Bawalah Pergi Cintaku

315 31 53
                                    

Kayla sadar bahwa pada waktunya tiba, ia tidak akan bertemu Melan lagi

"Aku hanya ingin melakukan satu hal untuk hidupnya, mungkin inilah caraku untuk bisa selalu bersamanya, untuk bisa selalu hidup dengannya "

* * *

Selepas dari rumah sakit, setelah diantar Kolis pulang. Kayla baru saja turun dari kamarnya yang ada di lantai dua, langkah yang tertatih-tatih dia menuruni anak tangga satu persatu dengan membawa sebuah amplop biru berisi surat yang baru saja dia tulis, dia sengaja menulis surat itu untuk Melan, karena dia berpikir bahwa Melan mungkin tidak akan bisa menemuinya lagi.

Dia menghampiri mamanya, Kayla dan mamanya duduk di ruang tamu. Ia kemudian bersandar di bahu mamanya, seperti anak kecil yang sedang merindukan ibunya. Kayla memang sedang bersedih, bukan hanya karena Melan, tapi karena kondisinya yang tidak memungkinkannya terus bertahan. Dia sedih karena harus meninggalkan seorang ibu sendirian di dunia ini, karena hanya dia yang Yesi punya dalam hidupnya. Ia menatap wajah mamanya seraya memberi senyum manja, ia ingin menghabiskan sisa waktunya bersama mamanya di rumah ini, rumah tempat mereka selalu bercerita dan berbagi keluh kesah. Baginya, rumah adalah tempat paling indah dalam hidupnya.

"Ma, aku sayang banget sama mama," ucap Kayla.

"Mama juga sayang sama Kayla," kata Yesi sambil mengelus rambut putrinya, tiap kali ia mengelusnya, rambut Kayla ikut bersama jemarinya. Sudah hal biasa bagi Yesi melihat hal itu, sisi lain dia takut kehilangan Kayla.

"Ma, dalam hidup Kayla, Kayla tidak pernah meminta sesuatu sama mama, sekarang Kayla boleh ya minta sesuatu sama mama sebelum Kayla pergi," ucap Kayla sesekali melirik raut wajah Yesi yang tidak mampu disembunyikan, sangat sedih, dan ia menangis mendengar perkataan putrinya. Ia sadar, bahwa pada waktunya ia memang harus kehilangan Kayla, dia sudah tahu hal itu dari dokternya. Umur Kayla memang tidak lama lagi, karena kanker yang dideritanya sudah menjalar ke seluruh tubuhnya. Yesi menghela napas, ia mencoba mengatur napasnya.

"Iya sayang, kamu boleh minta apapun sama mama, mama pasti penuhin itu," jawab Yesi melemparkan senyum terbungkus tangis.

"Janji?"

"Iya, mama janji,"

"Selama ini, aku belum bisa menjadi pacar terbaik untuk Melan Ma, dan sekarang aku hanya ingin melakukan satu hal untuk hidupnya, mungkin inilah caraku untuk bisa selalu bersamanya, untuk bisa selalu hidup dengannya," jelas Kayla meneteskan air matanya, lagi-lagi matanya tak mampu lagi membendung sedih yang mengerogoti hatinya.

"Apa sayang, apa yang ingin kamu lakuin untuk Melan?" tanya Yesi, ia memegang kepala Kayla dan menatapnya dengan hangat.

"Kayla ingin memberikan mata ini untuk Melan, cuma itu yang bisa Kayla lakuin untuk Melan. Umur Kayla tidak lama lagi Ma, Kayla sudah tidak kuat dengan sakit ini. Kayla mohon penuhi permintaan Kayla, Kayla mohon Ma," pinta Kayla seraya memeluk mamanya.

"Jika itu adalah keinginanmu sayang, mama akan menurutinya, cintamu sangat tulus, mungkin tidak ada orang di dunia ini yang setulus kamu mencintai Melan, mama sayang banget sama Kayla, maafin mama jika selama ini belum bisa menjadi ibu terbaik untukmu," Yesi semakin memeluk erat tubuh Kayla. Cucuran air matanya semakin deras membasahi pipinya.

"Mama adalah perempuan terbaik yang pernah ada di hidup Kayla, Kayla juga minta maaf ya selalu merepotkan mama, maafin Kayla juga yang gak bisa nemenin mama lebih lama lagi, Kayla tidak kuat ma, Kayla boleh peluk mama ya, Kayla sayang mama," ucap Kayla pelan, suaranya semakin pelan terdengar.

Pelukan Kayla yang semula erat kini melemah, sepertinya dia sudah kuat lagi bertahan dengan sakitnya. Perlahan ia menutup matanya, kemudian tersenyum. Dia merasa bahagia, karena dia bisa merasakan pelukan seorang ibu disaat-saat terakhirnya.

MELAN & KOLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang