Bersembunyi memang bisa dilakukan, tapi berbohong sama hati sendiri tidak akan pernah bisa.
"Jika kamu sembunyi terus, dia gak kan pernah tahu gimana perasaanmu. Dan kalo mau berpura-pura, emang bisa buat hatimu bahagia?"
***
Melan dan Deva sedang asyik dengan latihan futsalnya, kebetulan hari ini pelajaran olahraga. Pelajarannya belum di mulai, seluruh siswa kelas 12 ipa 1 berkumpul di lapangan basket. Ada beberapa yang masih di kantin, ada juga yang sibuk bermain basket. Namun, mereka menggunakan waktu senggang itu untuk latihan futsal. Meskipun hanya sekedar saling oper bola dan juggling, itu sudah cukup buat mereka berdua.
"Uda bicara sama cewek itu?", tanya Melan sambil memainkan bola di kakinya.
"Belum", jawab Deva datar sambil menunggu Melan memberinya bola.
"Masih kirimin dia surat tanpa nama?", tanya Melan lagi. Kemudian di memberikan bola kepada Deva.
"Gak pernah lagi Lan, aku bukan cowok puitis yang jago nulis surat cinta. Aku cuma ngagumin dia dari jauh, setidaknya liat dia senang. Aku juga senang", jawab Deva.
"Weiss, jadi pengagum rahasia itu asyik juga ternyata. Sampai kamu betah kayak gitu", ejek Melan.
"Gak seasyik itu kali Lan, aku masih nunggu waktu yang tepat aja. Momentnya yang belum dapat, sekarang aku hanya berpura-pura tidak tahu soal perasaan aku", ujar Deva.
"Jika kamu sembunyi terus, dia gak kan pernah tahu gimana perasaanmu. Dan kalo mau berpura-pura, emang bisa buat hatimu bahagia?", tanya Melan. Deva terdiam sejenak mendemgar pertanyaan itu, ia menghentikan jugglingnya. Kemudian menatap Melan.
"Lan, kadang aku berpikir. Menyukainya itu bikin aku bingung, galau mau bicara apa sama dia", jelas Deva.
"Gini loh Dev, saran aku sih sebagai sahabat kamu. Menyukai bukan hanya sekedar punya rasa, tapi punya keberanian ngebuat dia tahu perasaan kamu. Karena hati punya hak untuk dapatin jawaban dari rasa sukanya, bukan mendam kemudian ngebuat hati itu sakit", ujar Melan. Ia berusaha membuat Deva yakin bahwa cinta memang pantas mendapatkan jawaban, entah itu menyakiti atau membahagiakan. Setidaknya hati tahu, bahwa dia tidak hanya memendam rasa.
"Lalu, aku harus gimana? Berhenti mengaguminya, atau berhenti bersembunyi. Atau mungkin harus siap patah hati kalo aku harus jujur sama dia tentang perasaan aku?", rentetan pertanyaan dari Deva membuat Melan bimbang. Ia tidak tahu harus memberi saran apa lagi kepada Deva, karena mengagumi ataupun jujur sama wanita itu akan sama-sama memiliki resiko. Saat Deva harus mengagumi tanpa menyampaikan kepada wanita itu, hatinya pasti penasaran dengan jawaban yang belum dia ketahui. Sementara, jika dia jujur sama wanita itu, dia harus siap menerima dua kemungkinan, diterima atau ditolak.
"Dev, dalam menyukai seseorang. Kita memang harus sudah memegang kemungkinan penolakan itu, jadi kita sudah siap dengan hal itu. Tapi bukan berarti kemungkinan diterima tidak ada, pasti ada, dan itu bonus dari usahamu. Sekarang tinggal di kamunya, berani gak nyatain perasaanmu?", tanya Melan.
"Aku mengerti maksudmu Lan. Thank you ya", jawab Deva tersenyum. Resiko memang selalu ada saat berbicara tentang perasaan, dan setiap orang memang harus sudah siap menerima resiko-resiko itu. Karena itu lebih baik daripada memendam perasaan tanpa tahu jawaban dari orang yang dikagumi, itu sama saja dengan seorang pengecut. Bersembunyi memang bisa dilakukan, selama apapun kamu mau. Tapi berbohong sama hati sendiri tidak akan bisa, karena semakin kamu memendam, perasaanmu semakin tidak punya tujuan.
***
Kolis yang baru saja sampai di kelasnya, dia lagi-lagi mendapat surat tanpa nama. Seperti hari-hari sebelumnya, dia membukanya kemudian membacanya. Dia tidak pernah peduli siapa yang mengirimnya, dia hanya merasa senang dengan setiap kata-kata yang tertulis di dalam surat itu. Kata-kata yang sederhana namun sangat dalam, dia sampai senyum-senyum sendiri tiap kali menyelesaikan bacaannya. Tanpa disadari, hatinya berharap setiap hari mendapat surat pengagum rahasia itu. Tapi sayangnya, surat itu hanya datang dua kali seminggu.
Mengagumimu ternyata lebih menyenangkan daripada jadi juara kelas. Aku harap kamu gak pernah bosan baca tulisanku
-,,-
Senyum Kolis melebar, selesai membaca surat itu. Senyumnya hanya menandakan rasa sukanya pada kata-kata yang tertulis di kertas itu, kata-kata yang indah menurutnya. Mungkin bagi wanita manapun, akan merasakan hal sama ketika mendapat kata-kata yang indah dari lawan jenisnya.
"Ciee, yang dapat surat lagi", ledek Mendi yang baru saja kembali dari kantin. Kolis segera melipat kembali kertas itu dan memasukannya ke dalam kantong tasnya, ia tidak ingin Mendi semakin kepo.
"Apaan sih Men, datang-datang kepoin aku. Lagi pula surat begituan, sudah biasa", jawab Kolis menyangkal.
"Kalo biasa aja, kok senyum-senyum. Siapa sih yang kirim? Penasaran aku", ucap Mendi yang kemudian duduk di sebelahnya.
"Mana aku tahu Mendi, surat itu gak pake nama. Jadi gak usah sok-sok kepoin deh, mending kamu kerjain PR ya. Nih aku kasih contekan", kata Kolis seraya mengeluarkan buku latihannya dan memberikannya kepada Mendi.
"Duh, baik banget ya sahabatku yang satu ini", Mendi terkekeh. Dia segera menyalin tugas dari Kolis.
"Buruan, bentar lagi masuk pak Rojak", sahutnya.
"Eh, gimana acara makan malamnya semalem. Cerita dong!", pinta Mendi.
"Lancar. Kak Melan tu emang cowok idaman aku banget, dia baik dan romantis. Apalagi semalem, orang tua kami ngejodohin gitu", jawab Kolis.
"Terus, terus. Kak Melan jawab apa?", tanya Mendi lagi penasaran, dia menghentikan kegiatan menyalinnya.
"Iya kak Melan cuma diam aja, tapi dia sempat bilang sama aku kalo di hatinya sekarang, memang hanya ada Kayla. Rasanya nyakit banget Men, kebayang kan rasanya jadi aku", ucap Kolis. Wajahnya berubah sendu.
"Kamu sabar ya, itu dah resiko suka sama Kak Melan. Kan kamu tau sendiri, kak Melan setia banget sama Kayla. Cuma kematian yang bisa misahin mereka, saking cocok banget. Dan bukan cuma kamu yang merasa patah hati, 50% cewek di sekolah sudah merasakan sebelum kamu", jelas Mendi memberi pandangan kepada sahabatnya.
"Segitu banget kah?", tanya Kolis mengerutkan keningnya.
"Yaelah Lis, kamu emang gak tau. Kak Melan dan Kayla itu sudah saling suka dari SMP dulu, sewaktu Kayla jadi adk kelas di SMP yang sama. Nah pas masuk SMA, baru kak Melan berani menyatakan perasaannya kepada Kayla. Begitu ceritanya", jelas Mendi. Kolis terdiam mendengar penjelasan Mendi, dia serasa putus asa dengan perasaannya saat ini. Dia bimbang, dia ragu dengan apa yang menjadi keyakinannya. Dia berpikir, dengan Melan tetap bersamanya akan membuat hatinya nyaman. Semakin ia berharap lebih kepada Melan, semakin membuatnya ragu apakah Melan bisa menyukainya. Cerita Mendi, semakin membuatnya tidak percaya diri, dia ingin menyerah dan melupakan perasaannya kepada Melan. Tidak segampang itu, karena hati yang sudah terlanjur menerima kehadiran seseorang, tidak akan mudah menghilangkannya dalam sekejap.
"Aku memang terluka saat tau semua tentangmu, tapi biarkan saja. Selama hatiku mampu, aku tidak apa-apa", ucap batinnya seraya pikirannya melayang entah kemana. Tidak mudah menebak hati seseorang, terkadang apa yang ditunjukan tidak seperti yang dirasakan. Karena hati punya cara sendiri untuk bahagia.
TBC...
Apa kabar readers, Melan dan Kolis makin seru aja. Tidak ada yang mampu menebak bagaiamana perasaan Melan maupun Kolis. Lalu siapa sebenarnya pengirim surat itu?
Penasaran kan, siap-siap aja dengan teka-tekinya ya. See you. Salam cinta dari Melan dan Kolis.
IG : @satriawan_heri

KAMU SEDANG MEMBACA
MELAN & KOLIS
Teen FictionHigh School Series #1 Part masih utuh, jangan lupa membaca sampai bab 3, baru beri vomentnya ya. "Karena tanpa kamu sadari, mencintaimu adalah hal yang paling menyenangkan" ~~~ Bagi cewek sepopuler dan secantik Kolis, mungkin hal aneh jika dia hanya...