2 Hari kemudian...
Elsa memejamkan matanya. Hari ini ia ijin masuk kuliah dengan alasan urusan keluarga. Tapi kenyataannya hari ini ia terduduk di depan meja rias dengan balutan gaun putih yang beberapa hari lalu sempat ia coba di rumah Adam. Rambutnya sudah di tata sedemikian rupa dan wajahnya sudah cantik dengan riasan yang sempurna. Untuk kesekian kalinya Elsa menghela napas. Ini adalah moment terburuk dalam hidupnya.
Elsa membuka matanya, melirik jam dinding di kamarnya yang menunjukan pukul delapan pagi. Elsa meraih ponselnya yang bersih tanpa pesan atau pun panggilan sebagai kabar dari Raka yang sejak pagi pergi meninggalkan rumah. Padahal acara pernikahan tertutup Elsa beberapa menit lagi mulai.
-OurDestiny-
Suara ombak pantai yang terdengar nyaring ditelinga membuat pikiran Raka merasa tenang. Laki-laki bermata sipit itu kini melangkahkan kakinya menyusuri bibir pantai dari ujung kembali ke ujung. Berusaha menenangkan perasaannya yang kacau hari ini.
"Salah ya kalau cinta sama adik sendiri?"
"Kenapa semua ini terjadi?"
"Kenapa Elsa jadi adik gua?"
"Kenapa dia bukan gadis yang gak punya ikatan apapun sama gua dan bisa gua dapetin?"
"Apa semua perasaan ini salah, Tuhan?"
"Hari ini Elsa... bukan lagi adik gua yang cantik, adik gua yang lucu, adik gua yang bawel, adik gua yang penurut, adik gua yang selalu gua temui setiap pulang kuliah."
"Hari ini gua kehilangan dia karena gua gagal jaga dia, gua gagal jadi kakak yang baik buat Elsa. Gua gagal ngerebut hati Elsa. Gua gagal."
Di setiap jeda lima langkah Raka selalu mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Bertanya pada ombak yang menyapu kakinya yang telanjang tanpa sepatu. Langkahnya lemas dan berat. Seolah ia baru saja kehilangan semangat yang selama ini melekat ditubuhnya.
Tanpa sadar Raka menepis air matanya yang jatuh tanpa ijin. Merasakan dadanya yang sesak dan membuatnya sulit bernapas. Ingin rasanya berteriak. Berteriak sekencang mungkin untuk meluapkan rasa sakit hatinya kehilangan Elsa. Kehilangan adik yang sudah membuatnya jatuh hati.
Raka melirik jam tangannya dan ia tersenyum tipis. Sudah lewat. Raka menghela napas dan dengan susah payah tersenyum saat ingat bahwa detik inu Elsa bukan lagi adiknya yang bisa ia atur sesuka hati. Adiknya yang bisa ia larang untuk berteman dengan siapa saja. Detik ini Elsa resmi menyandang gelar lain di belakang namanya.
Nama itu kini resmi ada di belakang nama panjang Elsa. Raka mendesah, merasakan kakinya semakin lemas dan lemas. Hingga akhirnya ia jatuh terduduk. Tak peduli celana dan bajunya basah karena terpaan ombak pantai. Ia berharap ombak itu membawa serta rasa cintanya untuk Elsa yang tidak akan bisa ia ungkapkan pada gadis itu. Elsa adiknya, adik kandungnya. Dan akan selamanya menjadi adik kandung. Tidak akan pernah bisa berubah apapun yang terjadi.
"Selamat... Adik kecilku. Kakak harap Adam bisa jaga kamu seperti kakak jaga kamu... Kakak sayang sama kamu, adik kecilku." desis Raka.
Raka memejamkan matanya, berusaha menguatkan hatinya yang rapuh dan siap hancur. Berharap setelah ia kembali. Ia bisa menjadi Raka yang dulu. Raka yang menyayangi Elsa sebagai adik, bukan sebagai cinta yang bisa Raka miliki.
-OurDestiny-
Bruum! Mesin mobil sedan berwarna silver itu berhenti di sebuah rumah besar yang terlihat sangat rapi. Adam keluar dari mobil dan segera menghampiri pintu kiri tempat Elsa duduk. Lalu membuka pintu mobil dengan wajah datar khas Adam.
"Keluar!" ucap Adam.
Elsa berdecak kesal dan dengan menjinjing gaunnya sampai batas mata kaki, Elsa turun dari mobil dan berdiri di samping Adam. Memperhatikan rumah dua lantai di hadapannya. Rumah yang berukuran sedang. Tidak begitu mewah dan terkesan sangat nyaman. Elsa berdecak kagum melihat arsitektur rumah yang simple dan elegant di hadapannya.
"Ini rumah serius buat kita, Dam?" tanya Elsa.
Adam hanya berdehem sembari mengeluarkan koper dari bagasi mobil. Menghela napas dan membiarkan Elsa melangkahkan kakinya. Meskipun cukup sulit dengan gaunnya yang lumayan berat. Tapi saat di depan pintu rumah, Elsa berhenti dan mengerucutkan bibirnya. Memutar balik tubuhnya dan menatap Adam yang kini menyeret dua koper besar miliknya dan milik Elsa.
"Kenapa?" tanya Adam dengan suara malas.
"Dikunci," jawab Elsa.
Adam menghela napas dan kemudian merogoh saku celananya dan menyerahkan kunci rumah pada Elsa. Gadis itu tersenyum dan segera meraih kunci itu. Lalu membuka pintu rumahnya, membiarkan Adam menyeret dua koper berat di belakang sana. Dan ia segera menuju sofa empuk berwarna maroon. Menjatuhkan tubuhnya begitu saja. Adam hanya menggelengkan kepalanya melihat Elsa yang dengan nyamannya merebahkan tubuhnya di atas sofa. Membiarkannya merapikan dua koper itu sendirian.
Adam segera menuju lantai dua untuk meletakkan koper-koper itu. Lalu segera mandi dan beristirahat. Tapi saat Adam kembali turun setelah meletakkan koper-koper itu. Ia melihat Elsa sudah memejamkan matanya diatas sofa.
Dengan malas Adam mendekat, menepuk pipi Elsa untuk memastikan gadis itu tertidur lelap atau tidak. Tapi Elsa tak merespon tepukan Adam. Gadis itu tampak kelelahan dan tertidur cukup pulas. Adam segera menyelipkan tangan kanannya di punggung Elsa dan lutut gadis itu. Menggendongnya ke kamar lalu menyelimuti gadis itu agar tidurnya nyenyak. Meskipun dingin, Adam masih punya rasa iba jika melihat Elsa kelelahan.
Bersambung...
Vote and komen ya:)
Follow;
rtarisa_
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Teen Fiction'INI TAKDIR KITA. KITA YANG DISATUKAN OLEH HAL KONYOL, DAN KITA YANG DI PISAHKAN OLEH HAL YANG SUNGGUH MENYAKITKAN' Sebuah cerita yang berawal dari sebuah kekonyolan dan salah paham. Cerita itu berlanjut dengan tidak serius. Tapi, kisah ini berakhir...