Gusar

26 4 0
                                    

Mungkin karena makan siang sendiri, pikiran Jimin jadi melayang-layang. Dimulai dari pikiran tentang Jennie, tentang rasa bersalahnya pada Seulgi, dan kini, ada pikiran baru yang mulai menghantuinya, yaitu tentang perlombaan seni yang dikatakan Taehyung kemarin pada dirinya.

Ah, kemana perginya Taehyung!?’ gerutu Jimin kesal. Ia memang mencari-cari Taehyung sejak bel istirahat berbunyi tadi. Tapi sampai sekarang Jimin masih belum bertemu dengan Taehyung.

Dan semenjak mereka bersekolah disini, Jimin dan Taehyung jadi jarang mengobrol. Tidak seperti dulu, saat mereka selalu berada di kelas yang sama, mereka seakan-akan tidak bisa dipisahkan. Tapi sekarang mereka jarang sekali berada di kelas yang sama. Alhasil, Jimin menjadi pendiam dan merasa kesepian selama jam sekolah maupun istirahat. Tapi berbeda dengan Taehyung yang kepribadiannya sangat supel, kocak, ya walaupun kadang menyebalkan, tapi ia sudah memiliki teman baru seperti Jisoo. Sedangkan Jimin, ia lebih suka diam dan tidak suka menyapa orang duluan.

Jimin kesal karena ia benar-benar merasa kesepian sekarang. Ia juga semakin benci dengan sekolah ini. Dan karena tak ada teman mengobrol, pikirannya jadi kemana-mana.

Kini, pikiran Jimin tertuju pada perlombaan seni. Murid-murid di kantin pun sibuk membicarakan tentang perlombaan itu. Jimin juga sudah tahu saat ia melewati mading sekolah tadi pagi. Ia melihat brosur tentang perlombaan itu.

Jimin sebenarnya tidak berniat untuk mengikuti lomba itu. Tapi ia merindukan saat dirinya sering latihan dance bertahun-tahun yang lalu. Ia sangat suka menari. Apalagi tarian kontemporer. Memang ia tidak pernah mengikuti lomba apapun. Bahkan hobi tarinya itu hanya dirinya dan Taehyung saja yang tahu. Tak ada lagi yang mengetahui maupun menyadarinya, termasuk orangtuanya sendiri.

Tiba-tiba hasrat ingin menari lagi timbul di lubuk hati Jimin paling dalam. Ia segera menghabiskan makan siangnya dan bergegas pergi ke suatu tempat.




Jimin melangkahkan kakinya dengan mantap menuju ruang tari. Ia benar-benar tidak sabar ingin menari lagi. Selagi di sekolah ini ada ruang tari khusus yang memiliki cermin besar dan speaker yang memang dikhususkan untuk menari, Jimin akan menggunakan ruangan itu sebaik mungkin. Toh, dia di sekolah ini hanya 3 bulan. Kenapa ia tak mengambil kesempatan ini.

Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat pintu ruang tari yang sedikit terbuka. Ia lalu mendengar samar-samar suara pria dan wanita sedang berbicara dari dalam ruangan itu. Jimin mengenal suara prianya, itu suara Pak Choi, pelatih tari. Tapi suara wanitanya..Jimin seperti pernah mendengar suara wanita itu, tapi ia tidak tahu siapa..





--


“Seulgi, bapak mengerti bagaimana perasaanmu saat ini. Dan bapak juga menginginkan supaya dirimu bisa seperti Kai. Tapi bapak tidak mau kamu menjadikan semua ini sebagai beban. Kau anak yang sangat berbakat. Ketahuilah itu. Jadi jangan hancurkan kepercayaan dirimu hanya karena kau merasa terbebani.”

“Tapi, pak.. aku..aku hanya takut mengecewakan mereka yang sudah berharap penuh padaku. Aku benar-benar takut jika tidak berhasil seperti yang mereka harapkan. Aku..” lirih Seulgi.

Tadinya ia tidak ingin mengatakan tentang perasaan gusarnya ini pada Pak Choi. Tapi gara-gara Pak Choi datang melihatnya berlatih, ia terpaksa meluapkan perasaannya karena hanya Pak Choi-lah yang bisa mengerti perasaannya saat ini.

“Seulgi, mereka tentu berharap dan mendoakan yang terbaik untukmu, untuk bakat luar biasamu ini. Dan walaupun nanti kau tidak seperti yang mereka harapkan, tapi mereka tahu bahwa kau sudah mencoba. Mereka pasti tahu bagaimana perjuanganmu. Justru kau sudah sangat hebat karena berani mewakili sekolah ini dan ‘bertarung’ dengan sekolah-sekolah umum yang bergengsi di kota sana. Apa kau ingat? Kau-lah yang menjadi perwakilan pertama dari sekolah ini, dan kau juga yang membuat nama sekolah ini menjadi lebih baik di mata masyarakat luar. Itu saja sudah membuat kami bangga padamu, Seulgi. Mereka akan sedih jika tahu kau kehilangan semangat seperti ini. Ingatlah kata-kataku, jangan pernah merasa takut dan sendiri, karena kami semua mendukungmu.”

Seulgi mengangguk. Pak Choi benar. Teman-temannya pasti akan sedih jika tahu dirinya kehilangan semangat dan kepercayaan diri untuk lomba tahun ini.

Yah, setidaknya setelah mendengar nasehat Pak Choi ini, semangat Seulgi jadi meningkat walau tidak sepenuhnya, karena masih ada masalah yang lebih besar dari perasaannya ini.

Gerakannya! Gerakan Seulgi masih belum sempurna. Dan sisa waktu hanya tinggal 3 hari lagi. Seulgi ragu, apa dirinya bisa memanfaatkan sisa waktu yang ia punya untuk menyempurnakan gerakannya..

Sebenarnya Seulgi bisa saja meminta bantuan Pak Choi yang juga setiap hari tak henti-hentinya bertanya apa dirinya mengalami kesulitan. Tapi ia benar-benar tidak tega karena Pak Choi selalu mengajar penuh tiap harinya. Tak ada jam kosong. Diluar jam sekolah pun, Seulgi juga tidak mau merepotkan Pak Choi yang rumahnya sangat jauh di Gwangju Barat. Apalagi Pak Choi harus menjaga istrinya yang sedang hamil dan dua anak balitanya.

Seulgi berpikir, selagi ia masih mampu, ia takkan pernah merepotkan orang lain.


----

Look HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang