Gadis itu menarik napas dalam-dalam dan saling mengaitkan jari-jarinya. Elsa berdiri tepat di samping Raka, laki-laki itu kini tengah menyibukan dirinya dengan laptop seperti biasa tapi Elsa tahu kalau Raka tadi sempat melihatnya di antar pulang Adam, dan Raka sudah pasti marah.
"Kak?"
Raka hanya diam, menghiraukan panggilan Elsa yang berdiri di sampingnya. Gadis itu menghela napas dan kemudian duduk di sofa tepat di hadapan Raka, berusaha membuat Raka tertarik untuk menatapnya.
"Kakak masih marah ya?" tanya Elsa lagi, dan lagi-lagi Raka hanya diam. Seolah tidak ada Elsa di hadapannya.
"Kak, aku minta maaf kalau udah buat kakak kecewa sama aku. Adam cuma nganterin aku doang kok, kak–"
"Udah pernah kakak bilang sama kamu buat gak deket sama dia kan?" potong Raka cepat.
"Aku gak deket kok, kak sama dia. Temenan juga engga," jawab Elsa.
Raka kini mengalihkan pandangannya pada kertas di atas meja dan meraihnya lalu kembali mengetikkan sesuatu pada laptopnya.
"Gak deket tapi di antar pulang," desis Raka.
Elsa, untuk kesekian kalinya ia menghela napas. Merasa lelah dengan sikap kakaknya yang mulai keterlaluan menurutnya. Elsa menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, menatap kakaknya dengan mata berkaca.
"Kak, kenapa sih kakak selalu ngebatesin pergaulan aku? Gak boleh temenan sama ini, gak boleh temenan sama itu. Kakak sadar gak sih, kalau kakak itu udah buat aku kesepian. Aku gak punya temen–"
"Sasa kan teman kamu," potong Raka lagi.
"Beda kak, Sasa emang sahabat aku. Tapi di kampus gak ada satu pun yang mau temenan sama aku karena sikap kakak. Cuma Sasa, cuma Sasa yang berani deket sama aku, Kak? Kenapa sih kakak harus bersikap kayak gini, gak bolehin aku punya banyak teman. Gak bolehin aku punya pacar? Aku pengen kayak anak-anak lain, punya banyak teman, sahabat dan pacar. Aku pengen kak, hidup normal kayak anak-anak lain yang selalu punya cerita unik bareng sahabat-sahabatnya. Kakak harusnya ngertiin perasaan aku, aku ini udah gede kak, aku udah masuk dunia perkuliahan. Dan aku tau mana yang baik dan mana yang buruk," lirih Elsa.
Raka masih diam, sibuk dengan laptopnya meskipun tadi ia mendengar semua ucapan Elsa. Raka merasa Elsa sedang marah. Laki-laki ini sama sekali tak merasa bersalah atas sikapnya yang terlalu over pada Elsa, menurutnya itu wajar ia lakukan.
Raka menengadahkan kepalanya, menatap Elsa yang kini menatapnya dengan mata berkaca dan mata itu segera memaksa Raka untuk mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Melihat mata Elsa yang berkaca sangat membuatnya takut, dan tak sanggup menatap mata itu.
Sampai akhirnya Raka beranjak dari duduknya, menghampiri Elsa, dan berusaha tersenyum di hadapan adik perempuannya itu. Raka meraih kepala Elsa dan mengecupnya beberapa detik.
"Kakak lakuin ini karena kakak sayang sama kamu, kakak gak mau kamu rusak kayak anak-anak yang gak bisa diatur sama keluarganya. Kenal semua orang, keluar malam dan di kenali sama yang namanya barang haram. Kakak gak mau kayak gitu, kakak sayang sama kamu dan alasan kakak gak ngijinin kamu kenal cowok apalagi pacaran. Karena kakak gak mau kehilangan kamu. Kakak sayang sama kamu," jelas Raka. Elsa berusaha menatap dalam mata Raka.
"Termasuk kalo aku nikah? Kakak tetap gak ngasih izin ke aku buat nikah?" tanya Elsa.
"Enggak."
Jawaban Raka itu sontak membuat Elsa terkejut, Raka tidak akan memberikannya ijin jika suatu saat nanti ia menikah. Hal itu cukup membuat Elsa tidak terima, menurutnya ini sudah menyangkut masa depan dan pribadi Elsa sendiri.
"Kakak gak berhak ngelarang aku kayak gitu, aku berhak nikah sama siapapun yang aku cinta. Lagian apa sih alasan kakak gak ngijinin aku buat nikah suatu saat nanti?"
Raka hanya tersenyum lalu mengacak-acak rambut depan Elsa dan kemudian beranjak. Meraih laptop dan buku-bukunya, menghiraukan Elsa yang menunggu jawabannya tapi Raka berlalu begitu saja. Meninggalkan Elsa yang kini menyangga keningnya dengan kedua telapak tangan.
-OurDestiny-
Elsa kembali duduk di warung kampus pagi ini. Melirik jam tangannya yang menunjukan pukul delapan lewat dua belas. Gadis itu hanya menghela napas dan kembali menidurkan kepalanya di atas lipatan tangan yang ia buat. Hari ini Elsa merasa tidak semangat sejak pernyataan kakaknya semalam yang menyatakan bahwa suatu saat Elsa tidak boleh menikah dengan siapapun.
Elsa memejamkan matanya, merasakan kepalanya yang pening. Tidak peduli jika nanti ada yang melihatnya membolos di kelas pertama seperti ini yang penting suasana hatinya membaik setelah ini.
"Woi!"
Elsa terlonjak kaget secara tiba-tiba saja seseorang menggebrak mejanya dan mengejutkannya. Tapi saat Elsa baru saja akan memarahi seseorang itu. Ia menghela napas, melihat Sasa yang cengengesan di hadapannya.
"Kok lo gak masuk sih?" tanya Sasa. Gadis itu kini menggeser kursi di hadapan Elsa agar ia bisa duduk di hadapan Elsa.
Elsa terdiam untuk beberapa detik. Sebelum akhirnya menatap kearah Sasa yang menatapnya dengan alis terangkat.
"Kayaknya yang kamu bilang soal Kak Raka itu bener deh, Sa." ucap Elsa lirih.
"Soal kak Raka suka sama lo?" tanya Sasa.
Elsa hanya mengangguk pelan dan memasang wajah bingung. Sasa melambaikan tangannya pada ibu kantin dan memesan sesuatu. Sebelum akhirnya kembali fokus pada Elsa.
"Lo udah nanya?" tanya Sasa lagi.
Elsa menghela napas, kembali menidurkan kepalanya di atas lipatan tangan, "Semalem aku nanya sama dia apa alasan dia bersikap kayak gini ke aku. Dia jawab karena dia sayang sama aku tapi pas gue tanya apa aku boleh pacaran, dia bilang enggak. Terus pas aku tanya lagi apa suatu saat boleh nikah, dia jawab enggak. Tapi habis itu udah, dia gak jawab lagi pertanyaan aku dan dia pergi gitu aja," jelas Elsa.
Sasa yang semula memperhatikan Elsa kini beralih pada ibu pemilik warung yang mengantarkan minuman pesanannya dan segera mengucapkan terima kasih. Meminum sedikit minuman itu dan kembali fokus pada Elsa.
"Aku capek, Sa, sama sikapnya kak Raka. Aku pengen kayak yang lainnya, pergi bareng temen, main sama temen, nyiptain kenangan bareng temen-temen. Punya pacar. Aku ngerasa hidup aku itu... sepenuhnya di pegang Kak Raka dan aku gak punya kesempatan buat bebas," lirih Elsa.
Sasa selalu menjadi pendengar yang baik untuk Elsa. Gadis dengan rambut di ikat ekor kuda tanpa poni itu mengelus puncak kepala Elsa yang saat itu berada di atas meja. Elsa memejamkan matanya saat merasakan usapan lembut Sasa.
"Gue tau gimana perasaan lo, gue ngerti. Tapi sekarang gue bisa bantu dengan cara apa? Kak Raka aja gak begitu suka lo sahabatan sama gue. Satu-satunya cara lo bisa lepas dari kak Raka dan semua sikapnya itu ya suatu saat... saat lo nikah dan ikut sama suami lo," ucap Sasa.
Mendengar ucapan Sasa, Elsa segera membuka matanya. Ia baru ingat jika kemarin ada sedikit kejadian yang sebenarnya bukan kejadian. Hanya saja wanita paruh baya itu melebih-lebihkan apa yang ada.
"Nikah Sa? Tapi... itu masih beberapa tahun lagi," ucap Elsa yang kembali memejamkan matanya.
Sasa menghela napas lalu kembali menyeruput minuman dihadapannya. Membiarkan Elsa memejamkan matanya sejenak sebelum bel istirahat berdenting sekitar setengah jam lagi.
Bersambung...
Yoyoayoo vote dan komentar nya yoo..
Jgn lupa follow wp aku:v
rtarisa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Teen Fiction'INI TAKDIR KITA. KITA YANG DISATUKAN OLEH HAL KONYOL, DAN KITA YANG DI PISAHKAN OLEH HAL YANG SUNGGUH MENYAKITKAN' Sebuah cerita yang berawal dari sebuah kekonyolan dan salah paham. Cerita itu berlanjut dengan tidak serius. Tapi, kisah ini berakhir...