Aldrich Ed Stanford | Chapter 8

150K 8.5K 92
                                    

"Jadi kau teman Sam, Ashley?" William bertanya, seraya tangannya membalut luka dikedua sikunya.

William mengernyit bingung, luka yang didapat gadis itu cukup dalam. Namun Ashley tidak meringis sakit sedikitpun, justru dirinya semakin merasa aneh melihat senyum tipis itu masih tetap bertengger manis di wajah cantiknya dan jangan lupakan manik biru yang kian berbinar indah.

"Ya. Aku temannya." Jawabnya singkat. Ashley mengangkat sebelah alisnya melihat Sam yang nampak menegang diseberang sana.

Aldrich, pria itu tidak pernah melepas kontak sedikitpun sejak Ashley duduk diruang tamunya.

"Sejak kapan kalian berteman? Sam tidak memiliki teman wanita! Benar begitu, Sam?!" Kali ini Aldrich angkat bicara. Nada dingin dan rendah terdengar berkali kali lipat dari biasanya.

Sam gelagapan menimpali ucapan pria yang semakin menghunus tatapan tajam pada dirinya. Sebelum suara merdu akhirnya dapat membuat pemuda itu mendesah lega.

"Oh benarkan, Sam? Apa itu artinya, aku yang pertama bagimu?" Ashley  mengedipkan sebelah matanya, sebelum manik birunya beralih pandang, "kami baru bertemu dan berteman kemarin sore, Tuan!" Ia mengangkat dagunya tinggi tinggi. Jangan lupakan Ashley masih kesal dengan pria kasar itu.

William tercengang, "maksudmu kalian baru berkenalan?" Ashley mengangguk kecil untuk jawaban pria yang duduk disampingnya.

William menatap tak percaya, begitupun dengan yang lainnya.

Gadis itu berani berkunjung kerumah pria yang jelas baru dikenalnya?

Mereka tidak habis pikir, bagaimana jika pria tersebut bukan Sam melainkan orang lain yang akan dengan senang hati memanfaatkan kepolosannya?

Dijual ke rumah bordil!

Atau lebih buruknya..

Menjadi jalang tahanan seorang Mafia..

Membayangkan saja membuat mereka bergidik ngeri. Tolong jauhkan nasib buruk itu dari gadis cantik dan sepolos Ashley.

Ashley berdehem pelan, mengalihkan pemikiran pria pria yang sepertinya sudah melayang jauh entah kemana.

"Seperti yang aku bicarakan sebelumnya, Tuan tuan. Perkenalkan namaku Ashley Alison, kalian bisa memanggilku Ashley." Ia menghela napas pelan, sebelum kembali melanjutkan kalimatnya. "Walau begitu, jangan karena namaku Ashley kalian menilaiku sebagai wanita jahat perusak hubungan orang lain atau lebih parahnya kalian menganggapku sebagai wanita penggoda sang CEO yang tampan, mapan dan berkuasa seperti kebanyakkan tokoh karakter namaku dalam banyak buku novel. Big No!! Aku tidak seperti itu," Ashley mengerucutkan bibirnya tidak suka.

Sebenarnya ingin sekali ia berteriak, memaki dan mengumpat para penulis yang tiap kali memakai namanya sebagai peran antagonis perebut kekasih orang atau menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain. Ashley sangat tersinggung dengan itu, sampai dirinya berpikir bagaimana jika nama Ashley dipatenkan untuk dirinya saja?

Pernah sekali Ashley menangis kesal setelah membaca novel bergenre romantic yang hampir membuatnya membenci namanya sendiri. Bagaimana tidak? Tokoh Ashley disana berperan sebagai wanita jalang yang terobsesi untuk menjadi wanita simpanan mafia tampan berdarah dingin. Wanita itu tidak segan menyingkirkan siapapun yang berani menghalangi jalannya termasuk membunuh keluarganya sendiri dan menyingkirkan anak serta istri sang mafia. Benar benar wanita yang menjijikan bukan?

Kevin yang melihat itu berjanji akan menuntut sang penulis asal Rusia yang mencemarkan nama baik gadisnya dan juga menutup kantor si pernerbit buku. Ashley, gadis itu harus berpura pura sakit guna mencegah niat Kevin yang akan menghubungi Gabriel sang pengacara pribadinya.

Oh Ashley semakin merindukan Kevin-nya..

Mereka tergelak tawa mendengar penuturan Ashley. Mana mungkin Ashley yang bersama mereka masuk dalam kategori wanita penggoda. Oke, gadis dengan piyama merah muda yang menggelikan apa termasuk diantaranya?

