-EMPAT PULUH SATU-

1.1K 52 0
                                    

Raka tertegun. Merasakan napasnya tercekat dan jantungnya seolah berhenti berdetak. Mendapati satu kenyataan yang sulit ia terima. Raka mengepalkan tangannya yang masih menggenggam ponsel. Merasa telinganya tuli untuk mendengar apa yang Elsa beritahukan padanya saat ini.

'Kakak kok diem? Kakak gak seneng ya aku hamil?'

Raka tersentak saat suara lemas dan kecewa Elsa memukul gendang telinganya. Raka berusaha menghirup udara di sekitarnya yang seolah semakin menipis. Berusaha untuk tersenyum tipis.

"Kakak seneng kok. Berarti bentar lagi adik kakak jadi ibu. Sesuatu yang gak pernah kakak bayangin sebelumnya. Secepat ini? Dan kamu baru aja kuliah." susah payah Raka mengucapkan kalimat itu dengan suara netral.

Tidak terdengar berat yang bisa menunjukkan betapa kecewanya ia pada Elsa yang ternyata sudah menjadi wanita milik Adam. Menghapus angan yang selama ini masih coba Raka raih.

'Kak? Akhir-akhir ini aku sering sesek napas. Kakak bisa kan? Bawain obat aku? Vitamin yang dulu itu, kak'

"Iya. Nanti kakak anterin ya. Kamu harus istirahat. Ibu hamil itu gak boleh capek. Dan kakak gak mau adik kesayangan kakak sakit."

Raka memejamkan matanya. Berusaha menahan sesak yang seolah mencekat suaranya dan membuat Raka harus ekstra menahan sesak itu agar bisa bicara dengan Elsa.

'Iya kak. Yaudah, kakak juga harus kuliah kan? Aku tutup teleponnya ya kak. Love you kak,'

"Too."

Tangan Raka turun setelah sambungan telepon itu terputus. Raka menunduk. Merasakan kepalanya yang sedikit berdenyut. Dadanya sesak dan jantungnya seolah mati. Berita tentang kehamilan Elsa benar-benar membuatnya terpukul. Pasalnya, Raka tidak ingin Elsa bersentuhan dengan Adam. Apalagi sampai hamil. Yang Raka harapkan adalah mereka bercerai dan Elsa kembali tinggal di rumah ini bersamanya.

Praak!

Dengan kesal Raka melempar ponselnya ke lantai. Membuat ponselnya hancur dan kemungkinan besar tak bisa lagi di pakai.

"Kenapa kamu Elsa! Kenapa kamu juga mau hamil anak dia?! Kamu gak mikirin perasaan kakak? Kakak gak mau kamu jadi milik Adam! Kakak sayang kamu!"

Raka merasakan napasnya memburu. Terduduk dan bersandar di sofa. Kembali memejamkan mata. Menahan semua amarahnya yang meluap. Sampai akhirnya mata Raka menangkap sepasang kaki perempuan berdiri di hadapannya. Dengan pelan Raka menatap gadis bercelana jeans dengan kaos lengan panjang yang simple.

"Ara?" desis Raka.

Gadis itu menatap Raka dengan kata berkaca. Dan tatapan itu memaksa Raka untuk berdiri dan menjelaskan semua yang Raka katakan.

"Ra-"

"Segitu cintanya kamu sama Elsa? Sampai kamu gak rela kalau Elsa hamil?" suara Tiara yang bergetar membuat Raka terdiam. Tiara pasti kecewa padanya.

"Ra, aku-"

"Terus rencana kamu nikahin aku? Cuma bohongan? Dan kamu masih berharap Elsa sama Adam cerai terus balik ke kamu? Kakak macam apa kamu! Yang dengab bodohnya mencintai adik sendiri. Dan ngebohongi perempuan lain buat nutupi perasaannya? Ka, mungkin kalau kamu belum pernah ngomong sama orang tua aku. Aku masih bisa terima di permainin kayak gini. Tapi, kamu udah ngelibatin orang tua aku!"

