Chapter 14

534K 25.7K 391
                                    

Ada yang mengatakan kalau suatu kali dalam hidup kita, kita akan menemukan seseorang yang akan sangat menarik perhatian kita, membuat apapun yang kita lihat sudah tidak menarik lagi.

Dan sekarang hal itu sedang dirasakan Dera.

Tapi bukan kepada seseorang, namun kepada sesuatu.

Lebih tepatnya sebuah pesawat.

Kini perempuan sudah menempelkan bokongnya di kursi pesawat pribadi Heston Corp, pesawat milik Gerald.

Bongkahan besi raksasa yang terbang itu di desain sedemikan rupa, menjadi sebuah rumah mini yang bisa dipakai berkeliling dunia. Interiornya di lengkapi sofa sofa yang berjajar rapi, meja makan, alat alat rumah tangga, hingga kamar untuk tidur pada perjalan panjang.

Ingin rasanya Dera berkeliling melihat semua isi kabin. Terdengar kampungan, tapi apa boleh buat. Ini adalah pertama kalinya dia melihat pesawat, apalagi menaikinya. Dan betapa beruntungnya Dera bisa merasakan pengalaman terbang pertamanya dengan sebuah pesawat pribadi. Bahkan orang yang beratus ratus kali sudah menaiki pesawat pun belum tentu pernah menaiki pesawat pribadi.

Namun karena pesawat akan segera melakukan take off, terpaksa perempuan harus mengurungkan rasa penasarannya dan duduk diam di kursinya.

"Cobalah berdiam barang semenit saja, aku pusing melihatmu yang tidak berhenti menggerakan tubuhmu seperti seekor cacing kepanasan," protes Gerald.

"Sekarang aku sedang duduk diam di kursiku sendiri, kok," kata Dera memprotes. "Dan jangan salahkan aku, ini adalah kali pertama aku benar benar terbang menggunakan pesawat, tidak aneh kalau aku sangat tertarik padanya." Beberapa menit yang lalu, lelaki ini dengan hangatnya menggenggam tangannya dan menenangkan hatinya yang sedang berdansa di dalam sana, dan sekarang mulut pedasnya sudah bangun lagi, kembali mengganggu Dera membuat kesalnya kembali terbuat.

Sungguh apa yang bisa diprediksi dari seorang Gerald Heston?

Tidak lama, setelah aba aba serta beberapa peringatan dari maskapai, akhirnya pesawat tersebut lepas landas.

Mata Dera tidak bisa lepas dari arah jendela. Dia melihat daratan yang semakin lama semakin mengecil di matanya, dipandangnya bangunan bangunan pencakar langit yang awalnya terlihat begitu besar semakin lama semakin mengecil tertelan bumi. Matanya itu terus menatap lekat daratan di bawahnya, memperhatikan setiap sudut kota Jakarta dan akhirnya menghilangkan diri di balik awan pekat.

---

"Dera," panggil Gerald membangunkan perempuan itu. Perempuan itu menggeliat dalam tidurnya dan membuka matanya sedikit. "Apakah kau tahu seberapa susahnya aku membangunkanmu?" tanya lelaki itu tampak kesal.

Dera baru sadar bahwa mereka sudah sampai di tempat tujuan setelah perjalanan selama 7 jam penuh, dan ketika Dera menyadarinya, dia merutuki dirinya sendiri kesal. Bagaimana aku bisa ketiduran dan melewatkan perjalanan dengan pesawat pertamaku!? Kalau begini tidak ada bedanya dengan tertidur di mobil sepanjang perjalanan, hanya saja biasanya hanya berpindah tempat, namun sekarang berpindah negara.

"Cepat bangun, jemputan kita sudah menunggu di luar," kata Gerald sudah diambang batas kesabarannya.

Dera mengangguk masih sibuk mengumpulkan sisa jiwanya yang tertinggal di mimpi. Seperti orang baru saja bangun, Dera duduk mengusap usap badannya yang kedinginan baru membereskan barang barangnya perlahan. Mungkin dia tidak sadar ada seseorang yang sedang menunggunya dengan kesabaran minim.

Gerald berdecak kesal dan tiba tiba laki laki mengangkat badan mungil Dera ke atas kedua lengannya.

"Apa yang kau lakukan!? Turunkan!" teriak Dera meronta ronta.

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang