Sisa malam Aldrich habiskan dengan kegelisahan. Ia yakin tadi itu bukan mimpi ketika sosok cantik ibunya tiba-tiba duduk di sebelahnya lalu menggumamkan sesuatu yang kurang tertangkap jelas.
'Aku tidak ingin membawanya..'
Setelah itu, ia kehilangan sosok ibunya. Tidak berselang lama, tiba-tiba ia merasakan perasaan yang sama ketika dulu kehilangan orang terkasihnya. Karenanya, Aldrich menghabiskan tiga gelas air putih untuk meredakan degup jantungnya yang berdetak tidak teratur. Akan tetapi kegelisahan itu masih ia rasakan membuat dirinya lelah sampai berkeringat dingin.
Dalam waktu yang bersamaan, Ashley mengumpati dirinya yang ceroboh membuka pintu kamar tanpa pikir panjang. Tidak mungkin ada orang iseng di hotel ini, kan?
Ia melirik keadaan luar yang sunyi, tidak ada siapapun kecuali suara gemerincing besi yang tidak tahu dari mana arahnya. Baru saja Ashley memutar tubuhnya, ia terkesiap mendapati sesuatu yang dingin melilit lehernya. Detak jantungnya berpacu hebat seiring dengan tarikan benda tersebut pada lehernya yang ia yakini semacam rantai.
Sekuat tenaga, Ashley mencegah pintu kamar tidak tertutup, berharap seseorang dapat melihat dan menolongnya saat ini.
"Diam!" Ashley tercekat, ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun jika rantai tersebut menahan jalur pernapasan.
'Jangan panik saat seseorang tengah menyakitimu. Beri dia uang atau bernegosiasi dengannya karena pasti ada sesuatu yang dia inginkan darimu. Sesuatu yang tengah kau miliki.'
Suara Kevin menjadi pengiring sebelum Ashley jatuh tak sadarkan diri, menyerahkan dirinya untuk di bawa oleh sosok tinggi berpakaian hitam-hitam yang kini tengah menyeringai puas melihat buruannya.
"Kevin, mengapa semua orang tidak tahu tentang hubungan kita?" tanya seorang gadis kecil yang duduk manis di sebelah pemuda berparas tampan.
"Karena aku tidak ingin mereka tahu mengenai dirimu, princess. Aku takut kehilanganmu, banyak orang diluar sana yang mengincar keluarga—Ashley! Kau kenapa?" Kevin mengguncangkan tubuh mungil gadisnya yang tiba-tiba lunglai di bahunya. Teriakkan panik pemuda itu berhasil membuat Ashley kecil tidak tega tapi ia tetap melanjutkan aktingnya untuk mengetahui seberapa besar kasih sayang Kevin kepadanya.
"Bangun, sayang. Ini sama sekali tidak lucu. Ashley, bangun! Bangun! Bangun!"
Setitik cahaya putih menarik kesadaran seorang gadis yang terikat di kursi. Kedua tangan dan kakinya terikat kuat dengan tali. Pun dengan bibirnya yang tertutup rapat oleh lakban hitam dan ada bekas memerah di sekeliling leher, sosok itu siapa lagi kalau bukan Ashley yang baru sadar. Ia mengerjapkan matanya untuk melihat jelas siluet pria bertubuh tegap yang sudah berdiri di depannya.
"Helo, kita bertemu lagi, little girl." suara bariton milik pria itu mampu membuat bulu kuduk merinding.
Ashley mendongakkan wajahnya, perlahan penglihatannya mulai menangkap sosok pria yang sudah tak asing lagi. Sosok yang selama ini menjelma sebagai tetangga baru apartemennya sekaligus pria yang di segani oleh Jason.
Raymond..
Ashley memalingkan wajahnya ke kiri dan kanan seakan tengah memberi clue agar pria tersebut membuka lakban di mulutnya. Beruntung pria itu mau menuruti keinginannya. Begitu mulutnya terbebas, ia langsung menyerbu pria itu dengan banyak pertanyaan.
"Apa maumu? Mengapa kau tiba-tiba menculikku? Kalau kau menginginkan uang akan aku—" sebelum Ashley menyelesaikan kalimatnya, sebuah tangan besar melayang di pipinya. Wajah Ashley terlempar ke samping, ia merasakan dengungan di telinganya dan tercium aroma besi dari ujung bibir yang sudah pasti terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)
RomanceALDRICH ED STANFORD, sosok pria dengan kepribadian introvert (tertutup), pengalaman masa lalu menjadikan emosinya bagai buku yang tertutup rapat. Suatu ketika Aldrich bertemu dengan Ashley, seorang gadis berjiwa bebas yang mencintai hidup dengan mem...