-EMPAT PULUH DELAPAN-

1.2K 54 1
                                    

Elsa terduduk di kursi meja makan, menatap meja makan yang kosong. Bunda tengah berada di kamar. Sempat mengatakan pada Elsa bahwa ia tengah  merapikan sesuatu, Elsa merasa sangat lelah, napasnya sesak. Dan itu membuat kepalanya terasa bugitu pusing.

Elsa melangkah. Berniat untuk memanggil Bunda dan meminta tolong. Napasnya benar-benar sesak dan kepalanya berdenyut hebat.

"Bunda..." lirih Elsa.

Mencoba mengetuk pintu kamar Bunda. Tapi sayangnya denyutan itu terasa semakin kuat dan akhirnya membuat tubuhnya limbun begitu saja.

"Elsa? Ya Allah, Elsa? Bangun sayang, Elsa?" Bunda menepuk-nepuk pelan pipi Elsa. Sempat menyeka darah yang terus mengalir dari hidung Elsa.

Bunda segera meraih ponselnya, menghubungi Ambulance, lalu menghubungi Adam dan Ayah yang berada di kantor. Panik? Pasti. Bunda sangat menyayangi Elsa, tidak pernah mau melihat Elsa terluka atau terjadi sesuatu pada Elsa. Bunda memeluk Elsa seerat mungkin, menantunya terlihat lemah sejak kemarin.

***

"Bunda, aku mau ketemu Adam." lirih Elsa.

"Adam belum bisa di hubungi, Sayang. Mungkin dia lagi ikut kuis." ucap Bunda.

Bunda menahan air matanya. Kini Elsa terbaring di sini lagi, dengan infus, beberapa selang dan juga mask oksigen. Wajahnya sangat pucat dan matanya sayu. Jauh lebih lemah di banding kemarin.

"Aku mau ketemu Adam, Bun." lirih Elsa lagi.

"Nanti Adam pasti kesini" bisik Bunda.

"Nanti kalau Adam dateng, tolong biarin aku berdua sama Adam ya Bun. Aku cuma mau berdua sama Adam."

Bunda hanya menganggukan kepalanya dan menutup bibirnya dengan telapak tangan saat bibirnya kembali bergetar. Elsa memejamkan matanya, napasnya mulai teratur dan itu membuat Bunda bernapas lega.

Memperhatikan wajah malang menantunya membuatnya seperti melihat putrinya sendiri, terbaring di atas tempat tidur mengerikan ini dan merasakan betapa sakit mengenakan selang-selang mengerikan itu. Mengingat ada si kecil yang masih mencoba bertahan di rahim Elsa.

Bunda mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Merasakan matanya memanas lagi saat melihat putranya melangkah dengan lemas menghampiri Elsa. Kali ini jauh lebih mengerikan di banding kemarin saat Elsa masuk rumah sakit.

Bunda beranjak dari duduknya, menghampiri Adam sebelum laki-laki itu sampai di samping ranjang Elsa.

"Dia baru aja tidur, jangan ganggu ya? Dia juga bilang sama Bunda kalau dia pengen berdua sama kamu. Dia pengen ngabisin waktu sama kamu." ucap Bunda dengan suara bergetar.

Adam menunduk. Rasanya sesak itu sudah menghancurkan otot-otot di kakinya, membuat kakinya terasa sangat lemas. Adam merasa Tuhan tidak adil, di saat ia benar-benar mencintai seorang wanita. Kenapa harus seperti ini?

Bruukk! Adam bersimpuh di hadapan Bundanya. Memeluk kaki Bunda dan membiarkan air matanya pecah. Bunda mengusap kepala Adam dengan lembut. Membiarkan Adam menangis di kakinya, menumpahkan semua rasa sakit di hatinya.

"Bunda, maafin aku Bun. Ini terlalu sakit, tolong aku, Bun. Aku sayang sama Elsa. Aku gak mau kehilangan dia. Aku cinta sama Elsa."

Adam menangis kencang seperti seorang perempuan. Tidak lagi malu menangis di hadapan Bundanya. Memeluk kedua kaki Bundanya, tidak, Adam tidak malu. Adam hanya ingin semua ini berakhir. Berakhir dengan mimpi, ia ingin semuanya mimpi. Dan saat ia terbangun, ia masih melihat Elsa yang sehat dan ia masih membenci wanita itu. Adam ingin semua ini mimpi.

Bunda menekuk lututnya. Menatap wajah tertekan Adam yang memprihatinkan, sakit melihat putra kesayangannya terpuruk seperti ini.

"Bunda juga sayang sama Elsa, Bunsa juga gak mau kehilangan Elsa. Kita serahin semuanya sama Allah, ya. Biar Allah yang selesain semuanya." bisik Bunda.

Adam memeluk Bunda. Merasa hanya pelukan Bunda yang bisa menenangkannya saat ini. Membiarkan tangisnya kembali pecah.

"Kamu harus temenin Elsa, selalu ada di samping Elsa. Dokter bilang udah gak ada harapan lagi buat sembuh, dan kamu harus tentuin pilihan kamu secepatnya. Elsa atau si kecil" ucap Bunda.

Adam memejamkan mata. Pilihan itu lagi, Adam sama sekali tidak ingin memilih. Adam ingin keduanya, Elsa dan malaikat kecilnya. Tidak ingin memilih salah satu.

***

Adam masih terdiam. Menatap ke arah Elsa dengan tatapan kosong. Sejak dua jam yang lalu, menidurkan kepalanya di sisi ranjang. Kembali meletakkan telapak tangan Elsa di pelipis dan pipinya. Tangan kanannya sejak tadi memeluk perut Elsa. Mencoba menyalurkan kehangatan untuk si kecil melalui pelukan tangannya. Seberat ini kah balasannya?

"Hei, kamu kok betah banget tidur. Kamu gak capek? Aku di sini dari tadi, tapi kamu gak bangun-bangun. Kamu gak ngerasain kalau malaikat kecil kita kangen sama Bundanya. Ayahnya juga kangen sama Bundanya," ucap Adam lirih. Tersenyum tipis dan kembali membenarkan posisi telapak tangan Elsa di pelipis dan pipinya. Merasakan jemari Elsa yang hanya terkulai lemas.

Adam tersenyum. Menarik napas panjang dan mencoba menahan air matanya lagi. "Bunda bilang kamu mau aku di sini, sekarang aku di sini. Kita cuma bertiga di sini. Ayah, Bunda, dan si kecil malaikat kita" ucap Adam lagi.

Adam mengusap perut Elsa. Merasakan pergerakan malaikat kecilnya yang selalu membuatnya tersenyum. Adam kini beralih menatap perut Elsa, menatapnya dengan senyum seolah ia melihat malaikat kecilnya.

"Ayah harus gimana? Kamu sama Bunda sama berartinya buat Ayah. Ayah gak akan bisa milih di antara kalian berdua, Ayah sayang kalian. Kasih tahu Ayah, sayang apa yang harus Ayah lakuin? Ayah gak mau kehilangan Bunda, tapi Ayah juga gak mau kehilangan kamu. Kamu yang udah Ayah tunggu-tunggu, kamu yang Ayah sama Bunda harapin selama ini. Tolong bantu Ayah, ayah harus gimana?"

Adam memejamkan matanya. Mengusap lembut perut Elsa dan merasakan bagaimana malaikat kecilnya merespon dengan tendangan-tendangan kecil yang membuat Adam tersenyum haru.

Bunda Rika hanya memperhatikannya dari luar, menarik napas panjang untuk mencegah sesak yang kini mendera. Ini sama sekali tidak pernah ada di dalam bayangannya, sama sekali tidak ada. Yang ada di bayangannya hanyalah Adam bahagia bersama Elsa dan memiliki banyak malaikat kecil, hanya itu, tidak ada hal seperti ini.

***

Bersambung...
Sorry for typo:)
Bantu vomment.nya yaa

insta; resha.taa

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang