-EMPAT PULUH EMPAT-

1.1K 59 1
                                    

Bunda Rika terduduk dengan tatapan kosong. Di atas meja, handycam itu tergeletak. Air matanya kembali jatuh saat mendengar erangan pilu menantunya yang kini mengunci diri di kamar. Kecewa? Pasti. Selama ini Bunda mengenal Adam adalah putranya yang baik. Tidak pernah menyakiti hati perempuan. Tapi nyatanya? Putra kesayangannya berbuat hal yang sangat melukai hati menantunya.

Jemari terangkat menepis air mata yang terus turun. Terlebih saat mendengar suara mobil berhenti di halaman rumah. Bunda yakin itu Adam, entah apa yang ia lakukan saat berhadapan dengan Adam nanti. Marah? Bunda tidak pernah marah pada Adam. Tapi untuk kali ini Adam keterlaluan.

"Assalamualaikum." suara lembut Adam menggema. Membuat dada Bunda Rika semakin sesak, terlebih saat Bunda mengingat suara Adam di dalam video itu terdengar sangat berbeda.

Adam menautkan alisnya saat Bunda tak menjawab salam darinta. Alisnya semakin bertaut dalam saat mendengar suara tangisan dari lantai atas. Kamarnya dan Elsa.

"Bunda? Bunda ini ada apa?" tanya Adam. Kakinya terayun cepat menghampiri Bundanya yang saat ini terduduk di sofa.

"Bunda gak nyangka kalau anak kesayangan Bunda bisa setega itu sama istrinya, sama Bunda, sama semua orang yang sayang sama dia. Bunda gak nyangka dia bisa laluin hal keji itu" suara parau Bunda membuat Adam semakin di landa kebingungan.

Adam mendekat. Terduduk di samping Bunda dan menatap Bunda dengan perasaan yang di penuhi kebingungan.

"Bunda ini sebenarnya ada apa? Kenapa Elsa nangis, Bun. Ada apa?" pertanyaan Adam bukan membuat Bunda menjawab. Tapi membuat Bunda semakin menangis.

Adam sedikit kesal saat Bunda tak kunjung menjawab pertanyaannya. Sampai pandangan Bunda beralih pada sebuah handycam yang tergeletak begitu saja di atas meja. Adam mengenali handycam itu.

Adam merasa tubuhnya menegang. Jantungnya seolah berdetak sangat pelan dan seperti akan segera berhenti. Bayangan-bayangan menyeramkan kini seolah menghantuinya. Berharap tidak ada hal buruk yang terjadi dengan handycam itu.

"Bunda-"

Adam memejamkan matanya saat tamparan itu berhasil mendarat mulus di pipinya. Sesaat Adam merasakan pipinya kebas dan di ikuti panas yang kini mulai menjalar.

"Kenapa kamu lakuin ini, Dam? Kamu nyakitin menantu bunda, kenapa ku gue giniin Elsa! Kenapa kamu bisa melakukan hubungan itu sama perempuan yang bukan muhrim kamu?!"

Memang tidak membentak. Tapi, kata-kata itu menampar batin Adam. Dendan cepat Adam meraih handycam itu dan membuka file-nya. Memaku, mematung, membeku. Seperti sebuah manekin, Adam tak bergerak. Membiarkan video itu terputar di hadapannya. Hanya matanya yang bergerak-gerak tak percaya.

"Kamu udah janji sama Bunda kalau kamu ga akan pernah nyakitin hati perempuan! Tapi buktinya kamu nyakitin Elsa, Istri kamu sendiri! Menantu Bunda, Dam!" dan kali ini Bunda membentak.

"Bunda aku bisa jelasin semuanya. Tentang video ini" lirih Adam.

Bunda menggelengkan kepalanya, tangisnya semakin kencang saat Adam menatapnya dengan tatapan memohon. Berkali-kali Adam mendengar Bunda menggumamkan kata 'jahat' untuknya. Adam mengacak rambutnya dengan kasar. Masih menggenggam handycam di tangannya dan segera berlari menuju lantai atas. Menemui Elsa yang saat ini tengah menangis hebat, Adam akan berusaha menjelaskan semuanya sampai Elsa memaafkannya.

"Elsa? Sayang buka pintunya. Aku bisa jelasin semuanya, Elsa" lirih Adam.

Berkali-kali Adam mengetuk pintu kamar. Berharap Elsa membukanya. Tapi yang ada hanya suara erangan menyakitkan yang terdengar menampar batin Adam saat ini.

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang