Pagi-pagi sekali William datang ke kamar Sam untuk memberikan sebuah kunci dengan simpul pita yang lucu dan pemuda itu tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bersorak gembira layaknya anak kecil. Sontak saja semua orang terganggu karena keributan itu, lain hal dengan Aldrich yang tersenyum puas. Dia menyukainya...
"Kau membuatnya bahagia." suara halus itu membuat dirinya tersadar.
Aldrich memandangi Ashley dari balik cermin rias. Pria itu terkagum-kagum memandang kecantikan alami kekasihnya di pagi hari. Sungguh, Ashley tidak pernah berdandan berlebihan untuknya kecuali di pesta Mr. Riddick waktu lalu. Ia tidak mengelak kalau gadisnya benar-benar cantik malam itu, cukup membuat dirinya bertindak nekat dengan mengklaim Ashley lewat ciumannya.
Pemberitaan mereka waktu lalu tidak sampai ke publik karena William selalu apik mengerjakan tugasnya dengan baik. Aldrich menghela napas panjang, tidak tahu kalau orang yang selalu disuruh-suruh itu kakaknya sendiri. Sedikit kecewa dengan dirinya yang tidak peka atas kasih sayang yang telah William curahkan untuknya. Tetapi apa boleh buat? Semua sudah terjadi dan ia akan menikmati kebahagiaannya yang sekarang.
"Melamun.. Kau bilang ingin membicarakan sesuatu padaku." seru Ashley.
Aldrich menatap kearahnya, "mengapa kau tak pernah datang lagi ke kamarku? Sekedar melihatku tidur atau membangunkanku." protesnya meningat perlakuan Ashley yang berubah sejak mereka resmi menjadi sepasang kekasih. "Aku rasa kau lebih perhatian dari sebelumnya."
Ashley tertawa kecil, ia memeluk leher pria itu dari belakang. "Aku tidak jamin untuk tidak menyerangmu saat kau tertidur." ucapnya diselingi tatap geli ketika Aldrich menganggapinya dengan serius.
"Harusnya itu kalimatku. Tapi... Benarkah itu?" Ashley mengangguk cepat sebagai jawabannya, "setampan apa aku? Apa itu cukup membuatmu tidak melirik pria lain? Menjadikanku satu-satunya priamu?" pertanyaan itu sontak membuat gadis berusia sembilan belas tahun itu merasa terhibur. Ingatkan Ashley untuk bertanya pada William, apa Aldrich kecil sangat cerewet dan menggemaskan seperti ini.
"Sangat tampan, tidak cukup melirikmu sekali. Dan Aldrich, kau memang priaku satu-satunya." jawaban Ashley tidak cukup membuat pria itu bernapas lega. Pasalnya masih ada pria lain ditengah-tengah mereka.
Aldrich membawa tangan Ashley ke bibirnya, mengecupnya lembut. "Lalu Kevin?" tanyanya. "Kadang, aku merasa— akulah orang ketiga dalam hubungan ini." ia memutar tubuhnya untuk memeluk pinggang gadisnya, "aku merebutmu darinya dan memaksamu memilihku. Egoiskah, aku?" mendongakkan wajahnya, menatap manik biru yang menatapnya dalam. "Bolehkah, aku egois untuk mendapatkanmu, mendapatkan kebahagiaanku sendiri."
Ashley ingin menangis mendengarnya. Ia perlu meyakinkan pria itu kalau dirinya serius mencintai Aldrich dan ingin melihatnya bahagia meski ia harus tertawan disini sekalipun.
Ashley menangkup kedua sisi wajah Aldrich, "pertama, Kevin tidak akan pernah mendapatkan posisimu karena dia berbeda, tidak untuk menjadi pilihan. Kedua, kau memang akan merebutku darinya. Ketiga, aku tidak terpaksa memilihmu." mendaratkan sebuah kecupan kasih sayang di dahinya.
"Maaf, aku tidak bermaksud meragukanmu." Aldrich kembali memeluk Ashley, membenamkan wajah di perut gadisnya.
Dengan sayang, Ashley mengusap surai hitam yang tadi di keringkannya. Apa Aldrich mengerti dengan opsinya yang kesatu dan kedua? Entahlah, ia akan menjelaskannya setelah mendapat izin dari orang yang bersangkutan.
"Ups, sorry. Aku lupa mengetuk pintu." suara itu berhasil mengalihkan perhatian Ashley, tidak dengan Aldrich yang masih ingin berlama-lama memeluknya.
"Dia datang kemari." bisiknya, memberi tahu.
Aldrich memiringkan kepalanya untuk melihat Sam yang berdiri kikuk di belakang Ashley. "Kau tidak lupa, hanya terbiasa." ucapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)
RomanceALDRICH ED STANFORD, sosok pria dengan kepribadian introvert (tertutup), pengalaman masa lalu menjadikan emosinya bagai buku yang tertutup rapat. Suatu ketika Aldrich bertemu dengan Ashley, seorang gadis berjiwa bebas yang mencintai hidup dengan mem...