Awal Mula

47 3 0
                                    

Enam bulan yang lalu…

Seperti biasa, Jisoo selalu bersemangat luar biasa ketika ada murid baru di sekolah ini. Walaupun Jisoo tahu kebanyakan murid pindahan di sekolah ini adalah murid yang nakal dan tidak bisa diajak berteman, Jisoo tetap ingin melakukannya.

Dan sampailah hari dimana sang murid baru bernama Kim Namjoon masuk ke sekolah ini. Dengan penampilan acak acakan dan tatapan tajam yang selalu ia edarkan kemana mana, membuat semua yang ada di sekolah ini yakin bahwa dia adalah seorang gangster. Tak ada yang senang apalagi nyaman dengan keberadaan Namjoon yang selalu dingin dan kasar pada semua orang. Tapi lain halnya dengan Jisoo.

Awalnya Namjoon tidak menanggapi tingkah Jisoo, namun karena muak terus menerus didekati, ia akhirnya berkata kasar bahkan mengancam Jisoo.

Namun hal itu malah membuat Jisoo makin semangat untuk mendekati Namjoon. Bukan tanpa alasan. Jisoo menarik kesimpulan sederhana dari tanggapan Namjoon terhadap dirinya, Namjoon hanya mampu bersikap kasar dalam lisan padanya, Namjoon tidak pernah memukul bahkan menyentuh Jisoo dan perempuan perempuan lain. Itu artinya, Namjoon masih memiliki perasaan, walaupun hanya sebutir. Jisoo yakin, dengan sifat temperamen yang dimiliki Namjoon, dia tidak akan pernah melukai perempuan.

Hari demi hari berlalu. Tes lari cepat di kelas olahraga akhirnya dimulai. Namjoon tidak melakukan pemanasan dengan baik. Karena itu, saat gilirannya, ia terjatuh dan kakinya terkilir, celananya robek dan lututnya berdarah.

Pak Yoo, pelatih olahraga, menghampirinya dan menyuruh murid lain untuk membantunya berdiri. Tetapi tidak ada satupun yang berani melakukannya.

Tak lama kemudian, Jisoo pun datang dengan secepat kilat dan menghampiri Namjoon. Saat Jisoo hendak merangkul bahu Namjoon, ia malah didorong hingga terjatuh. Semua murid membantu Jisoo, tetapi tidak ada yang membantu Namjoon.

Akhirnya Namjoon berdiri sendiri, lalu pergi dengan jalan terpincang pincang.

Setelah kelas olahraga usai, Jisoo mencari Namjoon ke semua penjuru sekolah, sampai ia menemukannya di belakang asrama. Jisoo melihat Namjoon sedang duduk di bawah pohon dengan lutut yang masih berdarah. Ekspresi wajah Namjoon saat itu entah menggambarkan kemarahan, kekecewaan, penyesalan, Jisoo tidak tahu. Ia pun langsung menghampiri Namjoon dengan kotak P3K yang tergenggam di tangannya.

Jisoo duduk disamping Namjoon dengan berhati hati, “Kau atau aku yang akan mengobatinya?”

“...”

“Lukanya akan terinfeksi jika tidak segera diobati..”

“TAK BISAKAH KAU URUSI HIDUPMU SENDIRI?!!!” bentak Namjoon.

“Tidak.” Jisoo menatap Namjoon serius, “Aku tidak bisa mengurusi dan menjalani hidupku seorang diri. Karena aku butuh orang lain.”

Seketika Namjoon tersentak. Benteng pertahanan dirinya yang telah ia bangun begitu kokohnya seketika hancur berkeping keping. Perkataan Jisoo yang begitu sederhana seakan mencambuk keras dirinya.

Sejak saat itu, Namjoon sudah bisa mengontrol dan menahan emosinya. Dan yang paling ajaib, sikap Namjoon mulai berubah terhadap Jisoo. Namjoon kini sudah membiarkan Jisoo mendekati dirinya, tidak marah, tidak juga menghiraukan. Ia hanya menerimanya begitu saja. Namjoon juga sering menemani Jisoo saat makan siang di kantin. Saat mereka berada di kelas yang sama, Jisoo selalu duduk di samping Namjoon. Tak jarang juga mereka duduk berdua saat jam istirahat. Jisoo selalu menceritakan apa saja pada Namjoon, dan Namjoon selalu menjadi pendengar setianya.

Jisoo pun tidak ingin egois. Walaupun Namjoon masih tertutup dan tidak banyak bicara, Jisoo selalu memancingnya supaya lebih terbuka pada dirinya sendiri maupun orang lain.

