Aldrich Ed Stanford | Chapter 29

116K 6.8K 260
                                    

Ashley mengetuk pintu kamar Aldrich pelan lalu menunggu si pemilik membukakan pintu untuknya. Beberapa saat kemudian pintu terbuka menampilkan sosok pria tampan yang baru saja terlihat selesai mandi. Ia memperhatikan bagaimana tetesan air itu turun dari helaian rambut menuju pelipis dan berakhir di lekukan leher sebelum menetes ke lantai.

Gosh! Bagaimana mungkin wanita dewasa di luar sana menyisakan pria lajang seperti pria di depannya ini? Tak sadar Ashley berdecak kagum melihat postur tubuh Aldrich yang tercetak jelas di balik balutan jubah tipis tidurnya. Kemungkinan pria itu buru-buru menyambar apa saja yang ia pakai karena Ashley dapat menebak Aldrich tidak memakai pakaian atasan di balik jubah hitam pekat itu.

"Apa yang kau lihat?"

"Yang tidak pernah kulihat sebelumnya.." ia melebarkan matanya, terkejut mendengar jawabannya sendiri.

Ashley memukul pelan bibirnya, "aku kesini untuk mengajakmu memasak makan malam. Tapi melihat penampilanmu aku mengurungkan kembali niatku." Aldrich menarik sebelah alisnya, seakan bertanya alasannya.

"Sebaiknya lanjutkan saja aktivitasmu.. Sayang sekali jika aku merusaknya. Dan.. " Ashley mengerlingkan matanya, ".. Kau cukup menggoda dengan penampilanmu seperti itu membuatku ingin-" ia menutup mulutnya dengan tangan. Sial!

Sebelum Aldrich angkat bicara Ashley lebih dulu pergi meninggalkan pria itu dengan berjalan cepat lebih tepatnya berlarian kecil. Oh memalukan! bukan salahnya jika ia membayangkan yang tidak-tidak tentang tubuh atletis dan ketampanan pria itu. Bayang itu tiba-tiba muncul begitu saja tanpa dapat dicegahnya, sungguh. Aldrich membuat dirinya terjebak dalam fantasi liar tubuh pria!

Tanpa sadar Aldrich menarik sudut bibirnya keatas, membentuk sebuah senyuman tipis yang sangat jarang di lakukan. Kemarin malam suatu kesalahan terbesar dirinya melupakan keberadaan gadis itu. Sore tadi ia kembali mengambil keputusan terbesarnya untuk menerima hubungan dengan gadis itu setelah sebelumnya ia membiarkan Ashley tinggal. Dan sekarang ia tidak mengerti dengan jantungnya yang tiba-tiba berdetak tak beraturan.

Aldrich memutuskan membantu gadis itu memasak makan malam. Tidak ada salahnya memanfaatkan Ashley untuk mengajarinya memasak, meski sederhana. Gadis itu pemandu yang baik dalam menjelaskan karena pada dasarnya Ashley suka sekali bicara.

"Ada yang bisa aku bantu, nona?" tanyanya setelah beberapa menit memperhatikan gerak-gerik Ashley dari pantry.

Ashley mengulum senyum sebelum memutar tubuhnya, "banyak sekali.. Aku cukup lama menunggu bantuan darimu. Kupikir kau hanya akan memperhatikanku dari sana.. Bagaimana jika kita mulai saja?"

Aldrich berdehem pelan. Rupanya gadis itu tahu, sejak tadi dirinya memperhatikan. Dengan wajah datar ia menghampiri gadis itu dan berdiri di sampingnya.

"Jika saja kau tidak ragu membuka mulutmu, mungkin sudah ada satu makanan yang selesai tersaji. Lain kali kau tidak perlu ragu mengucapkan keinginanmu atau ketidaksukaanmu di depanku. Kita sudah meresmikan hubungan kita tadi sore, ingat!" ucap Ashley seraya memberikan beberapa bahan sayuran yang perlu di potong kepadanya.

"Dalam pertemanan kita perlu mengungkapkan keinginan dan ketidaksukaan kita terhadap sesuatu. Contohnya ini.." Ashley mengambil sebuah pisang dan sebuah lemon lalu menyodorkan kearahnya.

"Yang mana dari kedua buah kuning ini yang tidak kau sukai?"

Aldrich menunjuk buah pisang dengan dagunya. Pisang salah satu buah yang tidak di sukainya sejak kecil. Buah kuning itu membuat dirinya teringat dengan si gendut Diego teman sekelasnya saat duduk taman kanak-kanak. Diego dan pisang dua komponen yang sulit di pisahkan. Itulah sebabnya anak laki-laki itu tidak dapat mengontrol berat badannya hingga saat ini.

Aldrich Ed Stanford (Tersedia di Gramedia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang