Adam menghela napas. Menyandarkan punggungnya pada dinding. Merasakan tubuhnya lemas karena dingin. Sesekali melirik ke arah ruangan di mana Elsa di periksa. Tubuhnya merosot jatuh dan terduduk. Memejamkan mata dan menghela napas.
Suara pintu terbuka memaksa Adam untuk berdiri. Meskipun kakinya bergetar karena dingin. Adam mencoba berdiri dan menatap dokter muda berkaca mata yang baru saja selesai memeriksa keadaan Elsa.
"Dokter."
"Elsa hanya terlalu kedinginan dan tubuhnya drop. Mungkin karena berusaha menyelamatkan diri ketika tenggelam." jelas dokter tersebut.
Adam bernapas lega. Melihat nama yang tersemat di jas dokternya. Reno. Yah dokter itu bernama Reno. "Saya permisi." dokter itu menepuk bahu Adam dan merasakan baju Adam yang lembab.
"Makasih, dok." ucap Adam. Yang hanya di balas sebuah senyuman oleh dokter Reno.
Adam melangkah memasuki ruangan di mana Elsa terbaring saat ini. Sempat tersenyum ketika dua orang suster selesai mengganti baju Elsa dan berlalu. Membiarkan Adam menemani Elsa di dalam.
Adam kembali menarik napas panjang. Berdiri di samping ranjang Elsa, menatap gadis itu yang masih tampak sedikit pucat. Tapi hidungnya sudah berhenti mengeluarkan darah. Dua kali ini Elsa berbalut baju rumah sakit dan selimut.
Adam tersenyum tipis. Mengusap kening dan pelipis Elsa. Tidak lagi menampik perasaannya yang dalam beberapa bulan ini berubah pada Elsa. Yah, kini Adam mencintainya. Menempatkan Elsa di kasta tertinggi hatinya dan menggeser Shiren yang sebelumnya seolah terpatri di dalam hatinya.
Memberikan satu kecupan di kening Elsa yang mulai menghangat dan tak sedingin sebelumnya. Adam menarik kursi dan kemudian duduk. Meraih tangan Elsa dan menggenggamnya. Tangan kanannya masih setia mengusap pelipis dan pipi Elsa. Berharap gadis itu segera terbangun dan menatapnya.
"Kamu harus baik-baik aja," bisik Adam.
Adam tersenyum tipis. Memejamkan matanya saat memberikan sebuah kecupan lembut di punggung tangan gadis itu. Adam masih bisa merasakan jemari Elsa dingin. Atau mungkin itu karena Adam sendiri kedinginan. Jadi ia merasa jika jemari Elsa terasa dingin.
"Jangan lama-lama pingsannya. Aku janji, kalau kamu bangun. Aku batalin perjanjian kita. Aku, gak akan nyerain kamu. Gak akan pernah." ucap Adam bergumam. Suaranya yang bergetar membuat kata demi kata itu hanya terdengar samar.
Dan Adam benar-benar berharap kedua mata Elsa terbuka. Tapi tetap saja, kedua mata itu tertutup rapat. Tidak mau terbuka sama sekali. Adam mendesah pelan saat tubuhnya menggigil. Tapi ia tak berniat untuk pulang dan berganti pakaian dengan pakaian yang kering dan bersih. Adam tidak ingin meninggalkan Elsa sendirian di sini.
-ourdestiny-
Tiara tersenyum manis malam ini. Makan malamnya bersama Raka dan kedua orang tuanya sukses. Kedua orang tua Tiara terlihat baik pada Raka dan menyambut kedatangannya. Tiara merasa puas. Raka semakin hari semakin dekat dengannya.
"Setelah ini. Apa rencana kalian?" seorang pria paruh baya terlihat memperhatikan Tiara dan Raka secara bergantian. Raka masih terdiam saat Tiara tersenyum dan bersiap untuk menjawab saat Raka tiba-tiba angkat bicara.
"Saya akan menikahi Ara tahun depan, Om," ucap Raka mantap. Menggenggam tangan Tiara di hadapan kedua orang tuanya yang terlihat tersenyum bangga.
"Tahun depan saya lulus. Dan rencananya paman saya akan pensiun dari jabatan dan meminta saya untuk menggantikan beliau. Dan saya yakin, saya pasti bisa buat Tiara bahagia." lanjutnya.
Raka tersenyum manis menatap Tiara yang kini terdiam dengan wajah tak percaya. Memperhatikan mata Tiara yang berkaca-kaca mendengar semua ucapan Raka. Tiara merasa tidak yakin dan ini mimpi. Tidak mungkin Raka akan menikahinya saat hati Raka masih terikat pada Elsa. Tiara masih sulit untuk percaya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Destiny
Teen Fiction'INI TAKDIR KITA. KITA YANG DISATUKAN OLEH HAL KONYOL, DAN KITA YANG DI PISAHKAN OLEH HAL YANG SUNGGUH MENYAKITKAN' Sebuah cerita yang berawal dari sebuah kekonyolan dan salah paham. Cerita itu berlanjut dengan tidak serius. Tapi, kisah ini berakhir...