12

4K 137 0
                                    

Aku membawa Kepala Desa menuju posko laki-laki, karena teman-teman ku semuanya sedang berada disana, dan sesuai dengan perjanjian, bahwa setiap kami kedatangan tamu, kami harus membawanya ke posko laki-laki.

"Assalamualaikum" ucapku.

"Waalaikumsalam" jawab teman-teman.

"Guys, itu ada pa kades di depan, suruh masuk dulu gih, aku mau bersihin luka" jelasku, lalu pergi mengambil kotak P3K.

Rama keluar, menyambut kedatangan Kepala Desa. Sementara beberapa anak yang lainnya beres-beres tempat yang akan menjadi tempat perbincangan dengan Kepala Desa, dan sebagian yang lainnya membantuku membersihkan luka. Termasuk Banyu.

"Kamu tidak apa-apa?"

Aku mengangguk. Dia membersihkan kotoran berupa pasir yang ada di sekitar lututku. Untungnya, luka yang ku miliki tidak cukup parah, hanya menimbulkan goresan-goresan yang cukup panjang.

Banyu meniup lututku, untuk mengeringkan air yang membasahinya ketika dibersihkan. Saat ku perhatikan. Ternyata dia cukup tampan. Hanya saja, dia enggan untuk merapikan penampilannya. Astaga, berpikir macam apa aku ini.

Setelah itu, ia langsung memberi lututku obat merah, lalu menempelkan plester di atasnya.

"Terima kasih" ucapku.

"Sama-sama, ayo" ajaknya, sambil mengulurkan tangan. Aku menyambut uluran tangannya. Lalu, kami kembali bergabung mengikuti perbincangan bersama Kepala Desa.

"Sekali lagi, saya ucapkan selamat datang kepada kalian yang akan tinggal disini selama 35 hari. Dan, saya sangat meminta maaf karena upacara penyambutan harus ditunda dulu, sebab, saya harus menghadiri undangan rapat bersama kepala desa yang lain dikota" jelasnya.

"Tidak apa-apa pak, kami juga tidak ingin mengganggu jadwal dari bapak, upacara penyambutan bisa dilakukan kapan saja bila bapak memiliki cukup waktu" jawab Rama.

"Bagaimana kalau hari Selasa?" Tanyanya. Rama sempat mengedarkan pandangan terlebih dahulu kepada kami. Sebelum akhirnya ia meng-iya-kan usulan dari Kepala Desa tersebut.

"Baik pak" jawabnya pasti.

"Dik, luka mu sudah dibersihkan dan diobati?" Tanyanya. Aku terkejut, karena tiba-tiba saja, beliau bertanya diluar pembicaraan.

"Sudah pak" jawabku.

"Syukurlah"

"Saya minta maaf pak, karena saya tadi tidak lihat kalau bapak ada disitu"

"Tidak apa-apa, ini salah satu takdir Tuhan menemukan kita dalam kondisi seperti itu, ha ha ha" ucapnya, disertai dengan tawa kecil. Beberapa diantara kami pun ikut tertawa.

Setelah itu, Kepala Desa pamit pulang, dikarenakan waktu juga sudah menunjukan pukul 9.30. Begitu pula dengan anak perempuan, berbondong-bondong keluar dari posko laki-laki untuk kembali menuju posko perempuan.

"Ri" tiba-tiba sebuah tangan menahan ku.

"Iya?" Aku menoleh. Ternyata Banyu yang menahan ku.

"Ada apa?" Tanyaku lagi.

"Aku antar ya"

"Ga usah, aku kan bareng sama yang lain"

"Hm, baiklah. Kamu hati-hati ya, jangan jatuh lagi. Setelah sampai posko, cuci kaki, cuci muka, gosok gigi, dan pergi tidur, jangan begadang!" Perintahnya.

Yaampun, bawel sekali dia. Kenapa dihadapan ku dia cerewet sekali, sementara dihadapan yang lain, suaranya seakan-akan emas yang sangat mahal.

"Iya-iya" jawabku simple.

"Selamat malam, selamat tidur Riana"

"Selamat malam" ucapku sambil pergi meninggalkan Banyu, dan dengan berlari kecil menyusul anak perempuan yang lainnya.

Sebelum pergi tidur, aku hendak mencuci muka, kaki dan menggosok gigi. Seperti yang Banyu tadi katakan, tapi, bukan berarti aku menuruti perintahnya, aku hanya terbiasa dengan hal seperti itu.

Tapi, keinginan ku untuk segera melesat ke kamar mandi harus tertahan, karena sudah banyak nomor antrian disana.

"Aku nomor 2"

"Aku 3"

"Aku 4"

Dan seterusnya, hingga berakhir diseorang wanita dengan perawakan tubuh yang kurus, putih juga tinggi. Demi.

"Aku setelah Demi" ucapku lesu.

"Kamu sih kemana aja?" Tanya Demi.

"Tadi aku ngobrol dulu sebentar sama Banyu"

"Kamu dekat ya sama dia?"

"Bisa dibilang seperti itu"

Pembicaraan kami terhenti ketika aku mendengar Yoo Na berteriak, meneriaki seseorang yang ada didalam kamar mandi.

"Mbak! Jangan lama dong! Jangan mandi"

"Iya mbak! Aku mules nih" timpal Debbo.

Dan tiba-tiba Trisal bersenandung.

"He-a-He-e!"

Seperti itulah keributan malam pertama kami. Mungkin kedepannya, aku akan terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan seperti ini.

KKN?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang