Dera mencoba merias dirinya sendiri. Tumben sekali tidak ada pasukan perias yang Gerald kirim kali ini, biasanya dia tidak akan lupa walau acara kecil sekalipun. Dera tidak kesulitan dalam memilih baju, namun dia mengalami kendala di saat mencoba merias wajahnya sendiri. Apalagi saat menggunakan eyeliner. Dera harus mencoba berkali kali sampai dia berhasil.
Dia menggunakan sebuah dress kuning sleeveless sepanjang lutut, dengan rambutnya digerai turun menuruni punggungnya, terlihat sangat cerah dan cantik.
Dan bertepatan dengan berdentingnya suara jam menunjukkan pukul 6 sore, terdengar pula suara klakson mobil dari luar mansion. Gerald tidak turun untuk menjemputnya, namun Dera sama sekali tidak keberatan.
Dera turun ke bawah dan mengambil flatshoesnya, secepat mungkin Dera keluar dari rumah, pastinya setelah berpamitan dan berterima kasih dengan Bi Sati yang telah membantunya bersiap siap.
Saat sampai di luar, Dera mendapatkan Gerald sedang bersandar di mobil sport nya dengan kedua tangan masuk ke dalam kantong jeansnya. Dia masih dibalut jas hitam dengan kemeja putih di dalamnya dan tampilannya sama sekali tidak rusak walaupun dia sudah pergi sejak pagi tadi.
Sebuah senyum langsung merekah di bibir Dera. Tiba tiba jantungnya berdetak sangat cepat, ditambah lagu saat mata kelabu Gerald menemui mata hitamnya.
Gerald tersenyum simpul. "Kemarilah."
Dera berjalan menghampiri Gerald.
Tiba tiba tangan Gerald terjulur menarik pinggang Dera membuatnya terkejut. Gerald mendekatkan mukanya ke leher Dera dan menghirup wangi perempuan itu dalam dalam.
"Kau terlihat cantik malam ini," bisiknya. "Dan seperti biasa, kau sangat wangi. Aku menyukainya." Beruntung malam ini kumpulan awan sedang mengerubun menutupi bulan, dengan begitu langit menjadi sangat gelap dan Dera bisa menyembunyikan wajahnya yang merona merah padam. Itu yang dipikirkannya.
Gerald melepaskan tangannya dari pinggang Dera dengan senyum puas setelah melihat Dera yang tersipu malu.
"Masuklah ke dalam," kata Gerald membukakan pintu untuk Dera, tersenyum tampan.
Sepanjang perjalanan, tangan kiri Gerald menggenggam tangan Dera erat, mengubah kesunyian akut menjadi udara penuh dengan debaran jantung yang berdetak kencang menggila.
---
Gerald mengajak Dera makan di sebuah restauran di hotel seperti apa yang selalu dilakukannya selama ini, namun malam itu ada satu hal yang berbeda. Gerald mereservasi seluruh lantai penuh hanya untuk makan malam antaranya dan Dera.
"Apa kau benar benar harus melakukan ini?" tanya Dera.
“Aku menyukai kesunyian,” kata Gerald. “Lagi pula ini masih masuk ke dalam hakku, hotel ini dibuat oleh perusahaan Andapati bekerjasama dengan perusahaanku. Aku memiliki hubungan yang jauh lebih luas dari yang kau pikirkan.”
Dera mendengus mendengar pameran penyombongan Gerald. Dera memesan makanan dengan menutup kolom daftar harga karena membacanya hanya akan membuat Dera merasa tidak nyaman dengan nominalnya.
"Apakah ini saja pesanan Anda?” tanya seorang pelayan.
"Iya, pak," kata Dera mengangguk. Laki laki itu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Gerald, sebenarnya bisnis apa yang kau lakukan hingga bisa memiliki harta sebanyak ini?” bisik Dera pelan. “Untuk ukuran laki laki berumur 28 tahun, ini gila.”
“Tidakkah kuberitahu dirimu?” tanyanya. “Heston Corp adalah sebuah usaha yang bergerak di bidang furnitur, entah itu tempat tidur, perabotan rumah, bahkan sampai barang barang teknologi. Seluruh Asia, Australia, Eropa dan beberapa negara di Amerika dan Afrika. Tidakkah kau tahu merkku? Kurasa sudah lumayan terdengar di Indonesia, sepertinya aku salah paham.”
“Tidak tidak! Aku tahu merk ini, tapi sepanjang umurku aku sangka merk Heston adalah merk Amerika. Kulkasku merk perusahaanmu. Aku kaget,” kata Dera.
Gerald terkekeh pelan. “Aku tidak bisa menyalahkanmu, memang namanya sangat kebarat baratan. Ayahku orang Amerika dan karena ekonomi keluargaku menurun dulu, dia terpaksa pindah ke Indonesia dan memulai membuat perusahaan ini. Heston Corp dibuat dari nama belakangnya.”
“Dan perusahaan ini sekarang menjadi milikmu, bukan ayahmu lagi?”
“Dia sudah tidak ada sejak 8 tahun yang lalu,” kata Gerald. “Kau tidak perlu merasa bersalah menanyakan. Papah membuatnya dengan sahabatnya, sampai saat itu sahabatnya berhianat. Perusahan ini langsung jatuh bahkan hanya berjarak sejengkal lagi hingga kebangkrutan. Papah terpukul oleh hal ini sampai dia jatuh sakit, dan aku yang sedang kuliah di London terpaksa harus mengurus perusahaan papah sementara.
“Tapi tidak lama papah akhirnya meninggal, awalnya aku tidak ingin melanjutkan usahanya, bayangkan saja baru kehilangan seorah ayah, putus kuliah, keadaan perusahaan penuh hutang dan hampir bangkrut, ditambah lagi waktu itu aku masih umur 20 dengan emosi yang masih berantakan, kurasa itu adalah salah satu momen paling menyusahkan dalam hidupku. Untung saja aku memiliki bakat dalam perbisnisan, kalau tidak, mungkin aku sudah ikut dengan papah ke alam sana bunuh diri.”
Dera mencoba membayangkan bagaimana perasaan Gerald waktu itu, mendengarnya saja sudah membuat Dera merasa prihatin apalagi merasakannya, Dera tidak akan sanggup.
Sebuah tangan menggenggam tanganya, menyentakkan Dera. Apalagi lagi saat dia merasakan sebuah bibir menempel di punggung tanganya. “Apa yang kau lakukan!?”
“Tidak bolehkah aku mencium tangan istriku sendiri?” tanya Gerald dengan seulas senyum usil tercetak disana. "Sudah tidak usah dipikirkan, itu hanya cerita masa lalu. Makanlah dengan cepat, aku masih memiliki saebuah kejutan lagi untukmu.”
Dera mengangguk pelan sambil menarik kembali tangannya, memakan hidangan nikmat itu sambil mencoba setengah mati menahan degupan yang menderu keras di dalam dadanya.
.
Follow me on instagram
NnareinaAku tadi sempet baca chapter selanjutnya kepo sama kejutan Gerald. Aku yang bikin aku yang lupa wkwkwk 😂😂
Jangan lupa vote dan komen semuanyaa, thank youuu.
Love you all!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]
Romance"Mulai sekarang kau milikku, mengerti?" "Y-yes, Mr. Billionaire" --- Dera Destia, seorang perempuan berumur 18 tahun yang selalu bermimpi menginginkan sebuah keluarga yang bahagia. Mimpinya tidak pernah terkabulkan. Hidupnya sangat berantakan karena...