Raka menghela napas. Meraih kedua tangan Tiara. Menatap dalam mata itu. Berusaha menenangkan hati Tiara yang mungkin kecewa dengan apa yang Raka ucapkan tadi. Tiara mengalihkan pandangannya. Tidak ingin menatap Raka yang menatapnya dengan wajah menyesal.

"Aku minta maaf. Ya aku akui aku salah ngomong kayak tadi. Tapi aku gak bisa bohong, Ra. Aku masih sayang sama Elsa. Tapi aku juga gak bohong sama apa yang aku ucapin di depan orang tua kamu kalau aku mau nikahin kamu tahun depan. Aku serius tentang itu." ucap Raka.

"Oh iya? Terus yang aku lihat tadi apa?" tanya Tiara dengan suara tertahan.

"Aku bakal lupain Elsa. Demi kamu." Raka tak menjawab. Berusaha menghindar dari pertanyaan Tiara.

"Buktinya?"

Raka terdiam saat Tiara menanyakan bukti. Tapi demi membuat Tiara percaya jika ia serius. Raka meraih tengkuk Tiara. Memberikan kecupan yang membuat Tiara tertegun.

"Aku serius. Aku bakal tetep nikahin kamu tahun depan sesuai rencana."

***

Bunda dan Ayah datang mengejutkan Adam dan Elsa yang saat itu sibuk memasak berdua. Sebenarnya Elsa hanya mengajari Adam memasak, laki-laki itu sudah melarangnya untuk memasak dan hanya meminta Elsa menunjukan cara memasak.

Elsa meletakkan satu kopi dan satu teh di atas meja di hadapan Bunda dan Ayah. Adam tersenyum setelah mendengar bahwa Bunda-nya akan tinggal di sini selama Elsa hamil dan Ayahnya hanya mengantar.

"Bunda yang akan jagain Elsa dan bantuin Elsa setiap hari. Apalagi, Adam kan kamu kuliah. Jadi Bunda gak mau menantu Bunda sendirian di rumah." ucap Bunda Rika.

"Dan kamu bisa lanjutin kuliah kamu setelah kamu melahirkan. Ayah gak akan ijinin kamu buat lanjut kuliah tahun ini. Pentingin cucu Ayah." ucapan Ayah membuat Elsa cukup tersipu. Kata 'Cucu' yang membuat Elsa tersipu saat ini.

"Jadi nanti malam Ayah pulang?" Ayah mengangguk mendenar pertanyaan Adam. Lalu meraih kopi hangat buatan Elsa.

Bunda Rika tersenyum haru. Membelai lembut rambut Elsa yang selalu tergerai. Elsa merasa nyaman saat jemari ibu mertuanya itu menyentuh puncak kepalanya dengan lembut.

"Besok Bunda temenin jalan-jalan ya? Kita beli sesuatu yang kamu butuhin. Semuanya Bunda yang tanggung." ucap Bunda Rika dengan ekspresi wajah yang terlalu excited.

"Bunda-"

"Ini Bunda lakuin demi cucu Bunda. Cucu pertama Bunda. Pokoknya kamu harus nurut sama Bunda."

Elsa tersenyum. Sempat melirik ke arah Adam yang tersenyum manis melihat Bundanya begitu menyayangi Elsa.

***

Sasa menatap benda yang kini tergeletak di atas nakas. Menghela napas. Matanya tampak berkaca-kaca. Merasa benda itu akan melukai Elsa jika Elsa melihatnya.

"Enggak! Elsa gak boleh tahu soal ini. Sampai kapan pun gue gak akan pernah biarin Elsa tahu. Dia sahabat gue. Siapapun yang nyakitin Elsa, itu sama aja nyakitin gue. Iya, Elsa gak boleh tahu soal ini. Adam udah cinta sama Elsa. Gak ada yang boleh ngancurin mereka."

Sasa menepis air matanya yang turun. Entahlah, rasanya menyakitkan melihat kenyataan yang ada di depannya. Dan Sasa harus menjaga benda itu baik-baik agar Elsa tak menemukannya dan melihat satu kenyataan yang mungkin akan membuatnya sangat terluka.

To be continue...

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang