"Ayo cepetan sana," Bisik Sasa, lalu mendorong-dorong tubuh Elsa agar segera mendekat ke arah Adam yang tengah menikmati kopi cappucino.
Elsa mendengus kesal. Beberapa kali mencoba menghentikan Sasa yang terus mendorongnya agar segera berbicara pada Adam. Elsa lalu berhenti dan kemudian menghela napas, berusaha untuk terlihat cuek di hadapan Adam.
"Ekhm..." Elsa berdehem seolah memberi kode pada Adam akan kehadirannya saat ini, tapi sayangnya Adam hanya diam dan asyik dengan kopi cappucino-nya. Seolah tidak mendengar apapun di kanan dan kirinya.
Elsa sedikit kesal melihat sikap cuek Adam, lalu menatap kearah Sasa yang saat itu hanya memberi tatapan penuh kode untuk Elsa agar secara langsung mendekati Adam. Elsa kembali menghela napas memasang wajah datar, kembali melangkah lebih dekat dengan Adam lalu mengulurkan tangannya, tepatnya menengadahkan tangannya di depan wajah Adam hendak meminta sesuatu dari laki-laki itu. Dan kali ini Adam merespon dengan sebuah tatapan. Tatapan bertanya.
"Balikin mp3 aku," ucap Elsa yang secara cepat mengerti arti dari tatapan Adam.
Sebenarnya bukan itu yang harusnya Elsa ucapkan tapi saat ia menengadahkan telapak tangannya dihadapan Adam, ia langsung teringat mp3-nya yang masih di tahan Adam.
Adam meraih pulpen dari sakunya, menarik telapak tangan Elsa yang akhirnya membuat Elsa sedikit mendekat. Adam kembali melirik sekilas kearah Elsa lalu menggoreskan sesuatu di atas telapak tangan Elsa dengan pulpen hitamnya itu.
"Ih, apa-apaan sih? Jorok banget," Elsa berusaha menarik tangannya, namun Adam mencengkramnya dengan cukup kuat, sampai Adam selesai menuliskan apa yang sejak tadi ia tulis di atas tangan Elsa.
"Gue bakal ngasih Mp3 lo lagi kalo lo datang ke rumah gue. Jam empat," ucap Adam datar, yang di akhiri dengan berdirinya Adam dan pergi dari cafe yang masih lumayan penuh.
Elsa membaca alamat rumah Adam yang kini tertulis di atas telapak tangannya, tertulis dengan sangat jelas dan dengan tulisan yang sangat rapi. Elsa tersenyum samar saat membaca tulisan rapi di telapak tangan kanannya itu. Sampai akhirnya senyuman itu hilang saat Sasa datang dan menepuk bahunya.
"Gimana?" tanya Sasa.
Elsa dengan wajah so datarnya menunjukan tulisan di atas telapak tangannya. Sasa membacanya sejenak, lalu menatap Elsa dengan alis bertaut.
"Ini alamat siapa?" tanya Sasa.
"Alamat rumah si cowok songong itu," jawab Elsa malas.
Elsa membulatkan matanya saat Sasa secara tiba-tiba saja memeluknya dan sesekali melompat-lompat dan tertawa.
"Kamu kenapa sih, Sa? Gila?"
"Hello... Elsa! Lo itu udah berhasil satu langkah, lo udah berhasil dapetin alamat rumahnya Adam, terus bentar lagi lo pasti bisa dapetin nomor teleponnya Adam. Eh tapi, maksud Adam ngasih alamat ini apa?"
Elsa menghela napas, Sasa terlalu antusias dengan apa yang Elsa dapatkan dari Adam sampai-sampai gadis pintar itu tidak tahu apa arti Adam memberikan alamat rumahnya.
"Aku harus ngambil mp3 dirumahnya dia. Kalo enggak, tuh mp3 gak bakal dibalikin," jawab Elsa.
Elsa mencebikkan bibirnya dan membuat wajah manisnya terkesan lebih imut di banding biasanya. Gadis itu kemudian melangkah keluar dari kantin, meninggalkan Sasa yang kini tersenyum seraya bersidekap dada. Merasa berhasil mendekatkan Elsa dan Adam dengan tujuan mengurangi sikap over protektive Raka terhadap Elsa.
-OurDestiny-
Sasa melangkah beriringan dengan Elsa. Keluar dari area gedung kampus karena tidak ada kelas lagi untuk hari ini. Mereka berdua mengambil fakultas dan prodi yang sama, juga mengambil kelas yang sama. Jadinya, Sasa dan Elsa selalu kemana-mana berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Teen Fiction'INI TAKDIR KITA. KITA YANG DISATUKAN OLEH HAL KONYOL, DAN KITA YANG DI PISAHKAN OLEH HAL YANG SUNGGUH MENYAKITKAN' Sebuah cerita yang berawal dari sebuah kekonyolan dan salah paham. Cerita itu berlanjut dengan tidak serius. Tapi, kisah ini berakhir...