Realita tidak pernah seindah ekspektasi.
Kalian pernah mendengar kalimat itu, bukan?
Ekspetasi selalu saja memberikan harapan palsu, melambungkan kebahagiaan hingga ke langit teratas, dan beberapa lama selanjutnya, mereka bisa menjatuhkan harapan itu ke daratan terendah dalam sekejap tanpa perasaan. Dan saat mengalami hal seperti itu, rasanya begitu menyedihkan dan mengecewakan.
Itu yang sedang dirasakan Dera sekarang.
Rencananya menghabiskan 4 hari bersenang senang di Jepang pupus begitu saja karena ada masalah dadakan di kantornya Gerald memaksa mereka harus kembali ke Indonesia. Dera tahu pada akhirnya kepergian maupun kepulangan mereka semuanya diatur oleh Gerald. Kalau laki laki itu mengatakan dia akan pulang sekarang, Dera tidak bisa menolak. Tapi tetap saja..., Dera dibuat sedikit kecewa karenanya.
Dia berusaha untuk tetap terlihat ceria, namun sirat kesedihan masih terlihat jelas di kedua matanya sembari dia membereskan kopernya.
Padahal aku sudah berharap banyak.
Tok tok
Sebuah ketukan terdengar dari pintu dan saat Dera menoleh, dia mendapatkan sosok Gerald memasuki kamarnya dengan tatapan mata yang tidak bisa dideskripsikannya. Ada apa dia kemari?
"Apakah kau marah padaku?" tanya Gerald.
"Untuk apa? Aku tidak."
"Lalu mengapa kau tidak menghiraukanku sedari pagi tadi?" tanya laki laki itu kembali.
"Tidak apa. Aku hanya sedang malas berbicara."
Dera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju nakas ingin mengambil buku novel yang ditaruhnya disana semalam. Namun sebelum Dera bisa menggapai novelnya tersebut, sebuah tangan terlebih dahulu mendorongnya, menghempaskan tubuhnya menabrak tembok di samping Dera.
Dera hampir berteriak kaget namun Gerald dengan gesit menutup mulutnya dengan tangan kekar lelaki itu. "Apa yang sedang kau lakukan?" protes Dera.
"Kau berbohong kepadaku," katanya. Gerald menahan Dera di depan tembok dengan sebuah tangan menyandar di samping kiri kepala Dera, mengunci akses lari Dera. Laki laki itu mengikis jarak diantara keduanya, mendekatkan wajahnya kepada Dera dan menatap matanya lekat lekat.
Bahkan Dera bisa merasakan nafas Gerald mengenai kulit wajahnya.
Dan Dera bisa bersumpah kalau jantungnya berdetak terlalu cepat hingga dadanya terasa bergetar darinya. Oh, astaga.
"Aku tidak berbohong." Dera tidak bisa mengatakan apa apa selain itu, otaknya seketika berubah blank, dia tidak bisa berpikir.
"Kau berbohong," ucap Gerald sekali lagi penuh penekanan.
Dera mencoba mengatur nafasnya.
"A-aku memang tidak sepenuhnya baik baik saja. Tapi aku tidak bohong saat aku bilang aku tidak marah padamu," kata Dera. "Aku hanya merasa sedikit... kecewa. Tolong jangan hiraukan, ini hanya keegoisanku saja."
Gerald mengangkat dagu perempuan dengan tangan kanannya, memaksa kedua mata mereka untuk bertemu. Wajah laki laki itu mendekat padanya sambil matanya memandang lekat bibir merah muda Dera. Hentikan ini, jantungku tidak akan tahan lebih lama!
Gerald semakin mendekatkan wajahnya, semakin mengurangi jarak diantara mereka, jarak diantara kedua bibir mereka. Perempuan itu menahan nafasnya saat wajah Gerald sudah begitu dekat dengannya, dan saat jarak mereka hanya tersisa 2 cm, Dera menutup matanya erat.
Tidak terjadi apa apa. Dera tidak merasakan sentuhan apapun di bibirnya, sebaliknya dia merasa tangan Gerald mengacak rambutnya gemas.
"Katakanlah kepadaku kalau kau kecewa, aku akan berusah sebisa mungkin untuk selalu membuatmu tersenyum. Maaf mengecewakanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]
Romance"Mulai sekarang kau milikku, mengerti?" "Y-yes, Mr. Billionaire" --- Dera Destia, seorang perempuan berumur 18 tahun yang selalu bermimpi menginginkan sebuah keluarga yang bahagia. Mimpinya tidak pernah terkabulkan. Hidupnya sangat berantakan karena...