Adam tersenyum. Mendorong kursi roda Elsa untuk mengitari area rumah sakit, Elsa mengaku bosan di dalam kamar dan dengan terpaksa Adam memaksa dokter dan tim media melepaskan semua alat bantu yang melekat di tubuh Elsa.
"Nanti sore kata suster di taman deket rumah sakit bakal rame sama anak kecil, kamu mau ya anterin aku ke sana?" Elsa sedikit memutar kepalanya untuk menatap wajah Adam yang tengah berusaha memaksakan sebuah senyum.
"Kamu gak boleh keluar dari areal rumah sakit," ucap Adam.
Elsa tampak kecewa. Memasang wajah cemberut dan sedikit menunduk. "Cuma sebentar, Dam. Aku mau lihat anak-anak kecil itu main, sepuluh menit deh." lirih Elsa.
Adam menghela napas. Berusaha tersenyum tipis dan mencium puncak kepala Elsa. Lalu membisikan kata 'iya' yang langsung menimbulkan effect luar biasa bahagia di dalam diri Elsa.
Adam tersenyum melihat Elsa yang kini bertepuk tangan kecil dan meminta Adam mendekatkan wajahnya. Memberikan satu kecupan terima kasih di pipi Adam, laki-lakinya itu sungguh pengertian.
***
Tiara meletakkan semangkok bubur di hadapan Raka. Laki-laki itu hanya melamun sejak Tiara datang, bahkan Tiara berbicara saja Raka tidak membalas. Tiara tahu bagaimana perasaan Raka sekarang, terlebih Elsa melarang Raka untuk menghubunginya sampai dua bulan ke depan dengan alasan ia hanya ingin bersama Adam.
"Ka? Makan." ucap Tiara. Gadis itu menyentuh bahu Raka. Berharap laki-laki itu meresponnya. Yah, Raka memang meresponnya, tapi hanya sebuah lirikan singkat tanpa suara.
Tiara menghela napas. Bujukannya gagal lagi, Tiara tahu apa yang Raka rasakan dirinya juga merasakannya. Tiara sudah menganggap Elsa seperti adiknya sendiri, Tiara sangat menyayangi Elsa.
"Ka... kamu boleh sedih, tapi gak gini. Lagian kan dua bulan lagi Elsa mau ketemu sama kamu. Aku ngerasain apa yang kamu rasain, Ka. Terlebih aku perempuan, aku tahu gimana perasaan Elsa sekarang. Tapi kita gak boleh sedih, Elsa bakalan lemah kalau kita sedih. Sedih itu hanya boleh kita simpan dalam hati dan kita ceritakan semuanya sama Tuhan. Sisanya kita harus terlihat baik-baik aja di depan Elsa." Raka masih tak merespon. Hanya memejamkan mata dan kemudian kembali melamun.
"... Ini jalannya, ka. Kamu harus terima itu." lirih Tiara.
Raka mengalihkan tatapan kosongnya pada Tiara yang kini mulai terisak. Gadis itu jelas berusaha meredam tangisnya dengan kedua telapak tangan. Raka menghela napas, meraih kedua telapak tangan Tiara dan menyentuh kedua pipinya. Menepis setiap air mata yang turun.
"Kamu bilang kita gak boleh sedih kan? Kenapa kamu nangis?" tanya Raka.
Tiara berusaha menahan bibirnya yang bergetar. Tiara menghambur dalam dekapan Raka, akhirnya ia meluapkan perasaannya setelah menahan semuanya dan berusaha terlihat tegar di hadapan Raka.
***
Adam menghentikan kursi roda Elsa lalu mengunci rodanya, Adam menekuk lututnya di samping kursi roda. Menggenggam tangan Elsa dan tersenyum tipis saat melihat mata Elsa berbinar melihat beberapa anak kecil yang tengah berlarian mengitari taman. Adam mengeratkan kupluk dan syal yang saat ini Elsa kenakan.
"Daam? Anak itu cantik banget, ya?" Elsa menunjuk salah satu anak kecil perempuan, rambutnya di kepang dua kanan dan kiri. Mengenakan kaos sebatas siku berwarna tosca dan rok tutu berwarna biru tua. Gadis kecil itu memiliki pipi chubby yang menggemaskan dan bibirnya yang tipis terus menebar senyum manis.
Adam hanya tersenyum dan memperhatikan gadis kecil berpupi chubby yang tengah berlari bersama teman-temannya. Di tangan gadis kecil itu terdapat sebuket bunga mawar merah yang cantik dan satu bunga mawar putih pas di tengahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Fiksi Remaja'INI TAKDIR KITA. KITA YANG DISATUKAN OLEH HAL KONYOL, DAN KITA YANG DI PISAHKAN OLEH HAL YANG SUNGGUH MENYAKITKAN' Sebuah cerita yang berawal dari sebuah kekonyolan dan salah paham. Cerita itu berlanjut dengan tidak serius. Tapi, kisah ini berakhir...