Aldrich Ed Stanford | Chapter 15

128K 7.7K 221
                                    

Ashley mengakhiri percakapannya dengan Kevin ditelepon. Seperti biasa pria itu tidak pernah absen untuk menghubunginya pagi, siang, sore dan malam. Tapi keberuntungan masih berpihak padanya, pria itu tidak lagi marah atau membahas masalah kemarin malam.

Astaga! Ashley melupakan sesuatu. Manik biru itu menatap takut kearah sosok yang terlihat frustasi dengan wajah memerah padam. Ops..

Aldrich berjalan cepat kearahnya, "kita buat semuanya selesai. Katakan sesuatu yang penting itu!" Ucapnya tegas dengan rahang yang sudah mengeras.

Dia marah!

Ashley menelan salivanya pelan. 'Oh dimana keberanianmu, Ashley? Kenapa kau takut? Kemana rasa takut yang akan takut dihadapanmu itu?' batinnya meringis dalam hati.

Aldrich menunggu Ashley membuka suara. Manik abu gelapnya terus menatap intens pergerakkan kecil yang dilakukan gadis itu. Terlihat sekali bahwa Ashley tengah gelisah, grogi dan tidak nyaman karena tatapan dirinya. Memang siapa yang nyaman jika Aldrich sudah melempar tatapan mengintimidasinya itu? Bahkan patner bisnisnya pun selalu mati kutu dihadapannya.

Ashley menegakkan tubuhnya, berusaha mengabaikan tatapan yang mengintimidasinya itu. "Kau tahu, tuan. Kenyamanan hal paling utama meski orang rela mengeluarkan berapapun nominalnya. Dan itu berlaku padaku," ucapnya sarkastik.

Aldrich melipat kedua tangannya didada lalu menyenderkan tubuhnya dipunggung sofa. "Langsung saja keintinya," perintahnya tanpa memutus kontak mata diantara mereka.

Ashley menarik napas kemudian membuangnya. "Bolehkah aku tinggal dimansionmu, tuan?" ucapnya cepat bahkan terlalu cepat, nyaris tidak jelas.
Aldrich melempar tatapan tajam, "kau gila!" desisnya menekan setiap kata yang diucapkan.

Sudah ia duga mana mungkin ada orang yang mau menerima orang asing untuk tinggal dirumahnya. Apalagi ini Aldrich. Menginap semalam saja butuh perjuangan dan pengorbanan dari kedua sikunya.

"Aku tidak gila. Hanya sedikit gila. Sudah kukatakan berapapun nominalnya pasti akanku berikan. Aku tidak bermaksud menjatuhkan harga dirimu, tuan. Anggap saja kau sedang menolong seseorang dalam kesusahan. Kumohon, tuan.. Kenyamanan hal utama bagiku. Aku tau, kita terikat hanya karena aku berteman dengan Sam. Tapi setelah ini kita bisa berteman baik. Bagaimana?" paparnya dengan wajah memelas penuh harap. Ia meremas kedua sisi dress putihnya menyalurkan perasaannya saat ini.

"Kau bilang kenyamanan hal utama bagimu?! Itu pun berlaku padaku," balasnya santai.

Ashley bangkit berdiri, ia berjalan kesana kemari. "Ya.. Ya. Aku mengucapkan itu tadi. Tapi pikirkan ini baik baik, tuan. Jika aku tinggal dimansionmu. Sam akan mempunyai teman wanita, setidaknya satu yaitu aku." ia menunjuk dirinya sendiri.

"Kurasa dia cukup pintar untuk tidak dekat dengan wanita." sikap arogannya sudah muncul kepermukaan.

Ashley mendengus kesal, "memangnya ada apa dengan kaumku? Didunia ini siapa yang tidak membutuhkan wanita?? Tsk.. Sam, membutuhkanku! Dia butuh bantuanku! Kepribadiannya membuat dirinya berbeda dengan pria lain karena mungkin dia tumbuh tanpa sentuhan seorang ibu atau wanita dihidupnya." ia tidak menyadari perubahan tubuh Aldrich yang mendadak kaku.

"Sam terlalu dingin terhadap wanita dan sebagai temannya aku cukup khawatir akan itu. Aku pernah bertanya padanya. Apa dia memiliki trauma atau semacamnya karena jika benar itu tidak bisa dibiarkan begitu saja." Ashley berhenti sejenak untuk mengambil napas sebelum ia kembali melanjutkan, "Memang sampai kapan dia akan seperti itu? Apa dia tidak ingin menikah, memiliki istri dan anak? Siapapun tahu, paket itu akan ia dapat dari seorang wanita bukan pria. Tapi dia bilang padaku bahwa 'kau tidak perlu khawatir Ashley aku baik baik saja. Lagipula tidak hanya aku yang memiliki pribadi dingin seperti ini, semua aku dapatkan dari guru besarku' yaitu kau, Tn. Aldrich." ucapnya menirukan gaya bicara Sam. "Oh jangan menatapku seperti itu," protesnya.

Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang