Hari berganti pagi. Ashley bangun menatap sekeliling kamar yang bukan miliknya. Ya. Semalam ia tidur di samping Aldrich tanpa membuat pria itu terganggu karena keberadaan dirinya. Tak ingin berlama-lama disana, Ashley keluar dari kamar itu untuk kembali ke kamarnya sendiri. Ia membersihkan diri secepat kilat agar dapat membantu Georgi menyiapkan sarapan.
Setelah melihat sarapan telah siap. Ashley menghampiri Aldrich di kamar. Pandangan pertama yang di tangkap matanya, sosok Aldrich yang baru memasuki walk in closet. Disana pria itu sedang memilih setelan yang akan dikenakan namun cukup lama memperhatikan, Aldrich tak kunjung menjatuhkan pilihannya.
"Ternyata ini yang membuat kami lama menunggu.. " Ashley sudah berada di samping Aldrich yang menatapnya tajam penuh peringatan.
"Lancang sekali kau memasuki daerah pribadiku!"
Ashley memutar matanya, menghiraukan kicauan yang sudah biasa di dengarnya. Pertemanan mereka tidak membuat pria itu mengubur sifat pemarah, penuntut serta egonya yang terlalu tinggi, setinggi langit. Aldrich seakan melupakan pertemanan mereka begitu saja tanpa mengingat siapa yang telah memenangkan dirinya kala itu. Tsk!!
"Tenanglah! Aku sedang membantumu menyiapkan diri." ucapnya tanpa menatap kearah pria itu, "tsk.. Semua kemeja yang kau punya berwarna hitam dan putih. Aku heran apa yang membuatmu lama memilih? Disini pilihan terbatas."
Ashley mengambil kemeja putih lalu memberikannya kepada Aldrich, begitu pun dengan jas dan dasi. "Pakai ini, ini dan ini. Kemeja putih akan menyamarkan aura surammu dan dasi dark blue ini akan menyempurnakan tubuhmu yang sexy.." sengaja ia melirik dada telanjang Aldrich lalu mengerling nakal sebelum menjauh pergi.
Wajah Aldrich memerah padam baru saja ia akan memuntahkan sumpah serapahnya gadis itu sudah menjauh pergi, meninggalkannya seorang diri. Anehnya, pria itu mau memakai setelan yang ada di tangannya tanpa paksaan. Selesai memakai pakaian, ia beranjak dari sana untuk memakai dasi.
Di kamar Aldrich melihat Ashley yang belum beranjak pergi. Gadis itu justru duduk di meja rias dengan senyuman yang tak pernah lepas dari sudut bibirnya. Kali ini apalagi? Tidak tahukah Ashley bahwa dirinya sedang menghindar karena masih mengingat kejadian waktu lalu saat ia mendatangi kamar gadis itu dan menumpahkan segalanya disana.
"Turun dari sana! Kau pikir ini kamarmu?" sentaknya.
Ashley berdecak kesal, "Kau jadi sering marah-marah, Aldrich. Waktu itu aku mengatakan kalau kau perlu mengungkapkan keinginan dan ketidaksukaanmu terhadap apapun tapi bukan berarti kau bebas marah-marah dan membentak orang lain, kau kan bisa mengatakannya baik-baik." jelasnya tanpa turun dari meja tersebut padahal ia tahu pria itu tidak suka dirinya duduk sembarangan.
"Tempat yang kau duduki itu meja riasku dan aku tidak suka melihat kau mendudukinya. Sekarang turun, tunggu aku di meja makan dan duduk manis disana." Aldrich menghampiri dirinya dan menarik tangannya.
"Sebentar, aku masih berguna disini." pria itu menaikan sebelah alisnya, Ashley mengambil dasi di tangan Aldrich lalu melingkarkannya dileher.
"Aku akan membantumu memakai dasi ini. Menunduk!" sontak pria itu menuruti perkataannya yang menghipnotis.
Ashley menyimpulkan dasi itu dengan tenang tanpa melihat Aldrich yang menatap lekat kearahnya. Setelah selesai ia turun dan mendudukan pria itu di kursi untuk memudahkannya menyisir serta menata surai hitam legam itu.
"Apa aku pernah bilang kalau rambutmu bagus dan lembut?"
Aldrich membuang muka tak ingin melihat wajahnya sendiri di cermin. "Hmm.." gumamnya.
"Selesai. Sekarang dimana sepatunya?"
Aldrich memicingkan matanya, "untuk apa? Aku bisa-" ucapnya tertelan di tenggorokan karena gadis itu lebih dulu menemukannya di pinggiran sofabed.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)
RomanceALDRICH ED STANFORD, sosok pria dengan kepribadian introvert (tertutup), pengalaman masa lalu menjadikan emosinya bagai buku yang tertutup rapat. Suatu ketika Aldrich bertemu dengan Ashley, seorang gadis berjiwa bebas yang mencintai hidup dengan mem...