🍃15. -Istiqomah-

3.8K 199 19
                                    

Nayla duduk bersila di atas kasur, matanya mengarah fokus pada ponsel,

082123456789 : Malam, Nayla. -Aldi Dwi putra

Tiba-tiba pesan masuk dari nomor tanpa nama, setelah membaca isi pesan tersebut, jari Nayla tergerak membalas.

Nayla : oke.

Satu menit

Nayla mengedit nomor kak Dwi, menambahkan nomor baru itu di kontak miliknya.
Dua menit, tak ada notifikasi balasan dari Dwi,

Hingga menit ke-tiga, ponselnya berdering, lagu despacito mengalun. Itu pertanda, sebuah panggilan masuk

Nayla tak langsung mengangkatnya, ia biarkan waktu panggilan habis.
Kak Dwi : angkat, Dek

Ponsel Nayla kembali berdering, panggilan dari kak Dwi kembali masuk,

Nayla menimang ponselnya, angkat atau tidak? Jujur ia bingung. Tapi, mengingat pesan yang di kirim Dwi, Nayla tidak ragu lagi, ia mengslide layar ponselnya ke arah telepon bewarna hijau.

 
"Hallo?" Buka Nayla.

---
Semilir angin lagi-lagi menampar pelan wajahnya, rambut yang tidak tertutup oleh jilbab, dan tidak diikat, ikut terbawa oleh hembusan angin,

 
Nayla sedang menunggu angkot sebagai transportasinya ke sekolah, seperti biasa, bersama Akbar.

 
Tetapi kali ini berbeda, baik Nayla ataupun Akbar tidak ada yang berbicara, semuanya diam membisu, Nayla masih sedikit kesal dengan Akbar akibat keingintauan laki-laki itu yang begitu besar, Nayla menyibukan diri dengan ponselnya, sedangkan Akbar menatap tanah lalu jalanan.
Tak lama menunggu, angkot pun datang.

 
kali ini berbeda, angkotnya penuh. Hanya bisa diisi oleh satu penumpang lagi saja.
Menunggu angkot berikutnya lewat? Tidak mungkin! Jika mereka melakukkan itu, mereka bisa telat sampai di sekolah.

 
"Cepat masuk," Perintah Akbar,

 
Nayla menatap Akbar heran, "terus elo?"

"Saya berdiri,"

Nayla mengangguk, lalu melangkah masuk dan duduk dibangku angkot yang dipenuhi oleh penumpang lain, sedangkan Akbar berdiri dipintu angkot,  bagaikan kenek bus kopaja di jakarta.
---
Nayla tiba di depan pintu kelasnya, tangannya mulai membuka pintu yang tertutup, dalam hati ia was-was karena takut telat di jam pelajaran pertama.

 
Saat pintu telah di buka, Nayla langsung menatap meja guru dan merasa heran, yang duduk di meja guru adalah Bu Nita guru Ips sekaligus walikelasnya, pasalnya hari ini tidak ada pelajaran Ips.

kenapa Bu Nita?  Bukannya Bu Dena? Batin Nayla

"Maaf saya telat Bu," Ujar Nayla

"Iya tidak apa-apa, silahkan duduk,"

 
Nayla mencium punggung tangan Bu Nita, lalu berjalan menuju mejanya.
"Sya, kok Bu Nita sih?" Herannya berbisik kepada Tasya,

"Gua juga ga tau, Bu Nita baru aja mau ngomong tadi, eh lo dateng," Balas Tasya,

 
"Assalamualaikum, selamat pagi anak-anak," Buka Bu Nita,

"Waalaikumsalam Bu,"

"Kalian pasti bingung kenapa ibu yang mengisi pagi ini?" Katanya, dan direspon oleh para murid dengan anggukkan,

"Inalillahi wainnaillaihi roji'un, Malam tadi Bu Dena, selaku guru mata pelajaran pendidikan Agama islam, meninggal karena penyakit kanker yang dideritanya. Ibu dan para guru lain pun kaget mendengarnya, Bu Dena tidak pernah bercerita jika dirinya mempunyai penyakit menyeramkan itu, beliau hanya izin saja tidak mengajar. Kehadiran ibu di sini, ingin meminta bantuan Do'a dan sumbangan dari kalian, semoga amal ibadah Bu Dena di terima di sisi Allah,"
Para murid dibuat tercengang dengan berita ini, mereka yang menuduh dan selalu berpikir jika guru hanya makan gaji buta saja, merasa malu dan berdosa, pasalnya Bu Dena memang jarang sekali masuk, hampir selama smester dua ini pun, almarhum tidak pernah mengajar. Tetapi ternyata dibalik itu semua, ini alasannya.

Istiqomah[Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang