Syila membekap mulutnya Dean dan mereka berdua saling pandang cukup lama. Kemudian Dean tersadar lebih dulu.

"Ck! Lepas! Ga usah megang-megang mulut gue."

"Lagian kamu tadi tawa kenceng banget." sungut Syila.

Kemudian Dean mengingat kembali omongannya Syila tadi.

"Jelas lah gue tawa. Elo konyol banget."

"Maksudnya?"

"Ck! Elo bilang Dea sama Doni saling kenal kan? Yah jelas lah, kan mereka satu kelas. Sama kita juga. Kita juga kenal Dea kali, ga Doni aja."

Syila menggeleng cepat.

"Bukan itu maksud aku, De. Maksud aku tuh, mereka berdua udah saling kenal lama dulu. Sejak SMP."

Dean yang awalnya asik terkekeh kemudian diam seketika.

"Elo beneran? Ga boong kan lo?"

"Ck! Aku ga boong. Aku denger sendiri tadi saat di perpus. Mereka berdua berdebat mengenai masa lalu mereka. Doni yang meminta maaf dan Dea yang mengacuhkannya. Dan menurutku intinya, Doni meminta maaf kepada Dea karena meninggalkan Dea demi gadis lain. Dan parahnya lagi, gadis lain itu sahabatnya Dea dulu. Sekarang dia udah meninggal."

Kenyataan itu seperti menampar Dean. Jadi, ini sebabnya Dea dingin banget sama sekitar? Karena dia sudah ga percaya lagi dengan orang lain?

"Terus?"

"Dea ga maafin."

--------------***------------

DETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang