Dera melepaskan pelukannya dengan canggung. Sekarang dia merasa sangat bersalah kepada Gerald, sekalipun itu hanya pelukan sahabat. Kesunyian menyeruak, menyiksa mereka dengan kecanggungan yang tidak nyaman. Rian menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dan Dera tidak berani menatap lelaki itu.
Merusak hati lelaki itu dan sekali saja memeluknya.
Rasanya sangat aneh.
"Terimakasih," gumam Rian pelan. "Walaupun rasanya sakit, namun aku bisa melepaskanmu sekarang, aneh padahal aku bukan siapa siapanya kau. Sekarang aku merasa bersalah kepadamu, bagaimana nantinya suamimu kalau sampai tahu?"
Dera menggeleng. "Tidak apa, aku akan memberitahukannya bahwa aku bertemu denganmu."
Rian kaget mendengarnya. "Bukankan dia akan marah jika dia mengetahui bahwa kau bertemu denganku?"
"Mungkin dia akan marah, mungkin sampai menceraikanku. Namun lebih baik aku berkata jujur saja daripada masalah akan lebih rumit jika dia tahu dari orang lain. Lagi pula kita hanya berbicara sebagai teman bukan?" katanya.
Sebagai teman.
Dua patah kata itu menusuk hati Rian. Hanya teman. Harapannya dan hatinya pecah bersama dengan keluarnya kata itu dengan mulusnya dari mulut perempuan yang disayanginya. Namun semuanya memang ditakdirkan untuk berakhir seperti ini.
Rian terpaksa mengangguk sambil sebisa mungkin menahan ekspresi sedihnya.
Tiba tiba sebuah panggilan masuk ke dalam ponsel Rian. Dikeluarkannya ponsel dari sakunya lalu langsung diangkat panggilannya. "Halo, Bibi? Iya ada apa? Aku sedang bertemu dengan teman... Oh Tante, bibi ada apa?.. Benarkah!? Aku akan ke sana secepat mungkin! Dah!"
"Maaf tadi tetanggaku menelepon mengatakan penyakit jantung bibiku kambuh," katanya terlihat panik. "Aku harus pulang sekarang. Maaf, tidak apa kau aku tinggalkan sendiri?"
"Tidak apa, tentu saja! Keluargamu lebih penting, pergilah," kata Dera tersenyum. Rian membalas senyumannya walaupun jelas sekali wajahnya terlihat sangat ketakutan. Laki laki itu sangat mencintai keluarganya.
"Oh dan sebelumnya, boleh aku minta nomor teleponmu? Itu pun kalau kau tidak keberatan."
"Tentu saja, aku tidak keberatan," katanya sambil mengeluarkan ponselnya dan membacakan nomor teleponnya , Rian menuliskan nomornya di daftar kontak ponselnya juga.
"Kucoba telepon," katanya.
Sebuah nada dering terdengar dari ponsel Dera. "Simpanlah nomorku. Kalau ada apa apa telepon saja aku. Kalau kau butuh teman curhat juga telepon aku. Kalau suamimu itu sekali kali melakukan hal buruk kepadamu, langsung hubungi aku. Aku akan menjadi orang pertama yang datang untuk menonjok suamimu hingga babak belur."
Dera tertawa mendengarnya. "Baiklah, aku akan," kata Dera memasukkan nomor Rian ke dalam ponselnya. Dan pada saat itu Dera baru menyadari ada sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.
Gerald: Jangan kemana mana, aku akan menjemputmu sore ini
Sebuah senyuman langsung tercetak di wajah Dera. Dia sangat merindukan laki laki itu. Walaupun nanti dia harus menceritakan pertemuannya dengan Rian dan mungkin memicu emosi Gerald sekalipun, namun dia lebih memilih mengambil resiko itu untuk menemuinya secepat mungkin.
"Bagaimana kau akan pulang nanti? Perlu kuantarkan?" tawar Rian yang langsung dijawab gelengan kepala Dera.
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri. Sebentar lagi akan ada yang menjemputku. Kau sebaiknya pulang secepat mungkin, bibimu menunggumu," kata Dera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Mr Billionaire [COMPLETED]
Romance"Mulai sekarang kau milikku, mengerti?" "Y-yes, Mr. Billionaire" --- Dera Destia, seorang perempuan berumur 18 tahun yang selalu bermimpi menginginkan sebuah keluarga yang bahagia. Mimpinya tidak pernah terkabulkan. Hidupnya sangat berantakan karena...