Dan selalu kamu

470 52 20
                                    

[Sahabat itu orang yang mengingatkanmu dalam keburukan dan mendukungmu dalam kebaikan]

"Selalu kamu, entah Tuhan sengaja mengirimmu atau memang ini hanya kebetulan"

***

"Gak puas Lan, tiap hari kamu bikin Mora nangis?", sebuah suara tiba-tiba menghentikan langkah Melan sehabis keluar dari ruang osis. Dia berniat kembali ke kelasnya setelah menyelesaikan rapat dengan pengurus osis lainnya.

Suara yang sangat dia kenal, Gilang Mahesa. Teman Melan sewaktu SMP, namun sekarang menjadi musuhnya. Karena Mora, juga karena Kayla. Gilang sangat membenci Melan sejak Mora menyatakan bahwa dia menyukai Melan, entah kenapa Gilang tanpa sebab memukul Melan saat ia bersama Mora saat itu.

Salah satu kelemahan dari orang yang memiliki kepribadian melankolis adalah sedikit pendendam, dia tidak mudah memaafkan kesalahan orang yang telah menyakitinya.

"Maksud kamu Lang, aku gak paham kamu menuduh aku kayak gitu", jawab Melan tanpa menoleh ke arah Gilang.

"Tadi siang dia nangis, dan pasti itu semua karena kamu. Bisa gak kamu jauhi Mora, bilang sama dia kalo kamu benci sama dia. Supaya dia sadar, bahwa dia gak perlu harapin hal yang gak mungkin dia raih", tegas Gilang.

Gilang tahu bahwa Mora belum bisa melepas Melan sepenuhnya, dia juga menyadari bahwa cinta Mora kepadanya hanya setengah hati. Gilang mampu menerimanya karena dia sangat menyayangi Mora, makanya sampai saat ini dia masih bertahan menjaga dan memberi Mora perhatian lebih dari yang dia minta.

"Itu bukan urusan aku Lang, aku gak berhak untuk hal itu. Kamu pacarnya, seharusnya bisa mengingatkan dia dan meyakinkan dia kalo kamu sayang sama dia. Satu hal lagi, jangan masukin aku lagi dalam masalah kalian", ucap Melan dan pergi meninggalkan Gilang yang masih kesal.

Dia masih ingin membahas hal itu, karena jawaban Melan belum membuatnya puas. Melan memang tidak salah dalam hal perasaan Mora kepadanya, itu adalah hak siapapun. Lagipula Melan memiliki Kayla, yang pantas dia cintai daripada Mora. Seharusnya Gilang tidak perlu khawatir, hanya saja Mora yang tidak tahu diri dicintai dan disayangi dengan tulus oleh Gilang.

"Lan, cinta itu kadang di luar pikiran kita. Cinta memang tidak mengerti seberapa sakit yang dia buat, tetap saja mencintai, andai Mora mengerti hati yang aku miliki", ucap Gilang sambil menatap langkah Melan yang perlahan lenyap di balik pintu kelasnya.

Melan yang sudah di bangkunya, dihampiri Deva dengan penuh tanda tanya di wajahnya. Terlihat wajahnya penuh keheranan, ia sepertinya ingin menanyakan sesuatu kepada Melan. Kebetulan guru pelajaran bahasa indonesia tidak hadir ini, jadi kelasnya kosong.

Beberapa dari mereka ada ngerumpi membicarakan aktor korea, ada juga yang membahas film terbaru di bioskop. Sangat jarang membicarakan pelajaran sekolah, hampir semua siswa demikian.

"Lan, tadi di kantin ada masalah ya?", tanya Deva.

"Iya, biasalah masalah cewek. Berantem", jawabnya.

"Siapa? Si pembuat masalah lagi?", tanya Deva. Ia mulai memicingkan matanya, menunggu jawaban Melan.

"Iya, siapa lagi kalo bukan Mora. Gak ada bosennya bikin ulah. Kayaknya dia perlu di pindahin ke sekolah tinju deh, biar ada hasilnya", ledek Melan.

"Terus? Sama siapa lawannya?", tanya Deva.

"Anak kelas 11", jawab Melan datar sambil sesekali melihat novel yang sedang dia baca.

MELAN & KOLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang