Central Park menjadi pemandangan indah disore hari. Gadis bersurai hitam itu tengah duduk nyaman dirumput hijau yang empuk dan lembut. Jemari lentiknya dengan cekatan menggores garis garis lengkung untuk menghasilkan sebuah gambar sketsa yang indah. Sesekali ia menghirup udara segar dan memejamkan mata, menikmati semilir angin yang membelai lembut wajahnya. Pikirannya kembali melayang pada minggu lalu, membuat bibirnya menarik senyum kecil saat mengingatnya lagi.
Pria bermanik biru itu terus memeluk erat tubuh mungil gadisnya, terlihat jelas sang pria tidak ingin melepasnya pergi.
Gadis dalam pelukannya mendengus kesal," Kevin, aku sulit bernapas!" Gerutunya.
Kevin, pria itu pun melepas pelukannya namun, tangan kokohnya masih merangkul erat pinggang gadisnya. "Ashley, apa sebaiknya aku.. " kalimat serius Kevin terputus saat Ashley dengan cepat mengecup bibirnya.
Kevin mendelik tidak terima.
"Kevin, aku baik baik saja. Setelah sampai, aku akan langsung menghubungimu." Jelas Ashley ketika melihat raut cemas di wajah Kevin.
Kevin menarik napas panjang," tapi, bagaimana hidupku.. tanpa dirimu, princess?" Rajuknya.
"Kevin.. "
"Siapa yang menemaniku tidur? Lalu siapa yang menungguku saat aku pulang kerja, princess?" Kevin memainkan helaian rambut Ashley yang tertiup angin.
"Kevin, kau harus bisa hidup mandiri tanpaku!"
Ashley membelai rambut hitam Kevin, dan menangkup sisi wajahnya. Disana, ia melihat manik biru yang kini sudah berkaca kaca. Hatinya terasa diremas bila harus melihat kembali raut wajah yang sudah lama tidak pernah ia lihat.
Ashley mengecup lembut kedua mata Kevin, berharap pria itu tidak lagi memperlihatkan kesedihannya.
"Pergilah, princess! Sebelum aku berubah pikiran." Perintahnya.
Ashley melepaskan pelukannya dan memberi senyum termanisnya. Ia menarik lembut wajah Kevin untuk mendekat sebelum bibirnya mendaratkan kecupan lembut dibibir pria itu.
Sangat berat bagi Ashley hidup terpisah dengan Kevin. Namun, selama ini dirinya cukup terganggu dengan wanita wanita yang menginginkan pria itu.
Bukannya Ashley tidak tahu bahwa sikapnya selama ini,justru membuat dirinya dipandang rendah oleh orang lain. Tapi ia sama sekali tidak mau peduli, mereka tidak tahu apa saja yang telah Ashley dan Kevin lalui selama 10 tahun terakhir. Maka dari itu Ashley memutuskan akan memberi waktu untuk dirinya sendiri tanpa harus melihat mereka yang sebenarnya telah mengusik hati kecilnya.
Hanya sementara, Kevin. Setelah itu aku akan kembali padamu dan menerima semuanya lagi... batinnya.
"Tampan.." gunamnya pelan, saat matanya menangkap sesosok pria berkemeja hitam yang melintas didepannya.
"Aku lebih tampan darinya, jika kau sadar dari tadi aku sudah duduk disampingmu, nona." Suara maskulin itu membuatnya tertegun sepersekian detik sebelum Ashley kembali bersikap biasa.
Kini sesosok pria tampan berkaos putih, bersurai coklat dengan manik hitam miliknya tengah memandang Ashley dengan penuh teliti. Pria itu telah duduk santai disampingnya dengan beberapa kantung belanjaan yang terletak tak jauh darinya.
Sejak kapan pria asing itu duduk disini? Batinnya dalam hati.
Ashley berdehem menghilangkan rasa canggungnya terhadap pria asing itu. "Memang kau tampan. Tapi, dia lebih tampan darimu karena usianya." Sahutnya.
Ashley akui pria asing yang berada disampingnya memang jauh lebih tampan, ia menebak usianya tidak jauh berbeda darinya mungkin sekitar 20 tahunan. Tapi, Ashley masih punya malu. Memang harus dirinya berkata jujur didepan pria itu?
Pria bermanik hitam itu mendengus kesal karena baru kali ini seorang gadis mengabaikan ketampanannya.
"Aldrich jauh lebih tampan, kau belum tahu saja.." gunamnya pelan, namun masih terdengar ditelinga Ashley.Pria itu mencoba menarik perhatian gadis itu lagi, " hei, nona! Sepertinya kau bukan asal sini?" Tanyanya, meneliti setiap lekuk wajah Ashley lagi.
Shit! Gadis yang cantik..umpatnya dalam hati.
Haruskah dirinya bersikap dingin seperti yang selama ini ia lakukan pada wanita yang selalu memujanya.
Mengabaikannya?
Pria itu menggeleng cepat, sangat sulit mengabaikan gadis secantik itu.
Ashley menatap aneh pria asing disampingnya, namun ia tetap menjawab pertanyaan yang terlontar untuknya. "Aku memang bukan asli penduduk sini. Minggu lalu aku baru pindah kemari. London, kota asalku." Suara merdu Ashley terdengar indah ditelinga pria itu.
"Pantas saja. Perkenalkan namaku Samuel Corner." Sam mengulurkan tangannya dan tersenyum tipis.
"Ashley Alison" ada jeda saat Ashley menyebut nama belakangnya. Ia menerima dengan senang hati uluran tangan Sam.
"Dimana kau tinggal, Ashley? Apa kau tinggal sendiri?" Sam bertanya dengan hati hati, seharusnya ini menyakut urusan pribadi. Tapi Sam hanya ingin lebih mengenal gadis itu, ia merasa nyaman dan santai. Tidak seperti wanita yang selama ini selalu berisik dan mengusik ketenangannya.
"Aku tinggal sendiri di apartemen. Jika kau punya teman wanita, kau bisa mengajaknya untuk menemanimu mampir ke apartemenku." Jawab Ashley tersenyum tipis. Entahlah, menurutnya akan sangat menyenangkan bila ia memiliki teman baru.
Sam hanya mengangguk dan kembali memandang Ashley. Sepertinya ia tidak akan bosan melihat pemandangan seindah ini.
Merasa diperhatikan, Ashley mencoba membuka suara, "aku dengar kau menyebut nama pria bernama Aldrich tadi. Apa dia temanmu?" Suara pelan Ashley membuyarkan lamunan Sam.
"Tidak. Dia seperti kakak untukku," jawabnya singkat.
"Oh.. kau tinggal bersamanya, Sam?" Tanya Ashley kembali.
"Ya. Begitulah.."
"Apa aku bisa berkunjung kerumahmu??" Ashley bertanya dengan nada serius kali ini.
Sam mendengus kesal, ia memalingkan wajahnya. Dia tahu kearah mana pembicaraannya sekarang, terlihat gadis itu ingin bertemu Aldrich bukan semata mata ingin bertemu dengannya lagi.
"Silahkan saja, kalau kau bisa?" Jawab Sam ambigu.
Ashley menautkan alisnya, "kenapa aku tidak bisa?" Tanyanya heran.
Sam menarik napas panjang, harus ada yang ia jelaskan disini. "Karena mungkin Aldrich tidak akan menerimamu, Ashley. Dia akan menolak kunjunganmu. Aku tahu kau ingin bertemu dengannya, pria tampan yang selalu dipuja puja banyak wanita, tapi dia berbeda dengan apa yang ada dalam otak cantikmu. Lebih buruknya, mungkin kau akan diusir."
Ada unsur kesengajaan Sam mengatakan hal itu. Dia bukan bermaksud menjelek jelekkan nama Aldrich, karena pada kenyataannya kemungkinan besar itu akan terjadi. Namun dibalik itu, Sam hanya ingin tahu bagaimana reaksi Ashley setelah ia mengatakan itu.
Apa Ashley masih ingin berkunjung kerumahnya? Sudah pasti orang yang menjungjung harga diri tinggi tidak akan melakukannya.
"Oh sungguh? Apa itu akan terjadi padaku bila aku berkunjung kerumahmu??" Sam mengangguk cepat.
Ashley tersenyum miring, "Kalau begitu tunggulah kunjungan dariku.." ucapnya santai.
Sam tersentak mendengar itu, ia menggeleng cepat ngenyahkan kemungkinan Ashley benar benar akan melakukan sesuai perkataannya tadi.
Itu tidak akan terjadi, batin Sam meyakini dalam hati.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)
Roman d'amourALDRICH ED STANFORD, sosok pria dengan kepribadian introvert (tertutup), pengalaman masa lalu menjadikan emosinya bagai buku yang tertutup rapat. Suatu ketika Aldrich bertemu dengan Ashley, seorang gadis berjiwa bebas yang mencintai hidup dengan mem...