Ada satu kejadian lagi yang selalu membekas di pikiran Jisoo. Sederhana sekali memang.. tapi begitu berarti karena yang melakukannya adalah seorang Kim Namjoon.

Saat itu.. tepatnya saat bazar es krim tahunan yang selalu diadakan di kantin.

Jisoo ingin sekali membelinya. Ia pun mengajak Namjoon untuk menemaninya. Karena Namjoon tidak suka keramaian, alhasil Jisoo pergi membelinya sendiri, dan Namjoon hanya menunggu di luar pintu kantin.

Banyak murid yang membeli es krim itu karena selain lezat, harganya juga jauh lebih murah dari yang dijual di toko. Namun sayang, es krim yang mereka bawa tidak begitu banyak. Tak sedikit pula murid murid yang tidak mendapatkan es krim itu. Jisoo beruntung karena mendapatkan es krim terakhir. Ia begitu bahagia dan segera berlari ke arah Namjoon dengan penuh keceriaan.

Namun saat ia dan Namjoon kembali ke kelas, sekelompok orang berlari dari belakang dan tak sengaja menabrak Jisoo hingga es krim yang ada di tangannya jatuh berserakan.

Orang yang menabrak Jisoo itu menoleh sebentar ke belakang dan berteriak minta maaf pada Jisoo, namun tetap berlari bersama teman temannya.

Namjoon yang melihat hal ini langsung geram dan berniat mengejar orang itu, namun Jisoo segera menahannya.

“Sudahlah, dia tidak sengaja.”

Namjoon mendesah kesal, “cepat beli lagi. Aku tunggu disini.”

“Itu es krim terakhir…” ucap Jisoo sedih.

Namjoon melihat ke kantin, dan benar, kantin sudah sepi, para penjual es krim itu sudah tidak ada lagi.

“Sudahlah, ayo kembali ke kelas.” ajak Jisoo dengan semangat yang sudah muncul kembali di wajahnya.

Saat di koridor menuju kelas mereka, lewatlah beberapa orang yang memegang es krim yang masih utuh di tangannya.

“Tunggu disini.” ucap Namjoon yang langsung pergi meninggalkan Jisoo entah kemana.

Tak lama kemudian, Namjoon pun datang dengan sebuah es krim di tangannya. Dia lalu memberikan es krim itu pada Jisoo.

“Darimana kau mendapatkannya?”

“...”

“Jangan bilang kau mencurinya dari orang yang lewat tadi?”

“...”

“Namjoon-ah..”

“Tidak.. aku tidak mencurinya. Aku.. membelinya.”

Namjoon sebenarnya tidak mau mengakuinya, tapi ia takut Jisoo akan marah dan mengembalikan es krim itu lagi.

Untuk lebih meyakinkan dirinya, Jisoo bertanya pada pemilik eskrim sebelumnya, dan dia membenarkannya. Dia bekata bahwa Namjoon bahkan membeli dengan harga yang sama dengan di toko. Awalnya dia tidak mau menerima uang Namjoon, tapi Namjoon memaksa dan akhirnya ia menerima dengan ketakutan dan segera pergi setelah menerima uang Namjoon.

Sungguh manis, bukan? Padahal Namjoon adalah orang yang tidak suka jadi pusat perhatian. Ia selalu marah jika ada orang yang melihatnya terlalu lama. Tapi, saat itu, saat semua orang untuk pertama kalinya melihat seorang gangster menenteng es krim, saat semua orang menatapnya dengan tatapan aneh dan heran, Namjoon berhasil menahan emosinya demi membawakan es krim kesukaan Jisoo.

Dan sejak kejadian manis itu, Jisoo merasa sudah mulai berhasil mengubah karakter Namjoon.

Namun anehnya, perubahan sikap Namjoon terjadi hanya terhadap Jisoo saja. Dia masih bersikap ‘gangster’ pada orang lain. Dia hanya bisa menahannya saat ada Jisoo.

Murid murid lain pun sebenarnya tak begitu terkejut dengan hal ini. Jisoo memang dari dulu selalu dekat dengan para gangster yang masuk ke Sekolah Kepribadian ini. Dan Jisoo selalu berhasil mengubah karakter beringas pada diri gangster gangster itu.

Namun Namjoon berbeda, dia lebih beringas dari  gangster sebelumnya. Itu sebabnya Jisoo membutuhkan waktu lebih lama untuk menjalankan misinya itu.


Namun sekarang, Jisoo malah membuat semuanya menjadi membingungkan. Namjoon berubah hanya pada Jisoo seorang. Dan sikap Namjoon yang perlahan jadi lebih manis kepadanya. Jisoo tidak tahu bagaimana caranya agar Namjoon juga berbuat hal yang sama pada orang lain.

----

Look HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang