Aldrich duduk diam di meja pantry. Matanya menatap lurus mengamati gerak gerik yang dilakukan gadis itu dengan segala aktivitasnya di dapur.
Dirinya menurut begitu saja saat Ashley menarik tangannya lalu membawanya kesini untuk membuat sesuatu yang entah apa itu ia tidak tahu. Saat menuju kemari mereka sempat berpapasan dengan Sam yang kerepotan membawa banyak makanan untuk dibawa kekamarnya. Dan Aldrich menangkap ekspresi terkejut di wajah pemuda itu, melihat dirinya berjalan beriringan bersama Ashley.
Pertama kali dalam hidupnya. Dirinya bergabung berkumpul bersama dengan orang-orang yang sebenarnya sudah tidak asing lagi untuknya. Kebingungan, kegugupan dan kecanggungan kerap kali menjadi penghalang dirinya sehingga menyisakan jarak jauh diantara mereka selama ini. Dan mungkin karena itu juga ia berada disini.
Senang. Rasa yang sudah lama padam tiba tiba hadir saat ini. Cukup terkejut memang, mengetahui perasaan itu masih ada di hatinya tidak benar-benar menghilang. Dan anehnya ia menyukai perasaan itu.
Aldrich tidak sadar dengan kehadiran Ashley yang berdiri dihadapannya, membawa dua mug besar beraromakan cokelat harum dikedua tangannya. "Tuan! Kau masih bersamaku?" tanya gadis itu setelah menangkap tatapan kosong dirinya beberapa saat lalu.
"Hmm.. Kau sudah selesai?" dibalas anggukkan semangat dari Ashley. Satu hal yang membuatnya heran. Mengapa gadis itu selalu bersemangat disetiap waktu, tempat dan orang baru?
"Ini coklat panas yang akan dipadukan dengan marshmallow dan kacang almond yang gurih. Untukmu!" Ashley mengedikkan dagunya agar dirinya mengambil mug yang satunya, "semoga kau suka.. " ia tidak tahu mengapa dirinya menerima coklat panas itu begitu saja tanpa penolakan apapun.
Ashley mendengus pelan, "tidak ingin mengucapkan terimakasih padaku?"
Aldrich menatap lurus manik biru itu sebelum melenggang pergi dari sana bersamaan dengan mengucap terimakasih sekilas dan pelan nyaris tak terdengar. Ia yakin ucapan terimakasihnya tadi akan membawa dirinya dalam percakapan yang sangat panjang. Sedikit demi sedikit Aldrich sudah menghapal gadis itu. Memperpanjang sesuatu yang berujung mempersulitnya.
"Apa kau baru saja bergumam, tuan? Kau mengucapkan terimakasih seperti berkata 'oh'." Aldrich memutar bola matanya. Sudahkah ia bilang bahwa gadis itu terlalu banyak bicara?
"Aku tidak menerima ucapan terimakasih seperti itu!" terserah, batinnya dalam hati.
"Tunggu, tuan!" gadis itu menyusulnya untuk mensejajarkan langkah mereka.
Aldrich menghentikan langkahnya lalu menatap tajam manik biru itu, "berhenti bicara. Atau kau ingin.. Aku menumpahkan coklat panas ini kebawah sana agar kau terjatuh sama sepertiku tadi sore?" ucapnya mengancam. Tunggu! Bagian mana dari kata katanya yang membuat gadis itu tersipu malu seperti sekarang?
"Berhenti! Aku tidak sedang merayumu. Mengapa kau tiba tiba menjadi pemalu sekarang?" ia mengernyit tidak suka. Ekspresi itu mengapa sangat mengganggunya?
Ashley tersenyum geli, "kau tidak sadar. Kata katamu mengandung makna lain untukku. Kau seolah tengah mengajakku berbaring dibawah sana bermandikan lautan coklat yang lengket. Kau dan aku. Hanya kita berdua dibawah sana." bisiknya pelan. Ia menarik turunkan alisnya, menggoda pria yang saat ini menatap tajam dirinya.
Sebenarnya, Ashley sedang mencari topik pembicaraan dengan Aldrich yang mana dirinyalah yang harus membuat suasana hati pria itu tetap tenang seperti biasa. Tidak perlu banyak berpikir atau mengkhawatirkan hal lain.
Aldrich menatap tidak percaya. Berani sekali gadis itu padanya. Sudah tidak terhitung berapa kali dirinya meredam emosi yang seringkali muncul jika berdekatan dengan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)
RomanceALDRICH ED STANFORD, sosok pria dengan kepribadian introvert (tertutup), pengalaman masa lalu menjadikan emosinya bagai buku yang tertutup rapat. Suatu ketika Aldrich bertemu dengan Ashley, seorang gadis berjiwa bebas yang mencintai hidup dengan mem...