Karena perkataan Taehyung tadi, Jimin jadi teringat pada Seulgi. Ia memang sudah punya ide untuk menghilangkan rasa bersalahnya itu. Tapi ia masih belum menemukan cara bagaimana melaksanakan idenya itu. Tambah rumit memang. Tapi hanya dengan ide nekat itulah Jimin bisa menghilangkan rasa bersalahnya yang tak kunjung padam ini.
Tiba-tiba langkah Jimin terhenti saat melihat Seulgi tengah berlari menuju toilet, ‘Apa yang ia lakukan disini?’ tanya Jimin dalam hati.
Kaus putih, legging hitam, dan sneakers. Sepertinya Jimin mulai tahu apa yang Seulgi lakukan di sore hari begini, di sekolah yang sudah sepi.
Jimin lalu melangkahkan kaki ke ruang tari untuk memastikan dugaannya.
Dan ternyata benar, Seulgi berlatih lagi sore ini. Speaker mini dan tasnya yang terbuka pun ada disana. ‘Seulgi benar-benar berusaha keras’, benak Jimin yang telah mengetahui apa yang Seulgi rasakan saat ini.
Saat Jimin tak sengaja melihat sebuah kartu dari tas Seugi yang terbuka, tiba-tiba terlintas dipikirannya suatu cara yang ia tunggu-tunggu untuk melaksanakan ide nekatnya.
Caranya mungkin tidak baik, tapi Jimin hanya ingin menghilangkan rasa bersalahnya ini. Ia hanya ingin hidup tenang seperti dulu tanpa ada rasa bersalah pada siapapun. Toh, niatnya ini pun juga baik.
“Ya! Aku harus menyelesaikan ini!”
Tak lama kemudian, Jimin keluar dari ruang tari, lalu bergegas menuju ruang kesiswaan.
Jimin lalu mengendap-endap saat sudah tiba di depan pintu ruang kesiswaan. Ia melirik ke sekelilingnya, lalu tiba-tiba…
Pintu ruang kesiswaan terbuka dari dalam, dan keluarlah Bu Sonjeong yang diikuti oleh Namjoon.
Jimin kaget bukan main.
“Siapa kau?” tanya Bu Sonjeong saat melihat Jimin.
Jimin benar-benar menyesal karena lupa bahwa Bu Sonjeong masih berada di sekolah untuk menghukum Namjoon, “Sa..saya Park Jimin.” kata Jimin gugup seraya membungkukkan badannya.
“Ah..kau anak pindahan itu, ya. Kenapa kau masih disini?” tanya Bu Sonjeong lagi yang makin membuat Jimin gelisah.
“Eo..eo..saya..buku saya ketinggalan. Jadi..saya akan mengambilnya..” jawab Jimin bohong.
“Oh, begitu. Baiklah.” Bu Sonjeong lalu menoleh ke arah Namjoon yang masih berdiri dengan tampang kesal di belakangnya, “Namjoon, sebelum pulang, akan kutunjukkan padamu tempat-tempat mana saja yang akan kau bersihkan. Cepat, ikuti aku!” Bu Sonjeong lalu pergi.
Namun, bukannya mengikuti Bu Sonjeong, Namjoon malah membalikkan badannya ke arah Jimin lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Jimin seraya berkata, “Katakan pada teman pecundangmu itu kalau aku takkan pernah melepaskannya. Dan akan kupastikan hidupnya takkan tenang jika dia berani melukai Jisoo.”
Jimin kontan tertawa sinis mendengar ancaman Namjoon, “Kau amnesia? Kau yang telah melukai Jisoo, dan semua orang yang ada di sekolah ini.”
Tanpa ragu-ragu, Namjoon langsung mengepalkan tangannya dengan kuat setelah mendengar perkataan Jimin. Namun saat ia hendak melayangkannya, teriakan Bu Sonjeong sudah lebih dulu menghentikannya.
Namjoon lalu pergi sambil menahan kekesalan pada Jimin.
Sementara Jimin begitu bangga pada dirinya sendiri, “Ternyata, melawan anak itu tidak begitu menakutkan.” gumamnya dengan penuh kemenangan.
Setelah Bu Sonjeong dan Namjoon benar-benar sudah pergi, serta tidak ada lagi gerak-gerik seseorang akan muncul, Jimin langsung menggesek kartu yang ada di tangannya, lalu masuk ke dalam ruang kesiswaan.
--
“Ughh.. ada apa ini? Kenapa perutku masih sakit?” rintih Seulgi seraya memegang perutnya. Pikirnya tadi, sakit perut yang ia rasakan ini hanyalah buang air semata, namun sekarang, sakitnya masih terasa, bahkan semakin menusuk-nusuk.
Dan jelas saja saat ini Seulgi sakit perut, semenjak lomba ini, ia bahkan tak pernah makan siang, dan malam pun ia harus dipaksa Irene dulu agar mau makan malam, itupun dengan porsi sangat sedikit. Kini, wajah dan tubuhnya semakin kurus karena stress memikirkan perlombaan ini.
Karena perutnya yang semakin sakit dan perih, Seulgi tak mampu berjalan menuju ruang tari. Ia lalu terduduk di bangku koridor sambil terus memegangi perut ratanya itu. Seulgi meringis kesakitan. Rasanya ia tak kuat berdiri lagi. Seulgi bahkan menundukkan badannya karena tak kuat menahan perih yang semakin menusuk-nusuk perutnya itu.
--
Setelah Jimin menyelesaikan rencananya tadi, ia langsung bergegas kembali ke asrama.
Namun, langkahnya terhenti saat melihat Seulgi duduk di bangku koridor. Seketika Jimin tersentak, ‘Apa jangan-jangan, dia sedang mencari kartunya?. Jimin segera bersembunyi di balik dinding yang cukup jauh dari Seulgi.
Ya. Jimin memang mengambil kartu identitas Seulgi. Kartu yang membuat ia bisa masuk ke ruangan mana saja di sekolah ini. Tapi, Jimin melakukan itu bukan untuk tindak kejahatan. Ia benar-benar terpaksa dan harus mengambil jalan itu untuk menghilangkan rasa bersalahnya.
Jimin semakin gelisah karena Seulgi masih belum beranjak dari tempatnya.
Namun tiba-tiba, Jimin mendengar suara debukan cukup keras. Jimin kembali tersentak, lalu mengintip dari balik dinding. Sontak ia terkejut bukan main saat melihat Seulgi sudah terbaring di lantai. Ia pun segera menghampiri Seulgi.
“He..hei!! Ada apa denganmu?! Kenapa kau malah tidur disini?!”
Namun, Seulgi tak menjawab. Bibirnya pucat. Tangannya dingin. Jimin makin panik. Ia tak tahu harus melakukan apa.
Jimin lalu membungkuk dan menggoyang-goyangkan lengan Seulgi, “He..hei!!”
Tetap tak ada jawaban. Jimin melihat sekeliling. Sepi, sunyi, tidak ada yang bisa dimintai tolong.
Mau tidak mau, Jimin pun mengangkat tubuh Seulgi yang sudah sangat lemas itu, lalu bergegas membawanya ke ruang kesehatan.
--
“Apa wajahmu masih sakit?” tanya Rose saat Jin menutup pintu ruang kesehatan.
“Tidak… sudah tidak apa-apa.” Jin tersenyum, begitu juga Rose.
“Hyung! Tolong aku!!”
---

KAMU SEDANG MEMBACA
Look Here
FanfictionLima anak laki-laki dengan kepribadian yang berbeda akan dipindahkan ke sebuah sekolah unik yang akan mengubah hidup mereka. Taehyung, anak yang suka bermain dan selalu menjahili teman temannya. Jimin, tidak punya impian dan hanya ingin bersenang se...