"Tentu tidak, Ashley. Kau gadis yang berbeda. Ah, lupakan itu! Lalu apa benar kau berasal dari London?" Tanya pria bermanik hijau, setelah berhasil menghentikan tawanya yang meledak. Sontak dirinya mendapat tatapan penuh selidik dari semua pasang mata disana.

Oh shitt..!! Umpatnya pelan.

Sam memberi peringatan lewat sorot matanya, seolah berkata. "Tutup mulut besarmu!!"  Georgi hanya meringis menanggapinya.

"Kurasa bukan hanya, Sam yang mengenalnya." Aldrich menatap lurus manik hijau yang terlihat gugup.

"S..sam yang bercerita padaku," Ungkapnya cepat.

Oh mulutku!!

Georgi merutuki dirinya sendiri. Ah, kenapa rasanya seperti orang yang tertangkap basah berkhianat? Lebih tepatnya berkhianat pada Aldrich.

Ashley memandang Aldrich dengan tatapan yang sulit diartikan, sebelum manik birunya mengalihkan pandang pada pria bermanik hijau itu. "Ya, kau benar, Tuan. Aku berasal dari London. Aku sedang berlibur kemari mungkin 1 atau 2 bulan," ia mengendikkan bahunya.

Hening

Tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka. Lebih tepatnya mereka semua masih merasa bingung, canggung dan tak biasa menghadapi seorang tamu, terlebih tamu pertama yang mereka terima adalah seorang gadis manis.

Ashley, gadis itu terus melirik para pria yang duduk disekitarnya. Dari yang ia tangkap pria bernama Aldrich terlihat jauh berbeda dengan para pria yang duduk diruangan ini. Istilahnya seperti sesosok pria dingin yang tersesat diantara banyaknya pria hangat.

Hangat??

Ya, hangat! Karena Ashley dapat merasakan kehangatan diantara sosok sosok pria disini dan Aldrich tentu tidak termasuk diantaranya.

Georgi berdehem, mengusir keheningan dan rasa canggung diantara mereka. Sebenarnya Aldrich, pria itulah yang harus bertanggung jawab atas suasana yang tidak nyaman ini. Tapi apa boleh buat?

"Mmm.. Ashley. Perkenalkan namaku Georgi Carver. Kau bisa memanggilku, Geo!" Ia tersenyum tipis seraya mengulurkan tangannya. Dan tentu saja Ashley menyambutnya dengan senang hati.

Begini lebih baik! Gunam Georgi dalam hati.

William, Max, Mark dan Seth. Mereka terlihat melakukan hal yang sama dengan memperkenalkan dirinya masing masing. Dan ajaib, setelahnya mereka terhanyut dalam pembicaraan yang lebih santai dan nyaman. Terkadang mereka tergelak tawa, apalagi ketika Ashley menceritakan tentang tekad Kevin yang akan menuntut penulis asal Rusia itu. Dan tentu, Ashley tidak menyebut nama Kevin saat Georgi bertanya dengan penuh selidik. Ia hanya menjawab seseorang yang sangat penting bagi hidupnya, itu saja tidak lebih.

"Harusnya kau tidak mencegahnya, Ashley! Aku sangat penasaran bagaimana nasib buruk pada akhirnya menimpa penulis asal Rusia itu. Pasti itu akan mengubah hidupnya dalam sekejap," Sam menekuk wajahnya lucu.

Ashley tertawa merdu, "dan kau ingin kisah hidupnya lebih menarik daripada cerita yang selama ini telah dikarangannya?" Ia mendesah pelan, " lagipula aku tidak benar benar menginginkan namaku menjadi satu satunya milikku didunia ini. Itu hanya kekesalan sesaatku saja, Sam." Terangnya.

"Aku pernah memiliki teman bernama Ashley," gunam Mark pelan. Lebih tepatnya bicara pada dirinya sendiri, tapi suaranya masih terdengar jelas ditelinga mereka, terutama oleh sang pemilik nama yang sama.

Ashley membulatkan matanya, "benarkah? Lalu bagaimana orangnya??" Tanyanya antusias.

Mark terlihat ragu mengatakannya. Namun, semua pasang mata sudah terlanjur menunggu jawaban darinya tak terkecuali dengan pemilik sepasang manik mata abu gelap.

Tunggu!!

Manik abu gelap itu??

Ya. Aldrich, pria itu terlihat memandang Mark dengan penuh minat, sirat penasaran tidak lepas dari sepasang manik abu gelapnya. Sepintas orang lain akan menganggapnya biasa, namun sungguh semua itu pemandangan langka bahkan tak terjadi sebelumnya. Pertama kali Aldrich terlihat seperti buku yang terbuka. Dan pemandangan itu tak luput dari sepasang manik coklat yang telah mengamati gerak geriknya dari awal.

* * *

Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang