2 bulan kemudian
Dera melihat ke arah Gerald yang sedang menggunakan jas dan dasinya sambil menahan tawa.
"Berapa tahun sebenarnya aku harus berlatih sampai aku bisa memakai dasi dengan benar?" gerutunya entah untuk keberapa kali. Gerald memutar kembali dasinya, memutar ke kiri, lipat ke kanan, jadi, namun tidak rapih.
Dera tertawa mengalihkan pandangannya dari arah tablet yang semula diperhatikannya lekat lekat. "Sebentar aku akan membantumu," kata Dera menyibakkan selimut yang menutupi sebagian dari tubuhnya.
"Jangan! Aku saja yang mendatangimu," kata Gerald mendekat. "Melihatmu berjalan dengan perut besar itu membuatku jantungan." Dera tertawa mendengarnya.
Gerald duduk di atas ranjang, namun bukannya meminta Dera membantunya, dia sebaliknya merebahkan diri di atas pangkuan Dera.
"Bukankah kau ingin aku membantu mengikat dasimu dengan benar?" tanya Dera tanpa senyum lepas dari wajahnya.
"Ya, tapi pahamu lebih menggoda dari pada kerja," kata Gerald. "Astaga dua anak ini sampai tidak memberikanku tempat untuk tidur diatas pangkuanmu. Hampir setengah pangkuanmu tertutup oleh perut buncit ini."
Dera tertawa. Sekarang kehamilannya sudah menginjak minggu ke 36, dokter memperkirakan sekitar satu atau dua minggu lagi akan lahir kedua anaknya itu. Mendengar itu Dera merasa sangat senang, sekaligus takut. Takut jika sesuatu terjadi dengannya dan dengan anak anaknya. Gerald dan Dokter Sania selalu mencoba sebisa mungkin menenangkannya namun tetap saja jantung Dera berdetak tidak nyaman.
"Aku khawatir akan terjadi sesuatu padamu jika aku pergi ke kantor sekarang," kata Gerald mengusap perut besar Dera dengan lembut. "Kepada mereka."
"Hari ini aku akan mengundang Kak Lotte ke sini, supaya aku pun tidak merasa sendirian," kata Dera. Kak Lotte kembali ke Indonesia karena tidak betah berada di Negara industri Singapura dengan persaingan pekerja yang sangat ketat. Dia memilih hidup nyaman di Indonesia.
"Baiklah," kata Gerald bangkit dari tidurnya dengan berat hati. "Tapi kalau terjadi sesuatu, kau harus menghubungiku mengerti?"
Dera mengangguk dan lantas membantu Gerald membenarkan dasinya sebelum dia berangkat menuju kantor.
---
"Seingatku, aku hanya mengundang Kak Lotte saja untuk datang, tapi mengapa kau ikut juga?" tanya Dera berkacak pinggang menatap Rian yang sedang memamerkan senyum kudanya lebar lebar. Lagi lagi dia membolos untuk kesekian puluh kalinya, tidak peduli dia berada di kelas 12 dan kelulusan sudah di depan mata.
"Aku butuh refreshing disela semua latihan UN yang menggila," kata Rian. "Tambah lagi hari ini tidak ada Pak Tua, aku terlalu beruntung."
"Percayalah Dera, aku telah mencoba mengeluarkannya dari mobilku berkali kali, dia terlalu keras kepala," kata Charlotte masam. Charlotte telah membeli mobil karena dia merasa repot berpergian kemana mana dengan kendaraan umum. "Dan sebaiknya kau tidak berjalan lebih lagi, aku merasa ngeri melihat perutmu."
Dera tertawa karena mendengar kata kata itu dua kali dalam hari ini. "Aku memiliki puding di kulkas, mau kuambilkan?"
"Aku saja yang mengambilkan," kata Charlotte menawarkan.
"Tidak, aku saja, Kak Lotte adalah tamu di sini," kata Dera sambil berjalan menuju dapur dengan tangannya menopang beban perutnya yang terasa sangat berat.
Sebaliknya Charlotte duduk di sebelah Rian yang sibuk main ponselnya.
"Hei kau, anak gila. Kau memang tidak niat belajar atau memang ingin hidup dengan para gelandangan?" tanya Lotte sambil memukul laki laki itu pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]
Romance"Mulai sekarang kau milikku, mengerti?" "Y-yes, Mr. Billionaire" --- Dera Destia, seorang perempuan berumur 18 tahun yang selalu bermimpi menginginkan sebuah keluarga yang bahagia. Mimpinya tidak pernah terkabulkan. Hidupnya sangat berantakan karena...