Campur Aduk

43 3 0
                                    

Permainan hari ini berjalan lancar, walau diawali dengan kejadian yang kurang menyenangkan, namun murid murid tetap bersemangat dan melupakan kejadian tadi.

Setelah lelah bermain, dengan pakaian yang telah dipenuhi oleh lumpur, para murid berkumpul di taman teduh di seberang padang lumpur itu untuk beristirahat.

Karena saking bersemangatnya bermain, murid murid banyak yang kehabisan minuman, dan persediaan yang dibawa oleh para pengajar pun sudah ludes.

Bu Sonjeong lalu meminta dua pengajar lain untuk membeli minuman bersoda di kota, karena di supermarket setempat pun sudah kehabisan persediaan. Semua murid begitu senang dan bersemangat mendengar hal itu. Mereka rela menunggu setengah jam dengan sabar agar bisa mencicipi segarnya minuman bersoda yang hanya sekejap bisa menghilangkan dahaga mereka.

“Seulgi, kau benar benar tidak punya minuman lagi?” tanya Irene yang bibirnya sudah kering karena kehausan.

“Tidak, aku hanya bawa sebotol. Jika kau tahu akan begini, kenapa kau tidak bawa dua botol?”

“Aku tidak tahu akan sehaus ini. Ah! Aku jadi menyesal karena terlalu bersemangat tadi.” Irene merengut. Lalu ia melihat Wendy yang sedang berbaring di bawah rindangan pohon, di sampingnya. “Wendy, bagaimana denganmu?”

“...”

“Wendy, apa kau punya minuman lagi? Beri aku sedikit saja..”

“...”

“Wendy-ah..”

Bukannya menjawab pertanyaan Irene, Wendy malah mengetik sesuatu di ponselnya.

‘Tolong jangan ajak aku bicara dulu. Jika aku banyak bicara, aku akan mati kehausan disini. Dan aku tidak punya minuman lagi.’

Irene mendesah membaca pesan yang ditulis Wendy, dan Wendy pun tetap diam lalu memejamkan matanya. Dia sudah merasa seperti penjelajah yang sedang bertahan hidup di tengah gersangnya gurun pasir. Benar benar dramatis.


Irene benar benar kehausan sekarang, tenggorokannya sangat kering. Ia bahkan tidak butuh minuman soda, ia hanya ingin air mineral.

Seketika matanya langsung membola saat matanya yang tadi berkeliaran tak sengaja melihat sebotol air yang masih utuh. Sejenak ia berpikir ini adalah fatamorgana, tapi sejenak kemudian ia menyadarkan dirinya bahwa dia bukanlah Wendy si dramatis. Yang dilihatnya ini benar benar nyata. Bagaimana bisa di tengah kehausan ini, ada satu murid yang masih memiliki minuman yang utuh. Apa ia tidak merasa kehausan sama sekali? Irene segera menyingkirkan pikiran pikiran yang tidak penting di otaknya, saat ini, ia hanya ingin meminta setengah saja air dari botol itu.

Namun saat Irene melirik si pemilik botol itu, dirinya langsung gondok setengah mati. Ia langsung mengurungkan niatnya untuk menghampiri si pemilik botol yang masih utuh itu.

‘Tidak. Aku tidak mungkin meminta padanya. Aku harus menahannya. Harus!’ Irene memerintahkan dirinya sendiri.

Ia bukannya gengsi meminta sedikit air dari si pemilik botol itu, tapi jika si pemilik botol tidak menggodanya tempo hari, ia pasti tidak akan segan untuk memintanya.

‘Ah! Dari sekian banyak orang, kenapa harus dia yang memiliki minuman utuh!’ gerutu Irene dalam hatinya.

Irene lalu memutar arah duduknya untuk menghindari pandangannya yang terus terusan melirik ke arah botol utuh itu. Ia berusaha sekuat tenaga menahan walaupun kini sepertinya ia sudah tidak akan kuat lagi menahan dahaganya.

-

Baru 5 menit berlalu, tapi seakan sudah 5 hari bagi Irene. Dua puluh lima menit lagi Irene harus menanti kedatangan minuman yang akan menghilangkan dahaganya ini, tapi seakan ia harus menunggu 25 jam lagi. Ia benar benar tidak kuat.

Look HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang