Dera dan Gerald berjalan menyusuri lorong yang di biarkan gelap. Tidak ada lampu di lantai itu yang dinyalakan, tidak ada sosok orang lain selain mereka di area itu, bahkan tidak ada lantai manapun di gedung itu yang menyala dengan tanda tanda kehidupan. Dera mulai berpikir kalau sepertinya Gerald tidak hanya menyewa satu lantai, namun satu gedung penuh itu disewanya.
Gerald menggenggam tangan Dera, sangat erat tidak ingin melepaskan kehangatan yang tak terjalar diantara keduanya. Sangat hangat.
"Sebenarnya kemana kau akan membawaku?" tanya Dera untuk kesekian kalinya.
Gerald tersenyum lagi. "Bersabarlah, kau akan tahu."
"Klu?"
"Tidak ada." Gerald menggeleng kepalanya pelan lalu kembali menggandeng tangan perempuan mengikutinya.
Dera terpaksa kembali menutup mulutnya menahan rasa penasaran yang mengganjal di dadanya. Laki laki itu membawanya kepada sebuah lorong terakhir yang terlihat lebih terang dari lorong lain dan berhenti tepat di depan pintu yang berada di ujung lorong itu.
"Di sini?" tanya Dera.
Gerald mengangguk. "Bukalah pintunya."
Pitu itu terbuka bersamaan dengan sebuah suara decitan pelan. Gelap gulita, itu adalah hal pertama yang Dera lihat. Dera merasakan tangan Gerald menggapai saklar dan seraya dengan bunyi ‘klik’ terdengar, lampu ruangan itu menyala dengan terang.
Dera mengerjapkan matanya beberapa kali kesilauan. "Lihatlah di ujung ruangan."
Piano.
Piano!?
Mulut Dera membulat sempurna bersama dengan matanya yang membelalak terkejut.
Itu untukku!?
“Aku mendengarkan permainan pianomu saat kita di Jepang, dan aku berpikir kalau kau menyukai piano, makanya kau membelikannya sebagai hadiah permintaan maaf kepadamu, apa kau menyukainya?”
Dera tidak menjawab. Gerald menatap Dera yang berjalan pelan ke arah ujung ruangan. Laki laki itu menatap Dera bingung, dia mengikuti perempuan itu dari belakangnya sembari menyesuaikan kecepatan langkahnya dengan Dera.
Perempuan itu memegang tutup piano dan memegangnya lembut sambil merasakan tekstur barang berwarna putih itu. Dia tersenyum.
"Sangat, aku sangat menyukainya," katanya membisik.
Menjadi pianis adalah mimpi Dera, mimpinya yang telah dihancurkan oleh kedua orang tua kejinya. Piano adalah satu satunya teman Dera sedari kecil, dan mungkin tidak ada yang tahu seberapa bersyukurnya Dera bisa memainkan piano pada saat dia berada di Jepang 5 hari yang lalu.
Namun kali ini berbeda, dia bisa memainkannya kapanpun, berlatih dengannya, dan mengalunkan melodi melodi lembut dari benda itu setiap detik yang dia mau. Ini adalah hadiah teristimewa yang pernah Dera dapatkan.
"Terima kasih," gumamnya. "Sungguh, aku tidak akan bisa cukup berterimakasih kepadamu.”
Gerald memperhatian wajah gadis yang dia rindukan 3 hari belakangan ini. Raut kebahagiaan sangat jelas terpasang di wajahnya, dan Gerald sangat menyukainya. Melihat kebahagiaan Dera sudah cukup membuat Gerald merasa senang pada dirinya sendiri, dan semakin sering dia melihatnya, semakin cepat pula Gerald merindukan Dera saat dia tidak bersamanya.
Sungguh ada apa dengan dirimu? Kau gila!
“Kau menyukainya,” kata Gerald lega.
“Sangat,” kata Dera. Kebahagiaan menelan semua kosakatanya. Otaknya tidak bisa berpikir jernih, dia terlalu bahagia bahkan untuk memikirkan ucapan terimakasih kepada Gerald.
Lagu apa yang pertama kali mau aku mainkan dengannya?
Sebuah tangan tiba tiba melingkar di pinggang Dera. Dia hampir melompat karena terkejut apalagi saat dia merasakan hembusan nafas yang membelai leher polosnya. Tidakkah laki laki ini prihatin kepada jantungnya yang dibuat berdetak kencang terus menerus sepanjang malam!?
"Maafkan aku," bisik Gerald di telinga Dera.
"Untuk?"
"Aku telah meninggalkanmu tanpa mengatakan apa apa selama 3 hari," katanya. "Aku berniat untuk tetap berada di kantor sehari lagi hingga hari ini dan menyelesaikan semua masalah di sana, namun aku tidak kuat. Aku merindukanmu."
Deg.
Jantung Dera langsung berdegup sangat kencang. Sebuah kalimat permohonan maaf dan sebuah kata 'merindukan', kedua hal itu sudah cukup untuk membuat jantung Dera berdetak dengan sangat kencang rasanya akan copot turun dari dadanya. Astaga!
"Apakah kau merindukanku? Tanyanya berbisik. "Apakah kau, bahkan sedetik pun, berharap aku ada di rumah menghabiskan waktuku bersamamu?"
Jangankan sedetik, setiap saat Dera merindukannya!
"Banyak kali," bisik Dera. Perempuan itu merasakan sebuah senyum tercetak di wajah Gerald
Mereka baru bertemu beberapa minggu yang lalu, namun Dera dan Gerald sudah sebegitu ketergantungan satu dan yang lain. Bagaimana nanti setelah 1 tahun? Dera mulai khawatir.
"Aku telah susah payah mencari hiadiah untukmu supaya kau mau memaafkanku yang meninggalkanmu sendiri selama beberapa hari ini. Aku bersyukur kau menyukainya," kata Gerald "Jadi, kau memaafkanku kan?"
"T-tentu saja, aku memaafkanmu, terima kasih," kata Dera tersenyum. Jantungnya berdetak terlalu kuat hingga Dera kesulitan mengeluarkan kata katanya.
Gerald menghela nafasnya lega. Dia beralih ke arah piano dan membukanya. Diletakkanjari jari kirinya di atas tuts tuts piano baru itu dan sebelah tangannya dijulurkan ke arah Dera.
"Bolehkah aku meminta untuk berduet denganmu?" tanyanya.
Dera tidak kuasa menahan senyumnya yang mengembang bersamaan dengan terulurnya tangan Dera menerima ajakan Gerald.
Begitu Dera meletakkan jari jarinya di atas piano, mereka menatap satu dengan yang lain dan lalu mulai mendengtingkan sebuah melodi merdu menghias udara.
Kedua jari mereka berdansa dengan anggunnya diatas tuts piano, kadang saling bersentuhan, kadang saling bertabrakan. Jari mereka berkeliaran dengan sendirinya menjelajahi seluruh langkah di atasnya, berbeda bentuk, berbeda tipe, namun berhasil menghasilkan sebuah nada yang begitu cantik dan merdu.
Nada sempurna yang dengan perlahan mengikis lapisan es yang menyelimuti dinding disekitar hati perempuan itu.
Dan Dera tidak bisa meminta permainan yang lebih sempurna dari malam ini.
.
Follow me on instagram
NnareinaAku tadi sempat ngedit tapi terlalu dipotong banyak sampe sisanya cuman 500 kata, jadi aku panjangin ulang wkwkwkw 😂😂
Janga lupa vote dan komen, thank youuu!!
Love you all!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]
Romance"Mulai sekarang kau milikku, mengerti?" "Y-yes, Mr. Billionaire" --- Dera Destia, seorang perempuan berumur 18 tahun yang selalu bermimpi menginginkan sebuah keluarga yang bahagia. Mimpinya tidak pernah terkabulkan. Hidupnya sangat berantakan karena...