Chapter 62

342K 15.9K 303
                                    

"Sejak kapan kita membicarakan hal berat seperti ini?" tanya Rian membisik sembari setengah tertawa. "Rasanya seperti membuat pantun cinta saja aku tadi. Tolong lupakan."

"Tidak, tidak sama sekali. Kata katamu sangat indah," kata Dera tertawa untuk mencarikan suasana. Mana ada yang tidak merasa canggung setelah melakukan percakapan seperti itu?

Percakapan dengan penuh drama dan penuh dengan sendu. Serasa sedang melihat film India saja.

"Kau berbakat dalam berkata kata, kujamin banyak perempuan yang bertekuk lutut padamu," kata Dera tersenyum.

Tidak perlu ditebak lagi, Rian sudah menjadi incaran semua perempuan di sekolahnya. Tidak terkecuali adik kelas atau kakak kelas sekalipun. Rian dengan postur tingginya, badannya yang tegak, dadanya yang bidang, dan mukanya yang sedikit ada campuran kebarat baratan, semuanya dimiliki Rian dan membuat semua perempuan tergila gila padanya.

"Tidak ada gunanya jika aku tidak bisa mendapatkan perempuan yang benar benar kusukai," kata Rian. "Sialan sekali nasib ini." Rian kali ini mulai menggerutu, menendang lantai dibawahnya sekali dan lalu menggeram kecil. Menggemaskan sekali.

"Tampangmu saja berandal, kelakuanmu tidak berbeda dengan anak paud," kata Dera terkekeh pelan sambil menepuk pundak Rian.

"Apakah kau ingat kejadian yang terjadi karena kau mengusili Bu Enis di pelajarannya? Kau kebosanan, bukan? Kejiadan itu membuatmu diskors berhari hari," kata Dera mencari topik apapun supaya mereka tidak perlu merasa canggung sama sekali.

Rian tersenyum penuh arti, kejadian itu tidak pernah dilupakannya.

"Aku ingat sekali kejadian ini, layaknya seperti kemarin baru terjadi. Aku ambil semua tisu bekas Ali yang sedang flu, lalu aku memasukkan semuanya ke dalam celana dalam Bu Enis. Dia marah besar sampai mengancam akan mengeluarkanku dari sekolah."

"Usilmu sangat gila terkadang," kekeh Dera terkekeh.

"Tapi aku selalu ingat untuk meminta maaf. Berandal itu tidak apa, naik motor ugal ugalan itu tidak apa, menjahili orang lain juga tidak apa, tapi santun harus selalu diingat," kata Rian menyengir lebar. "Lagi pula hampir semua kenakalanku diidekan oleh Rafif temanku, bukan salahku kan?"

Dera hanya bisa menggeleng geleng pelan sambil tertawa.

"Aku senang kau mengetahui keusilanku walaupun kita berbeda kelas. Aku merasa telah mendapat perhatian dari perempuan yang kusukai," kata Rian mengedipkan matanya sebelah.

"Jangan terlalu percaya diri, kelakuanmu terlalu terkenal di SMA bahkan ibu kantin pun sudah tahu semuanya," kata Dera tertawa. "Ayo masuk kembali."

Rian tertawa sejenak, sebelum dia mengangguk dan mereka berdua masuk kembali ke dalam rumah.

Dera mengetahuinya, karena dulu dia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menyukai Rian. Tapu tidak lagi sampai Ellena mengetahuinya.

---

"Dimana Pak Tua?" tanya Rian. Laki laki itu mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari sosok Gerald yang tdak kunjung ditemuinya.

Dia berada di ruang tengah terakhir kali ku ingat...

"Aku menyuruhnya untuk kembali bekerja daripada terus menerus menghabiskan waktunya tidak memiliki pekerjaan berdiam diri di ruang tengah," kata Dera. Matanya menatap ke arah pintu ruang kerja Gerald. Dia mengerutkan keningnya bingung saat melihat pintu ruangan itu terbuka sedikit.

Gerald tidak pernah lupa untuk menutup pintu ruang kerjanya.

Tidak pernah.

Dera mulai berjalan mendekati pintu ruang kerja Gerald dan lalu membukanya dalam sekali hentakkan. Gerald yang berada di dalam terperanjat kaget dan langsung mengakhiri sambungan telepon yang sedang tersambung kepadanya.

Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang