Jimin membolak-balik komik yang ia baca sambil tiduran di atas tempat tidurnya. Pikirannya tak henti henti memikirkan bagaimana cara agar Seulgi mau memaafkannya. Tak jarang ia meneriaki dirinya sendiri untuk berhenti memikirkan hal yang tidak penting ini. Namun gagal. Perasaan bersalah itu terus menerus menghantuinya.
Karena saking buntunya, Jimin memutuskan untuk meminta solusi pada Taehyung, walaupun Jimin sungguh malas bertanya padanya, karena ia tahu sahabatnya itu pasti akan penasaran dan terus bertanya siapa wanita yang ia maksud, tapi Jimin tetap akan bertanya, daripada ia terus-terusan dihantui rasa bersalah yang tak kunjung hilang ini.
“Taehyung-ah.. selain meminta maaf, apalagi yang harus dilakukan supaya orang mau memaafkan kita?” tanya Jimin sambil tetap membolak-balik komiknya.
“...”
“Hei! Jangan berpikir yang aneh-aneh. Orang ini hanya..orang yang tidak penting.”
“...”
“Hei, Taehyung! Kenapa kau diam saja? Kau tidak tahu, ya?”
“...”
Merasa dirinya dicueki, Jimin langsung bangun. Dan betapa terkejutnya dia melihat Taehyung yang masih duduk di kursi belajarnya sedari ia masuk ke kamar tadi. Bahkan ia masih menyandang tasnya. Dan yang lebih parah lagi, ia belum melepas sepatunya.
Jimin langsung menarik kursi belajarnya dan duduk disamping Taehyung. “Hei, kau kenapa? Apa kau hilang kesadaran? Apa kau terkena hipnotis?”
“Apa yang harus kulakukan? Aku benar benar sudah gila.” ucap Taehyung yang tetap memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong.
Jimin mengerutkan keningnya.
Tiba tiba Taehyung memutar duduknya ke arah Jimin, “Hei, kau harus membantuku! Hmm..” Taehyung berpikir dengan gelisah, “Begini saja, besok datanglah ke ruang kesiswaan dan katakan pada mereka aku tidak bisa hadir ke sekolah selama seminggu. Tidak. Selama sebulan. Atau..atau kau telepon saja Pak Lee dan katakan padanya aku tidak sanggup lagi bersekolah disini. Minta Pak Lee untuk segera membawaku pulang.” ucap Taehyung panik. Ia mengacak-acak rambutnya dengan kesal, “Aku benar-benar akan dihabisi hidup hidup olehnya.”
“Hei, ada apa?! Apa yang terjadi?! Siapa yang akan menghabisimu?!” tanya Jimin yang sudah mulai kesal dengan sikap aneh Taehyung.
Taehyung lalu menceritakan semua kejadian tadi, saat ia berani melawan Namjoon dan hampir dipukuli olehnya ketika melindungi Irene.
Jimin terkesiap, sebelum akhirnya tertawa mendengar cerita Taehyung. “Hei! Kau sudah gila? Kenapa kau mengatakan itu pada seorang gangster? Kau mau dipukuli seperti Yoongi hyung?”
Taehyung mendesah sambil memejamkan matanya.
“Sudah kubilang, jika kau tidak bisa melindungi diri sendiri, jangan sok-sokan melindungi orang lain! Untung saja kemarin aku menahanmu. Kalau tidak, kau yang akan dipukuli, bukan Yoongi hyung.”
“Bagaimana bisa aku hanya diam saat dia mengepalkan tangannya dan berniat memukul seorang wanita? Saat melihat itu..aku..aku jadi teringat saat ibuku..”
Taehyung menggantung ucapannya. Tiba tiba, sorot matanya berubah menjadi redup.
Ya. Taehyung memang memiliki trauma tersendiri setiap kali melihat seorang wanita dipukuli. Siapapun itu..
Kejadiannya tepat saat Taehyung berumur 5 tahun. Sebulan setelah kematian ayahnya yang menyisakan hutang yang tak terkira.
Hutang yang membuat Taehyung dan ibunya terlantar dan tidak punya tempat tinggal. Saat itu, ibu Taehyung bekerja 24 jam nonstop sebagai pelayan di sebuah kedai kecil di pemukiman kumuh yang jauh dari kata aman. Dan saat tengah malam, disitulah saat-saat tersadis yang harus dilalui ibunya. Disiksa, dipukuli, bahkan tak jarang ibunya disiram sup panas oleh para preman yang sedang mabuk berat.
Tapi apalah daya seorang janda miskin 1 anak yang tak mampu berbuat apa apa. Diizinkan menginap di kedai kecil itu saja sudah lebih dari cukup bagi ibu Taehyung.
Namun, itupun tak bertahan lama. Para lintah darat masih terus mengejar mereka karena bunga dari pinjaman ayah Taehyung yang belum terlunasi. Akibatnya, kedai itu pun diluluh-lantakkan dan hanya menyisakan memar di seluruh tubuh ibu Taehyung.
Taehyung dan ibunya pun diusir oleh pemilik kedai dan mereka hidup di jalanan.
Dan semua kejadian tragis itu diperlihatkan pada seorang bocah kecil yang bahkan baru merasakan bagaimana rasanya dibesarkan tanpa kasih sayang seorang ayah.
Jika orang lain memiliki masa kecil yang indah dengan menonton film kartun, maka Taehyung memiliki masa kecil dengan menonton kisah drama penuh kekerasan yang diperankan langsung oleh ibu kandungnya sendiri.
“Hei! Sudah kubilang jangan pernah mengingat kejadian itu lagi!” teriak Jimin yang langsung membuyarkan lamunan Taehyung.
Jimin memang sudah mengetahui kisah hidup Taehyung dari awal. Itu karena orangtua Jimin-lah yang telah memberikan tempat tinggal sederhana dan membuat hidup Taehyung dan ibunya menjadi lebih baik.
Jimin dan Taehyung dipertemukan saat mereka berumur 6 tahun, tepatnya saat Taehyung menyelamatkan Jimin dari kejaran anjing gila. Saat kejadian itu, Taehyung menarik tangan Jimin dan mereka berdua masuk ke sebuah tenda kecil, tempat tinggal Taehyung dan ibunya.
Dan semenjak itulah mereka menjadi sahabat seperilaku yang tak bisa dipisahkan.
“Sudahlah..” Jimin menepuk pundak Taehyung pelan, “Jika kau bertemu dengan Namjoon, lari saja. Atau.. menjeritlah sekuat mungkin.” ucap Jimin serius.
Tapi Taehyung malah melepaskan tangan Jimin dari pundaknya dengan kesal, “Hei! Kau pikir aku ini lelaki macam apa!”
Jimin terkekeh karena berhasil meledek Taehyung. Yah, paling tidak pikiran Taehyung jadi teralihkan dari kenangan perihnya itu.
“Ah, iya, tadi di kelasku ada yang membicarakan tentang perlombaan seni. Dan ada lomba tarinya. Kau tidak ingin ikut?”
Seketika alis dan bahu Jimin sedikit terangkat. Namun sejenak kemudian, keduanya kembali turun dengan lesu, “Kenapa aku harus?”
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Look Here
FanfictionLima anak laki-laki dengan kepribadian yang berbeda akan dipindahkan ke sebuah sekolah unik yang akan mengubah hidup mereka. Taehyung, anak yang suka bermain dan selalu menjahili teman temannya. Jimin, tidak punya impian dan hanya ingin bersenang se...