Elsa terduduk di tepi kasur. Tatapannya kosong, wanita itu mulai menggigit bibirnya saat bibirnya kembali bergetar. Elsa memejamkan matanya, merasakan ada yang kembali mengalir di kedua pipinya. Di temani sesak yang kembali mencekiknya saat ini.
"Tuhan..." desisnya.
Pandainya ia membohongi perasaan justru tak membuat hatinya sedikit tenang. Meminta Adam menikahi Shiren sebenarnya adalah keputusan paling bodoh yang pernah ia ambil. Mengambil keputusan itu justru seperti menusukkan belati tepat di jantungnya, Sakit.
***
"SASA!"
Pintu terbuka dengan kasar. Adam melangkah dengan kaki lebar, mengobrak-abrik kos-an Sasa dan meminta gadis itu untuk keluar. Adam terlihat sangat marah dan ia berharap Sasa segera keluar dan menjelaskan semuanya.
"SASA KELUAR LO!"
Adam kembali berteriak, mendesah kesal karena Sasa tak kunjung keluar. Dan langkahnya terhenti saat melihat Sasa yang tengah meletakkan sesuatu di dapur. Gadis itu memakai earphone di telinganya. Adam segera mendekat, meraih tangan Sasa dan menariknya dengan kasar.
"Adam?" desisnya.
"Darimana lo dapet handycam ini?!" tanya Adam dengan tatapan tajam. Membuat Sasa meringsut takut. Lalu menundukkan kepalanya.
"Darimana lo dapet handycam ini, Sasa!" bentak Adam.
Sasa meringis saat Adam mencengkram tangannya dan memaksanya untuk menatap Adam yang saat ini benar-benar terlihat marah.
"Jawab jangan diem aja! Ini nyangkut masa depan rumah tangga gue, Sa! Cepet jawab darimana lo dapet handycam ini!"
Sasa merasa matanya memanas. Sasa bisa melihat tatapan terluka di mata Adam dan itu mengingatkannya pada Elsa tadi siang. Saat sahabat cantiknya itu tanpa sengaja menemukan handycam terkutuk itu di sini.
"Shiren," jawab Sasa dengan suara yang nyaris tak terdengar, "Shiren nemuin gue beberapa bulan yang lalu. Dia ngasih handycam itu ke gue dan minta gue buat ngasih itu ke Elsa, biar kalian cerai," lanjut Sasa.
Adam terdiam. Cengkraman di tangan Sasa mengendur dan kini terlepas. Sasa menunduk, merasakan sesak yang saat ini Elsa rasakan. Sasa menengadahkan kepalanya saat Adam mengayunkan kakinya keluar dengan cepat.
"Elsa..."
Sasa menangkup wajahnya. Kenyataan itu terlalu menyakitkan untuk di terima Elsa. Si wanita lemah yang selalu berusaha terlihat kuat. Dan kali ini Sasa yakin, Elsa pasti sangat rapuh. Ingin radanya menemui Elsa dan memeluk wanita itu seperti dulu. Saat Elsa selalu mencarinya untuk menjadi tempat sandaran ketika merasakan sebuah kesakitan.
***
Elsa melangkahkan kakinya menuruni tangga. Melihat Ayah dan Bunda yang kini saling terdiam di sofa. Bergulat dengan pikiran masing-masing. Langkahnya terkesan sangat lemas, kakinya bergetar. Tapi Elsa tetap memaksa.
"Elsa? Kamu mau kemana sayang?" Bunda beranjak dari duduknya. Menghampiri Elsa yang kini sampai di anak tangga terakhir.
"Aku mau ketemu kak Raka, Bun. Aku butuh dia sekarang," ucap Elsa. Suaranya benar-benar parau. Bunda mendekat, menyentuh pipi lembab menantunya.
"Keliatannya kamu lagi gak baik, sayang. Lebih baik kamu istirahat. Biar Bunda yang telepon kakak kamu buat kesini, ya?"
Elsa menggelengkan kepalanya. Tidak bisa mengeluarkan suaranya lagi, terlalu serak dan tercekat. Elsa melangkahkan kakinya melewati Bunda Rika.
"ELSAA!!"
***
Elsa masuk rumah sakit. Tadi dia pingsan dan gak sadar sampai setengah jam. Jadi Ayah sama Bunda bawa dia ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Roman pour Adolescents'INI TAKDIR KITA. KITA YANG DISATUKAN OLEH HAL KONYOL, DAN KITA YANG DI PISAHKAN OLEH HAL YANG SUNGGUH MENYAKITKAN' Sebuah cerita yang berawal dari sebuah kekonyolan dan salah paham. Cerita itu berlanjut dengan tidak serius. Tapi, kisah ini berakhir...