Aldrich Ed Stanford | Chapter 47

108K 6.6K 238
                                    

Ashley membawa tubuh gemetar William ke dalam pelukannya. Peristiwa 20 tahun silam itu membawa kenangan pahit untuk Aldrich dan William. Pantas saja selama ini, pria yang terisak dalam pelukannya itu tidak dapat menyembuhkan luka adiknya karena mereka sama-sama terjebak di malam itu.

Maafkan aku, aku belum bersama kalian saat itu..

Air matanya sudah habis entah kemana, sepanjang cerita Ashley sudah puas menumpahkannya. Ia tidak bisa setegar Max, Georgi dan Mark. Ashley hanya bisa seperti Sam dan Seth yang tak malu-malu menahan air matanya keluar begitu saja.

"Mereka tidak tertolong karena kehabisan darah dan musim dingin membatasi ruang gerak orang untuk bergerak cepat menolong kami." papar William, "aku tidak bangga menjadi kakaknya.. Karena aku terlahir-" Ashley menghentikan kalimat William dengan menangkup kedua sisi wajah rupawan itu.

Sekarang, Ashley tahu dari mana ketampanannya..

Ashley tersenyum tipis, "aku berterima kasih kepada ibumu yang sudah menghadirkanmu ke dunia ini walau caranya salah. Aku pun berterima kasih kepada Ny. Maria yang berbesar hati menahan segala kesakitannya sehingga kau tumbuh bersama kakak dan adikmu. Dia membiarkanmu berlarian, bermain dan tidur di atap yang sama dengan suami dan anaknya. Kau bisa membayangkan itu? Sebagai wanita, mungkin aku tidak akan sanggup sepertinya. Jadi kumohon jangan buat perjuangannya sia-sia." jelasnya seraya menghapus air mata William yang terus mengalir.

"Kau tidak salah, Will. Semua itu karena kegilaan pria bernama Jordan!" seru Sam, ikut menghapus air mata yang membasahi pipinya.

Ashley mengerutkan dahinya terlihat tak setuju dengan pendapat pemuda itu, "apa salahnya? Kita tidak bisa menghakiminya, tidak ada yang tahu apakah pria itu benar-benar ingin membunuh Aldrich atau hanya sekedar melihatnya. Kematian Tn. Aarich dan Mrs. Alissa unsur ketidaksengajaan karena niat sesungguhnya hanya memberi pelajaran kepada Tn. Adam."

Sam mendelik tajam, "sudah jelas pria itu membunuh Tn. Adam."

Ashley mengangguk pelan, "kau benar, pria itu membunuh untuk mendapatkan kembali wanitanya, membebaskan Ny. Maria dari ikatan pernikahan yang membunuh hati wanitanya secara perlahan dan mengakhiri penantian panjangnya selama belasan tahun..." jawaban yang ia berikan cukup membuat Sam bungkam. Pemuda itu tidak berani lagi berasumsi sendiri. "Tidak ada yang salah dengan mereka, semua sudah berjalan sesuai kehendak Tuhan, Sam."

Jika mereka menyalahkan masa lalu bagaimana dengan William. Apa kehadirannya patut untuk di salahkan? Tentu saja tidak. Semua bukan kesalahan, kebetulan atau apapun itu, ini resmi skenario sang pencipta kehidupan.

Ashley mengalihkan tatapannya kearah William, "jangan menyalahkan dirimu, berhenti bersembunyi. Dia menginginkanmu, kau sangat berharga untuknya. Kau hadiah Tuhan di tengah-tengah kepahitan hidupnya." ia menggenggam tangan dingin pria itu, mencoba meyakinkannya.

Akhirnya senyum tipis itu terbit, genggaman tangan Ashley di balas erat oleh William. Semula, pria itu tidak yakin dan tak ingin membagi kisah pahit yang sudah lama ia pendam. Dirinya selalu bertanya, mungkinkah akan ada orang yang mau menariknya keluar dari persembunyiannya selama ini? Ternyata ada dan dia seorang gadis yang duduk bersamanya saat ini.

"William, saat kau menyaksikan kejadian itu. Apa dia melihat apa yang kau lihat?" Ashley mengerutkan dahinya, heran. Aldrich seperti tidak tahu apapun.

"Tentu saja tapi sesuai perintah Aarich aku menutup telinganya agar dia tidak mendengar apa yang aku dengar saat itu." jawab William.

"Jadi dia melihatnya... " gumam Ashley pelan lebih kepada dirinya sendiri. "Tapi, kenapa dia bisa menyalahkan Ny. Maria atas peristiwa itu? Aku pernah mendengar dia memaki ibunya.. "

Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang