"ARA!"
Tiara hampir saja terjengkang ke belakang saat Raka tiba-tiba saja memeluknya dengan sangat kencang, dan kekesalan itu hilang. Berubah dengan tanda tanya dan rasa iba saat Raka, menangis. Mengeratkan pelukannya.
"Kamu kenapa?" tanya Tiara.
"Adik aku, Ra. Elsa," desis Raka.
"Iya Elsa kenapa?" Tiara menautkan alisnya bingung. Membalas pelukan Raka dan berusaha menenangkan laki-laki pemilik mata sipit itu.
Raka terdiam. Meresapi sesak yang kini mulai menjalar. Sebuah ketakutan tergambar begitu jelas di wajah Raka saat ini.
"Elsa kena Leukimia" desis Raka lagi.
Raut wajah Tiara berubah. Matanya membulat tak percaya dan berair. Benarkah? Elsa? Leukimia? Benarkah itu Elsa yang dulu ia belikan high heels? Benarkah Elsa calon adik iparnya menderita leukimia? Oh Tuhan! Ini tidak mungkin.
"Kamu serius, Ka? Serius Elsa kena leukimia?" tanya Tiara. Suaranya mulai tertahan.
Anggukan kepala Raka membuat tubuh Tiara serasa terhempas begitu saja. Pasalnya, Tiara sudah sangat menyayangi Elsa sama seperti adiknya sendiri. Dan Tiara tahu kalau Elsa adalah perempuan yang selalu ceria. Itu kelihatannya. Tidak ada yang tahu bagaimana kondisi hati Elsa ketika wanita itu mencoba terlihat baik-baik saja tetap tertawa seperti biasa. Oh Tuhan! Tiara benar-benar tak percaya.
***
Adam berkali-kali mendaratkan kecupan-kecupan kecil di pipi dan pelipis Elsa. Wanita itu masih memejamkan matanya. Adam mengunci pintu kamar ini. Tidak mengijinkan siapapun untuk masuk kecuali petugas medis.
Sejak sejam yang lalu, Adam berbaring di sisi ranjang. Menggeser Elsa sedikit. Dan selama itu pula Adam terus menghujani Elsa dengan kecupan-kecupan ringan. Bahkan selama satu jam itu air mata Adam tak berhenti. Wanitanya sangat lemah, wanitanya terlalu rapuh untuk saat ini. Bahkan untuk menggenggam tangan Adam saja Elsa tidak mampu.
"Sayang? Kok kamu lama banget sih tidurnya? Kamu masih marah sama aku soal video itu? Oke aku minta maaf. Gak ada lagi yang bisa aku lakuin selain minta maaf, Elsa. Gak ada, please. Aku mau kamu bangun. Bilang sama aku kalau kamu baik-baik aja. Kamu sehat dan aku gak harus milih antara kamu dan anak kita. Aku gak bisa Elsa. Gak bisa," bisik Adam.
Adam memeluk tubuh Elsa. Menenggelamkan wajahnya di leher Elsa yang terasa sedikit hangat. Sesekali mengusap perut Elsa dan merasakan pergerakan malaikat kecilnya.
"Ayah janji akan buat Bunda kamu bangun," ucap Adam seraya menatap tangannya yang mengusap lembut perut Elsa yang sesekali bergerak.
Adam kembali menatap Elsa. Menatap mata Elsa dan berharap Elsa segera membuka matanya yang bengkak. Menghiraukan Bunda dan Ayah yang sesekali memperhatikan dari kaca pintu.
"Kenapa kamu biarin dia kunci pintunya?" tanya Ayah yang kini kembali duduk.
"Biarin mereka berdua. Biarin Adam meluk istrinta sampai puas. Biarin dia bisikin Elsa sampai dia puas. Mengingat yang dokter bilang, Adam bisa saja kehilangan keduanya, kehilangan istri dan anaknya. Itu mungkin terjadi mengingat usia kandungan Elsa baru aja jalan lima bulan. Masih terlalu kecil untuk di pisahkan dari kehangatan seorang Bunda. Tapi Elsa, kenapa dia bisa nyembunyiin masalah seserius ini dari semua orang."
Ayah menghela napas. Membiarkan Bunda berdiri dan memperhatikan Adam yang kembali menghujani Elsa dengan kecupan-kecupan ringan. Baru menyadari jika menantunya menyembunyikan penyakit seserius ini dari semua orang. Termasuk Raka, kakaknya sendiri.
***
Berat. Itu yang Elsa rasakan saat mencoba membuka kelopak matanya. Rasanya mata bengkak itu belum hilang. Matanya terasa perih karena terlalu kering. Elsa merasa ada yang mengganggu wajahnya. Dengan lemas ia membuka mask oksigen yang membuatnya merasa tak nyaman.
![](https://img.wattpad.com/cover/144845875-288-k720839.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Teen Fiction'INI TAKDIR KITA. KITA YANG DISATUKAN OLEH HAL KONYOL, DAN KITA YANG DI PISAHKAN OLEH HAL YANG SUNGGUH MENYAKITKAN' Sebuah cerita yang berawal dari sebuah kekonyolan dan salah paham. Cerita itu berlanjut dengan tidak serius. Tapi, kisah ini berakhir...