Aldrich Ed Stanford | Chapter 19

134K 7.1K 87
                                    

Seth tersenyum lemah melihat Ashley masuk ke kamarnya dengan membawa makanan diatas nampan. Tanpa membantah, ia menerima suapan demi suapan yang diberikan gadis itu meski rona merah menghiasi permukaan wajahnya. Ucapan terimakasih terus terlontar dari bibir Seth ketika Ashley dengan penuh perhatian membenarkan kembali posisi tidur dan mengecek ulang suhu tubuhnya.

Sejak dulu penilaiannya terhadap seseorang tidak pernah salah. Pertama kali melihat Ashley, ia merasa gadis itu memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain. Manik birunya memberikan ketenangan yang mampu membuat orang nyaman untuk sekedar memandangnya. Pribadi Ashley mengingatkannya pada sosok pria baruh baya yang telah merangkul serta membawa dirinya bertemu Aldrich, lengkap dengan orang-orang yang sudah ia anggap sebagai saudara hingga detik ini.

"Terimakasih, Ashley. Kau sudah merawatku. Bagaimana? Apa kau nyaman tinggal disini?" Seth bersandar di kepala ranjang saat dirasa sudah tak ingin tidur lagi. Ia lebih tertarik berbincang bincang dengan gadis itu dibanding tertidur seharian.

Ashley berdecak, "sudah berapa kali kau mengatakannya," protesnya pura pura sebal mendengar kalimat menyenangkan itu.

"Aku senang tinggal disini rasanya, seperti berada dirumahku sendiri. Bagaimana denganmu? Apa kau senang begitu mendengar aku akan tinggal bersama kalian?" ia memposisikan dirinya duduk ditepi ranjang dengan nyaman dan menunggu jawaban dari pria itu.

"Tentu saja kami senang. Kau orang pertama yang tinggal dengan caramu sendiri," ungkap Seth tanpa merasa canggung lagi.

Ashley menatap penuh perhatian kearahnya, "perkataanmu mengundang banyak pertanyaan di kepalaku. Apa maksud perkataanmu tadi? Aku tinggal dengan caraku. Memang, bagaimana dengan caramu? Maukah kau menceritakannya padaku?" seolah diberi umpan Ashley langsung menyambarnya begitu saja. Ia menuntut jawaban atas perkataan pria itu.

Seth berpikir sejenak, ia menimbang-nimbang untuk menceritakannya atau tidak. Jika dirinya memilih bercerita, tidak menutup kemungkinan akan mengundang pertanyaan yang lebih banyak lagi. Tapi setelah dipikir kembali tidak ada salahnya berbagi cerita dengan gadis itu. Lagipula ia akan menjaga bibirnya jika ceritanya mulai merembet atau melantur kemana mana.

"Tidak apa jika kau-"

Seth menatap cepat kearah Ashley, ia menghela napas sebelum memulai bercerita. "Caraku? Aku tidak menggunakan cara apapun untuk tinggal disini karena Mr. John yang menyuruhku menetap dan melayani Aldrich." Ashley menautkan alisnya, sebelum gadis itu bertanya Seth kembali melanjutkan kalimatnya. "... Mr. John, orang kepercayaan Tn. Adams yang tidak lain mendiang ayah Aldrich." ia menjeda kalimatnya untuk memberi waktu Ashley mencerna perkataannya.

Ashley mengangguk paham, ia memberi gerakkan agar Seth melanjutkan.

"Saat itu usiaku 20 tahun. Aku bekerja sebagai pelayan di sebuah cafe kecil pinggiran kota." Seth memejamkan matanya sejenak sebelum membukanya kembali, seolah terlempar ke masa itu. ".. Suatu hari aku tidak sengaja melakukan kesalahan hingga mengundang simpati banyak pengunjung disana termasuk Mr. John. Dia tiba tiba menolongku dan menawarkan pekerjaan yang lebih baik daripada bekerja sebagai pelayan yang dikucilkan. Awalnya aku menolak karena dari penampilannya saja, semua dapat menilai kalau dia bukan orang sembarangan terlebih Mr. John termasuk pelanggan terhormat cafe kami. Tapi dia begitu gigih membujukku lalu dengan hati yang masih ragu aku menerimanya. Aku tidak tahu apa yang Mr. John lihat dariku selain hidupku yang menyedihkan dan sebatang kara." ungkapnya, seraya memainkan kedua jari telunjuknya.

Mungkin dia melihat ketulusan dan kejujuran dari matamu, ucap Ashley dalam hati. Seperti yang dirinya lihat saat ini.

Ashley menangkap sirat luka dari sepasang manik itu, "lalu pertemuanmu dengan Aldrich di mulai," tebaknya.

Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang